Matahari mulai menampakkan wujudnya. membuat ayam mulai berkokok dan sinar mentari menerobos masuk melalui jendela kamar yang terbuka lebar.
setelah acara mengingat masa lalu semalam, keduanya langsung menuju kediaman Hattala yang lain dan langsung membersihkan diri serta jatuh tertidur.
Genta mendengus dalam tidurnya saat sinar matahari menyapu kulit tannya. "bang Farhan jangan di buka gordennya. adek masih ngantuk."
Hatta sang pelaku pembuka gorden terkekeh saat mendengar keluhan manusia manis yang kayaknya betah banget di dalam selimut.
"bangun Genta, nanti kita ketinggalan kereta buat balik dan dimarahin Eza karena skip rapat akhir." ujar Hatta sembari duduk bersender di kepala ranjang.
mendengar nama Eza alias ketua pelaksana makrab yang tegas walau gak setegas dan segalak Hatta, membuat kedua kelopak mata Genta terbuka lebar.
"pagi kak Hatta." sapanya pelan.
"pagi dunianya Hatta." balas Hatta.
Genta tumbang lagi. lalu menutup wajahnya malu dengan selimut bermotif batik. yang membuat Hatta gemas bukan main dibuatnya.
"ayo bangun, terus mandi. kita sarapan dulu sebelum ke makam ayah." ujar Hatta.
Genta ngangguk. lalu menyingkirkan selimut yang menutupi wajahnya tadi. lalu bangkit membawa tas bawaannya ke dalam kamar mandi.
"jadi kali ini bukan mimpi ya. kita beneran Hattala dan Gentala yang sama di tahun 1948? dunia udah gila." monolog Genta.
Hatta duduk termenung menatap dinding kamar yang mulai terkelupas. memori masa lalu datang silih berganti.
"ayah, Hala sekarang udah punya orang yang Hala suka." batinnya pelan.
tubuh itu bangkit lalu duduk di meja belajarnya yang ternyata masih ada tempelan foto sang ayah.
"Hala kangen." lirihnya.
ah, andai ayah masih hidup mungkin semua yang dia lalui bakal seru, nonton bola larut malam, bertukar pikiran.
pintu kamar mandi terbuka. menampakkan penampilan Genta yang jauh lebih segar dengan rambut yang basah dan handuk yang di lampirkan di pundak lebarnya.
Hatta terkekeh lalu bangkit mengambil alih handuk tadi lalu mengeringkan rambut Genta yang masih sedikit basah.
"gimana tidurnya?" tanya Hatta di sela kegiatannya.
"nyenyak kok." jawab Genta cepat karena dia lagi gugup.
setelah rambut Genta kering, keduanya mulai meninggalkan rumah masa kecil milik Hatta, namun sang pemilik sedikit enggan karena pada dasarnya dia masih rindu. tapi kewajiban sebagai anggota pelaksana makrab tak bisa dilepas begitu saja.
"kamu mau sarapan apa?" tanya Hatta di sela kegiatan berjalan kaki mereka.
Genta berhenti dari jalannya. lalu menoleh ke Hatta. "kamu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Juwita Malam Season 2 [TELAH TERBIT]
FanfictionTak banyak yang benar-benar percaya bahwa reinkarnasi itu memang ada. Hatta dan Genta dibuat bingung dengan beberapa keping masa lampau tak tak diketahui dari mana asalnya. Perasaan saling kenal jauh lebih lama dari yang bisa diperkirakan selalu dat...