Keduapuluh Enam

1.9K 224 6
                                    

Happy Reading, good reader.

.


.

.

.

Setelah Jimin tersadar dari tidurnya, selama dua hari itu dia sangat irit bicara. Gairah hidupnya seolah tak ada. Tubuhnya menjadi sedikit memucat karena enggan untuk makan.

Taehyung kelimpungan menghadapi Jimin, begitu juga Seokjin. Seokjin yang sebagai dokter lebih khawatir akan kesehatan mental Jimin. Dia bahkan harus menyuntikkan vitamin berkali-kali pada tubuh Jimin yang sudah lemah itu.

"Jangan keras kepala Jim. Makan bubur ini atau kau benar-benar akan ku bunuh!"

Taehyung sudah habis kesabaran. Jika bukan karena Seokjin hyungnya yang terus mengingatkan dirinya untuk menahan emosi. Taehyung tak akan sudi lagi. Jimin sudah benar-benar kolot dan sekeras batu.

Jimin yang dimaki masih saja terdiam. Seolah di kamarnya hanya dia seorang. Taehyung yang berada disamping sudah meremat sendok dan mangkuk yang berisi bubur itu.

*PRANG

Mangkuk itu dibanting tanpa ampun oleh Taehyung.

*BRAKK

Dan Taehyung dengan muka merah padam memilih keluar dari kamar itu. Setidaknya dia masih sadar untuk tidak membunuh Jimin saat itu juga.

"Yoongi hyung" panggil Jimin lirih menatap ke luar jendela.

.

.

.

"Buat Yoongi tak berkutik dan jangan biarkan dia kemana pun sesuka hatinya. Kalau perlu jika ia memberontak, kuperbolehkan untuk kalian menyiksanya."

"Tae!"

Teriak Seokjin di depan pintu. Taehyung yang baru saja menutup panggilan itu menatap hyungnya datar.

"Aku akan melakukan apa yang menjadi hak ku hyung. Jangan halangi aku."

"Apa hakmu?! katakan pada hyung, apa hakmu melakukan ini semua!?"

Seokjin tak habis pikir dengan otak dan hati adiknya itu.

"Jimin milikku, aku harus melindunginya." ucap Taehyung tepat di depan wajah hyungnya.

"Tae, buka matamu dan lihat Jimin sekarang. Keadaannya sudah tak memungkinkan. Jangan egois."

"Aku tidak egois,hyung!" teriaknya

"Jimin berhak untuk bahagia" Seokjin terkekeh mendengar igauan Taehyung

"Bahagia? bahagia yang seperti apa? Kau justru membuatnya semakin terluka. Egoismu membuatnya lebih terluka. Buka matamu!"

*BUKK

Satu pukulan mengenai pipi Taehyung. Seokjin sudaht habis kesabaran menghadapi adiknya. Dengan segera ia pergi meninggalkan Taehyung dan berjalan menuju kamar Jimin.

"Brengsek!"

.

.

.

"Jimin.."

Seokjin setenang dan sepelan mungkin memanggil Jimin. Panggilan ketiga baru bisa Jimin respon dengan sempurna.

"Seokjin hyung"

"Iya ini aku. Kau sudah makan?" Jimin tak menjawab. Mangkuk bekas bantingan Taehyung sudah bersih dari kamar tersebut.

"Makan sedikit ya. Kau tak mau jarum hyung masuk ke kulitmu lagi kan?"

Seokjin mencoba menakut-nakuti Jimin dan siasat itu berhasil. Jimin menggeleng pelan.

"Mual hyung.." lirih Jimin yang sudah siap untuk memuntahkan sesuatu.

Seokjin dengan cekatan mengambil ember untuk Jimin. Suara orang muntah dan erangan menggema di kamar Jimin. Tak ada yang keluar dari tubuhnya karena mengingat dia sendiri tak makan apapun.

"Jimin.. " Seokjin cukup terkejut dengan isi di dalam ember muntahan Jimin. DIlihatnya dengan teliti tanpa rasa jijik sama sekali.

"Jim,, kau harus makan sekarang. Hyung suapi ya, ini tidak baik untuk lambungmu. Asam lambungmu sudah naik dan kau melukai lambungmu sekarang" 

Seokjin kelimpungan. Karena melihat darah di bekas muntahan Jimin. Lambung terluka parah. Jika Jimin tak segera makan, lambungnya akan semakin parah dan akan berakibat fatal.

"Hyung.." panggil Jimin lirih

"Yoongi hyung.."

"Bagaimana?"

Seokjin tersenyum lembut padanya.

"Yoongi hyung baik-baik saja Jim. Dia menitipkan salam untukmu agar kau menjaga kesehatanmu."

Bohong. Seokjin berbohong. Demi Jimin ia harus melakukannya. Meskipun terkesan memberi harapan Seokjin tak peduli. Asalkan hari ini Jimin mau memasukkan makanan kedalam tubuhnya. Seokjin siap melakukan apapun.

"Makan ya?" bujuknya lagi dan Jimin mengangguk pelan.

.

.

.

"Kau harus lihat bagaimana sayangnya Jimin padamu, Yoon"

.

.

.

.

.


I'm Sorry (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang