Kesembilan

2.8K 301 2
                                    

*Brak

.

.

.

Suara bantingan itu terdengar keras. Jimin sudah terduduk bersender di dinding. Rasa nyeri menjalar perlahan di tubuh. Baru saja dia membaik dari demamnya tapi badannya sudah kembali sakit karena bantingan dari sang hyung.

Ingin rasanya Jimin menangis. Sungguh sayapnya benar-benar sakit saat itu juga. Sedangkan Yoongi pergi berlalu begitu saja. Meninggalkan sang adik yang masih dalam posisinya.

Jimin mencoba beranjak dari posisinya perlahan. Erangan kecil keluar dari bibir kecil itu. Badannya bergetar karena rasa sakit yang dia rasakan. Berjalan perlanan menuju kamarnya. Dibaringkannya tubuh kecil itu.

Ingin rasanya dia menghubungi Taehyung saat itu juga. Tapi tak enak rasanya jika menghubungi di saat hari sudah malam. Dia tak ingin menganggu Taehyung  beristirahat. Tapi jika tak menghubunginya, lalu bagaimana dengan luka sayapnya yang sudah merembes itu?.

Jimin dilema, badannya sudah lelah. Padahal ingin rasanya dia berangkat sekolah esok hari. Namun mengingat keadaan tubuhnya, dia pun dengan terpaksa membuang jauh-jauh keinginan itu.

Setelah berpikir panjang dia pun memilih untuk mengistirahatkan tubuhnya. Mungkin tubuhnya akan membaik setelah dia beristirahat. Tapi bagaimana dengan lukanya? Apa tak apa? Bagaimana jika luka itu infeksi?

Jimin tak peduli akan hal itu. Tubuhnya sudah kelewat sakit dan satu-satunya hal yang dia pikirkan adalah tidur dan mengabari Taehyung keesokan hari.

...

*ting tong ting tong

Bel pintu rumah berbunyi tak sabaran. Yoongi yang terganggu dari tidurnya dengan gontai membuka pintu rumah. Dilihat Taehyung dengan wajah cemas. Lalu masuk begitu saja ke rumah itu tanpa permisi.

"Yak, anak kurang ajar"

Taehyung tak menghiraukan umpatan Yoongi dan berlari menuju kamar Jimin. Dibukanya pintu itu kasar. Terlihat Jimin meringkuk dalam tidurnya. Taehyung berjalan cepat kearahnya.

Membangunkannya pelan, semnari melihat tubuh Jimin yang sedikit lebam itu. Taehyung terlampai cemas. Seharusnya lebam itu tak ada disana dan perban disayapnya yang awalnya masih bersih sudah ternoda dengan darah yang mengering.

"Jimin, bangun Jim. Hey, katakan apa yang terjadi selama aku tak ada"

Jimin terbangun dari tidur. Sedikit meringis mengingat tubuhnya terasa remuk itu. Dia masih terdiam dalam posisinya.

"Tae... " lirihnya

" Katakan apa yang terjadi Jim"

"Tubuhku terasa sangat sakit "

" Kita ke rumah sakit ya?"

Jimin menggeleng pelan.  Menolak ajakan Taehyung.

"Kalau gitu biarkan aku mengganti perbanmu. Ini sudah mengering! Apa yang terjadi semalam Jim?! "

Sungguh Taehyung sudah gelagapan sekarang. Ditambah Jimin juga sudah menangis.

" Apa ini semua dari Yoongi hyung? " Jimin menggeleng pelan. Dia takut jika dia berkata jujur,  Yoongi hyungnya akan dihajar habis-habisan oleh Taehyung.

" Hah..  Katanya jika iya Jim. Aku tidak akan menghajarnya" Jimin masih menggeleng.

"Baiklah jika kau tak mengatakannya, akan kutanyakan sendiri pada Yoongi hyungmu sekarang juga" ancamnya.

"Tae.. " panggilnya. Taehyung diam menunggu ucapan Jimin.

" Jangan sakiti  Yoongi hyung,  dia hanya sedang banyak pikiran"

"Dan menjadi kan mu sebagai pelampiasan amarahnya?  Iya? " Jimin terdiam

" Kumohon Jim. Jangan bertindak bodoh seperti ini. Aku tau kau menyayanginya tapi tidak dengan seperti ini"

"Kau benar Tae. Aku terlalu bodoh. Jadi pantaskah orang bodoh ini hidup Tae? " Taehyung terdiam dengan perkataan Jimin.

" Hanya karena aku berbeda,  kenapa orang-orang menatapku hina?"

"Jim, aku.. "

" Hanya karena warna sayapku seperti para evil, bukan berarti aku seperti mereka kan Tae? "

" Jim, hentika---"

"Hanya karena sayapku hitam mereka metapku hina, bahkan hyungku sendiri! "

.

.

.

.

.

I'm Sorry (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang