Part6

20 8 0
                                    

Blue side

Langkah kakinya menari di atas genangan air yang perlahan meresap lantai kayu. Dengan gemulai tubuhnya mengikuti irama , di dukung dengan cahaya lampu serta kelopak bunga kertas yang di lempar oleh para staf belakang panggung membuat penampilan Laras terlihat sangat indah.

Perlu di ketahui jika Laras memiliki draas seni yang mengalir berdampingan dengan semangatnya, tamu undangan begitu kagum melihat penampilan pembuka Laras untuk lomba olahraga antar sekolah.

"Hei, berikan aku kipas angin kau tidak tahu betapa panasnya gaun ini," Laras di belakang panggung.

"Tentu tuan putri," Tiara dengan ada lembut serta ekspresi yang lucu.

"Laras cepat ganti baju mu lepas itu kita berangkat ke kantin, aku lapar."

"Eh, kita tidak tunggu Dela?!" Tiara menatap Alea.

"Ah, dia ada urusan mendadak jadi tidak bisa datang di acara pembukaan mungkin besok ia akan hadir. Lagi pula lombanya akan di mulai besok, bukan?!"

"Dia melewatkan kesempatan berjumpa dengan murid luar, kesempatan ini tak datang dua kali, loh!" Laras yang terkejut.

"Ini Dela bukan Laras!" Tiara ngengas membuat semua orang tersenyum akibat wajah Laras yang berubah kusut seperti cucian numpuk.

Sementara itu di dalam batin dan pikiran yang jauh Alea mempertanyakan keberadaan Dela yang hingga saat ini belum membalas pesannya.

Di tempat lain tampak Dela yang sibuk mondar-mandir membawa baskom besi yang berisi air hangat, entah telah berapa kali ia pulang balik dari kamar ke dapur.

"Kerja bagus pendarahannya sudah berhenti, kau tidak usah khawatir dan ku rasa sekarang kau bisa pergi ke sekolah," ucap seorang wanita cantik yang bernama Anggun.

"Ah, tak masalah akan lebih baik jika aku membantu kakak di sini, lagi pula hari ini hanya rangkaian acara perkenalan," Dela membereskan sisa perban di lantai kamar.

Di tengah kesibukan Dela ponsel kak Anggun berbunyi yang membuat wanita itu tampak cemas. "Ada apa, kak?" Tanya Dela lepas membersihkan lantai.

"Ada panggilan dari rumah sakit, apa tak masalah jika ku titip dia pada mu?!" Ucap kak Anggun membuat Dela menatap sosok yang kini berbaring di ranjang dengan perban yang membalut pinggang kanan bawahnya.

"Ah, tentu kakak tidak perlu khawatir aku akan menjaganya."

"Baiklah, kalau ada apa-apa langsung kabari aku," ucap Kak Anggun setelah menyimpan nomornya di ponsel Dela lalu bergegas pergi mengejar waktu.

Beberapa jam yang lalu sosok yang sama berlari masuk ke dalam ruangan ini. Saat itu Jemari Dela gemetar dengan hebat melihat aliran darah yang mengalir dari tubuh kak Deon.

Beberapa jam yang lalu.

Pagi yang indah tanpa kehadiran anggota keluarga, pagi-pagi sekali orang tua dan adik-adiknya pergi liburan ke rumah nenek yang ada di desa untuk beberapa minggu. Dela terpaksa tidak ikut karena ada acara sekolah, terbiasa di tinggal sendiri membuat ibu Dela tak risau membiarkan anaknya sendiri di rumah mengingat penjagaan super ketat yang tersedia di kompleks perumahannya.

Seperti biasa Dela bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah tapi, saat kakinya berjalan beberapa langkah keluar dari pagar ia berpapasan dengan tukang pizza, entah apakah Dela merasakan aura aneh atau itu hanya sebatas kekhawatiran Dela dengan keadaan rumah yang belum di kunci.

Dela berlari pulang untuk mengunci pintu saat kalimat ibunya berkumandang di telinga, saat ia berjalan menuju sekolah ia melihat seekor kucing yang tampak berdiri ketakutan di depan rumah Deon dengan pintu yang terbuka. Keadaan yang masih pagi membuat sekitar kompleks masih sepi dan banyak tetangga yang pergi liburan.

Bisa merasakan ketakutan dari manik mata kucing membuat Dela mengendap-endap masuk ke rumah Deon. Saat masuk ia melihat sosok tukang pizza yang tadi bersma yang Deon, mereka tampak sedang berbincang santai namun, tak lama Dela melihat pria itu meraih pisau dari saku celananya.

Dengan cepat Dela berlari menendang pria itu hingga pisaunya jatuh kemudian memerintahkan Deon untuk lari, dela membiarkan Deon keluar lebih dulu dan saat ia ingin menyusul jaketnya tersangkut di meja sehingga membuat penjahat itu menangkap Dela.

Singkat cerita Deon berusaha untuk menyelamatkan Dela akan tetapi, saat berkelahi dengan pria itu pisau menoreh tubuhnya. Dela yang tak bisa tinggal diam di pojokan berjalan membantu Deon, yang membuat penjahat itu menyerang asal.

Pada akhirnya mereka berhasil mengusir pria itu saat sirene mobil polisi berbunyi yang tak lain adalah alarm ponsel Dela. Melihat Deon yang bersandar di tembok sambil menahan darah yang keluar dengan jemarinya membuat Dela panik dan berlari mencari kain atau kapas tapi, ia tak menemukannya.

Merasa putus asa Dela mengambil baju kaosnya yang ada di tas kemudian menyumbat pendarahan, sembari Dela berusaha menghentikan pendarahan, Deon menelpon seseorang untuk datang.

Tak lama Anggun datang dan langsung mengobati Deon. Sikap kerasa kepala Deon yang menolak di bawa ke rumah sakit membuat Anggun terpaksa menjahit luka Deon di rumah.

Ia melakukannya bersama Dela yang menjadi asisten, dengan cergab Dela berjalan mengambil barang yang ada di mobil Anggun.

Meski merasa nyeri saat melihat proses penjahitan Dela berusaha kuat dan tak berada jauh dari sisi Deon yang sudah di beri anastesi.

Kini lelah bertumpuk di pundaknya ia hanya bisa menatap sosok Deon yang terlihat amat mirip dengan Agam. Kejadian tadi membuatnya ketakutan bagaimanapun, ia hanya seorang gadis lemah yang tak mengenal betapa besarnya dunia ini.

Di langkahkan kakinya menuju ruang tengah yang agak berantakan, Dela membersihkan ruangan itu mengatur semua barang kembali ke posisi semula.

Sebuah bingkai kecil dengan foto seorang anak laki-laki tersenyum lebar di samping kedua orangtuanya, wajah Deon benar-benar mirip dengan Agam ibarat buah pinang yang di belah dua.

Entah dari mana datangnya angin sambayu yang membawa Dela di ruang hampa tengah hutan, ia melihat seorang gadis berlari di tengah hutan mengikuti cahaya bulan.

Dela mengenali gadis itu dan nuansa dingin gelapnya hutan, ia bahkan ingat aroma tanah dan pepohonan serta embun memenuhi dedaunan. Ini adalah bagian dari ingatan Dela tiga tahun lalu. Dela berjalan mengikuti gadis itu serta berdiri tak jauh dari sisinya.

"Tidak, hentikan! Kau tidak boleh pergi jangan lakukan itu, menjauh dari sana!!"

Tak peduli seberapa keras ia berteriak sosok Agam tak kunjung keluar dari lingkaran sihir yang di bua dari pasir pantai di atas tanah saat sinar bulan menyinari simbol itu sosok Agam berubah menjadi semu bak hologram.

"Kenapa?" Gumam Dela meneteskan air mata menatap sosok Agam yang tampak sedang menatapnya yang berdiri di belakang pohon.

Pria itu melepaskan senyuman kecil yang membuat derai hujan turun melepas kepergiannya menghalangi cahaya bulan mengiringi tangis seorang gadis di dekat danau yang menjadi saksi bisu cerita mereka.

Suara gemuruh langit tergantikan dengan degung di telinga yang membawanya ke tempat lain di dalam ingatan Dela. Di kamar yang sunyi dan gelap tampak seorang gadis meringkuk kesakitan di dalam selimut dengan air mata yang tak kunjung mengering, ia bisa merasakan sakit gadis yang telah menangis dua malam.

Rasanya seperti terluka tanpa darah ibarat kura-kura yang kehilangan cangkangnya yang berarti kehilangan hidupnya. Dela mendekat ia mengusap rambut gadis itu meski elusannya hanya serasa angin sambayu.

"Kau harus kuat, semuanya telah berlalu dan aku dan kau harus melupakannya. Semua orang punya tujuan bahkan setelah kematiannya, Agam sudah memenuhi tujuan hidupnya kau tak punya alasan untuk menangis seperti ini. Lihatlah keluar jendela sinar matahari begitu indah menyambut mu begitu pula dengan keluarga mu, kau bisa bangkit."

Aku sadar aku seperti orang bodoh yang menyemangati diri sendiri. Ibarat berdiri di depan cermin menatap wajah yang di penuhi air mata, mengusap air itu dengan lembut mengunakan jemari yang lelah menahan beban dunia.

Terkadang seseorang perlu menatap garis biru yang terbentang indah di langit untuk sadar bahwa ia tak sendirian di dunia ini ibarat perlu merasakan apa itu kedinginan agar tahu rasanya sebuah kehangatan.

Goresan tinta TAMAT✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang