Chapter 10 : Nightmare

220 19 1
                                    

If death came as easy as closing your eyes
-Unknown-

🎐🎐🎐

Seokjin menarik panjang napasnya yang kian tersengal. Mencoba mempertahankan kesadaran yang makin lama terasa semakin sulit untuk dijaga. Rona wajahnya berganti pucat sejalan dengan aliran darah yang enggan berhenti mengalir dari luka bekas sayatan di pergelangan tangan yang beberapa menit lalu baru saja ia torehkan. Seokjin tak berniat mati pada awalnya. Hanya berniat untuk menghilangkan sakit dengan rasa sakit lainnya. Tapi sayangnya hal itu tidaklah mempan untuk menutupi semua rasa sakit dari luka hati yang lama ia pendam.

Seokjin hanya menyesal karena harus meninggalkan ibu sendirian. Terkurung selamanya bersama perasaan sedih, kecewa dan sakit hati yang tak pernah terobati. Sedangkan dia akan langsung meregang nyawa dan meninggalkan semua dukanya.

Ditengah keadaannya, Seokjin menyadari satu hal. Seokjin sadar inilah rasanya sekarat yang sesungguhnya. Sekarat ketika kematian nyaris menghampiri. Rasanya berbeda dengan apa yang ia rasakan selama ini.

Luapan emosi seketika memenuhi tubuh lemah Seokjin. Memaksa mata sayunya meneteskan air mata yang jatuh membasahi pipinya. Bukan kematian yang membuatnya takut dan menangis. Ingatannya akan ibu lah yang membuatnya menangis.

"Ibu, aku takut" lirihnya.

"Aku kesepian"

Matanya kian buram, tapi Seokjin terus berupaya menjaga kesadarannya. Menangis sembari mengungkapkan semua perasaannya. Setidaknya ia tidak akan membawa perasaan itu bahkan sampai kematian menjemput.

Detik jam dinding bergaung nyaring ke seluruh penjuru ruangan kamar yang sepi. Menemani detik-detik terakhir dirinya di dunia yang fana. Sampai datang masa dimana Seokjin merasakan matanya kian berat. Dirinya kini dikuasai rasa kantuk. Setidaknya itu tanda jika waktunya untuk tidur sudah datang.

"Ibu maafkan aku" bisik Seokjin terakhir kali sebelum menutup matanya rapat dan tidur dalam damai.

"SEOKJIN !!!"

"SEOKJIN KAU DENGAR AKU !!!"

"SEOKJIN BANGUN"

Seokjin lekas terbangun ketika ia merasakan seseorang memanggil dan mengguncang tubuhnya dengan kuat. Napasnya terdengar memburu dengan dada yang naik turun tak beraturan serta keringat yang membanjiri keningnya. Hanya mimpi setidaknya hal itulah yang terlitas dalam benak Seokjin ketika berhasil mengumpulkan sedikit kesadarannya. Seokjin sendiri cukup terkejut, hal yang ia alami ternyata hanyalah sebuah mimpi. Tapi lebih dari itu semuanya terasa begitu nyata. Terutama bagaimana rasa sakit itu masih terasa dengan jelas mencubit relung hatinya.

Hanya dengan memimpikannya saja sudah membuat Seokjin terasa seperti benar-benar mengalami sebuah kematian. Sebenarnya bukan kematian yang membuatnya takut tapi penyesalan yang akan ia tanggung jika saja ia memilih kematian seperti yang ia alami dalam mimpi.

"Seokjin, kau baik-baik saja ?"

Seokjin pun menoleh, lantas mendapati presensi Gil Yong yang menatapnya dengan tatapan yang terlihat cemas.

"Kau baik-baik saja kan ? Kau tertidur cukup lama dan sesekali bergerak gelisah. Aku panik saat melihat kau berkeringat, ku pikir kau demam ?"

Seokjin menggeleng pelan "Aku baik, terima kasih sudah membangunkanku dan maaf karena membuat Hyung bekerja sendirian"

"Aku tidak keberatan, lagi pula aku tahu kau pasti lelah karena harus membantuku dari pagi sampai malam, padahal jadwalmu hari ini hanya sampai sore. Tapi kau serius tidak apa-apakan Seokjin ?" Tanya Gil Yong dengan nada khawatir.

A Thousand PiecesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang