Special Chapter

1.2K 94 0
                                    

Happy Reading, Good Reader^^

.

.

.

.

.

Perpisahan itu sukses membuat luka baru dalam diri Jimin. Ia sangat ingin mencegah Taehyung pergi tapi nyatanya itu sudah keputusannya. Ia tak bisa menghentikan Taehyung jika sudah mengambil tindakan.

Ia juga tak bisa memilih salah satu diantara Yoongi atau Taehyung. Mereka sama berharganya bagi Jimin tapi ia seolah tak buta akan keinginan kasih sayang oleh hyungnya, padahal ia sendiri sudah mendapatkannya dari Taehyung seorang.

Egoiskah Jimin? Mungkin, tapi orang mana yang tak ingin hidup bersama satu-satunya keluarga kandung yang sangat mereka sayangi meski diperlakukan dengan sangat kejam. Jimin percaya hyungnya akan berubah menjadi baik.

Tapi ia juga harus menerima kenyataan, jika ia memilih Yoongi maka Taehyung akan pergi dari hidupnya seperti yang sudah ia katakan tempo hari. Jimin masih tak percaya dengan semuanya.

Waktu seolah berputar cepat dan acak hingga kerap kali membuatnya sakit kepala. Ia terus-terusan memikirkan keadaan Taehyung yang pasti sama terlukanya, hanya saja disembunyikan dengan sangat baik.

Taehyung tak bisa membohongi Jimin dengan topengnya. Jimin tahu jika Taehyung sangat-sangat sulit mengambil keputusan ini. Ia bahkan tak menyangka jika pada akhirnya Taehyung mengalah dan membiarkan Jimin-nya hidup bersama orang yang sudah membuatnya tersiksa baik lahir maupun batinnya.

Taehyung menganggap Jimin bodoh. Benar-benar bodoh karena meminta sebuah kasih sayang pada seorang iblis yang sebenarnya. Ia kesal, ia marah, tapi itu percuma. Jiminnya lebih memilih iblis itu dan meninggalkannya.

Siapa bilang Taehyung tak terluka. Ia sangat terluka. Mengambil keputusan semacam ini tidaklah mudah. Ia bahkan sampai mengamuk dan membuat kedua hyungnya kewalahan. Taehyung terluka. Untuk kesekian kalinya ia terluka karena Jimin-nya.

Entah itu sebuah obsesi atau apa, tapi Taehyung hanya ingin membuat saudaranya itu bahagia. Ia ingin membawa Jimin ke tempat yang jauh dan membuatnya bahagia tanpa perlu merasakan sakit karena Yoongi.

Ia muak. Setiap kali berkunjung ke rumah saudaranya itu, ia selalu melihat luka baru di tubuh Jimin. Jimin yang ditanya selalu akan menjawab 'terantuk' 'terjatuh' dan lain sebagainya. Tapi Taehyung tentu sangat tahu itu ulah siapa, siapa lagi kalau buka Yoongi.

Jimin terus-menerus memikirkan Taehyung. Ia khawatir jika emosi Taehyung tak bisa dikendalikan dan melakukan hal-hal yang nekat. Karena ia tahu remaja tampan itu buka hanya seorang pelajar biasa yang orang-orang lihat.

"Aku harap kau tak melukai dirimu Tae." Gumamnya dan bersamaan dengan pintu kamarnya yang terbuka. Orang yang membukanya tak lain adalah Jungkook.

Jimin masih membutuhkan istirahat karena lukanya belum sepenuhnya sembuh. Ia sudah putus sekolah dan berencana melanjutkan homeschooling. Itu lebih baik, setidaknya dengan ini tak akan ada yang menyakitinya lagi. Lagi pula Taehyung juga sudah tidak bersekolah disana, jika Taehyung tak ada bagaimana dengan Jimin.

"Sedang apa hyung?" tanya Jungkook yang menenteng bubur abalon untuk sepupunya.

"Hanya teringat beberapa kenangan. Taehyung, aku merindukannya." Jungkook menatap diam Jimin. Ia ikut sedih karena kepergian ketiga saudaranya yang memutuskan untuk tinggal selamanya di Jepang.

Meskipun ia bisa saja mengunjungi Kim bersaudara, tapi Jungkook sadar diri untuk tak berbuat hal itu karena ia paham seperti apa keluarganya.

"Aku membawakan bubur abalon untukmu hyung. Makanlah, ini bagus untuk kesehatanmu." Pinta Jungkook.

"Aku sedang tidak lapar Kook. Letakkan saja di meja." Tolak Jimin yang masih setia menatap diam luar jendelanya.

Dulu Taehyung sangat suka bergelantungan di balkon itu, padahal jarak balkon dengan tahan cukup tinggi. Jimin selalu ngeri sendiri setiap melihat Taehyung melakukan kebosanannya.

"Apa kau suka bergelantungan seperti yang Taehyung lakukan di balkon itu dulu Kook? Taehyung selalu sukses membuat ngeri karena aku khawatir ia akan terjatuh dari balkon itu. Sangat mengerikan." Jimin terkekeh pelan ketika teringat Taehyung.

"Aku...sayang nyawaku hyung." Jawab Jungkook polos.

"Kookie suapi ya? Kalo dingin nanti tidak enak." Jimin masih menggeleng.

"Boleh aku makan mandu? Aku ingin memakannya sekarang." pinta Jimin dan membuat Jungkook berpikir sejenak.

"Mandu? Mandu di kedai mana?"

"Ayo makan di sana. Aku ingin makan mandu di kedainya." Ajak Jimin sedikit memaksa.

"Tapi tubuh hyung..."

"Hanya sebentar." Jungkook pada akhirnya menuruti permintaan Jimin dan mereka pergi ke kedai itu.

Bibi penjual mandu itu tentu sangat kenal dengan sosok Jimin dan Taehyung. Ia bahkan begitu senang setiap kali melihat Taehyung karena begitu mirip dengan putranya.

"Aigoo,, Jimin-ah..kau datang nak" ucap bibi penjual. Ia mengedarkan pandangan mencari sosok seseorang.

"Taehyung tidak ikut?" Jimin menggeleng pelan.

"Dia ada urusan penting akhir-akhir ini. Jadi susah untuk kami bertemu." Bohong Jimin.

"Begitu ya, nak Taehyung memang selalu sibuk seperti yang dulu-dulu. Kalau begitu bibi akan siapkan pesananmu. Jadi duduklah dulu." Setelahnya bibi penjual itu masuk ke dalam dapur dan menyiapkan mandu untuk Jimin dan Jungkook.

Sekitar 10 menit akhirnya mandu itu datang. Mandu biasa yang selalu dipesan Jimin dan Taehyung saat bolos sekolah dulu.

"Makan yang banyak nak. Kau tampak kurus. Bibi buatkan kimchi mandu untukmu. Jangan lupa dihabiskan." Jimin mengangguk dan tak lupa berterimakasih pada bibi itu.

Mereka makan dengan perlahan dan tenang. Tak ada obrolan diantara mereka yang fokus memakan mandunya masing-masing.

"Taehyung sangat suka kimchi mandu. Kami bahkan sering bertengkar hanya karena itu, sampai pada akhirnya bibi penjual memberikan kami seporsi kimchi mandu gratis. Taehyung tersenyum lebar sekali ketika mendapat mandu itu. Seperti anak anjing, sangat lucu." Cerita Jimin pada Jungkook.

"Aku harap dia bisa mendapatkan kimchi mandu dan japchae di negara itu."

Ada banyak doa dan harapan yang Jimin ucapkan untuk kebahagiaan Taehyung di jauh sana. Begitu juga Taehyung yang tengah di Jepang dengan perasaan penuh rindu akan wajah lucu nan manis saudaranya. Mereka sama-sama saling merindu tanpa mengetahui masa depan apa yang akan mereka jalani esok.

.

.

.

.

I'm Sorry (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang