Hela napas Ezra berirama menatap kekasihnya yang sibuk akan canvas putih yang mulai berwarna dan aneka warna cat yang semakin menipis.
"Sudah ku bilang langsung pulang saja, tugas ku belum selesai karena menemani Dela menyelesaikan tugasnya semalam," ucap Dela menyadari jika Ezra bosan.
Liburan kali ini terasa begitu singkat mereka pergi hanya untuk mengambil foto di sore yang indah lalu menginap semalam dan pulang di pagi harinya. Ezra merasa dirinya hanya supir dan model menemani dua sahabat menikmati sejuknya perkebunan di tengah padatnya tugas sekolah yang menumpuk di kepala.
Bosan serta tak mendapat perhatian, Ezra berjalan masuk ke kamar Dela dan berbaring di kasur miliknya. Dela tak terlalu keberatan karena pria itu sudah minta izin sebelumnya. Mereka memang pacaran akan tetapi, Ezra selalu meminta izin jika ingin melakukan suatu yang berhubungan dengan Dela.
Sementara melihat pancaran sinar menyinari bangku dan canvas Dela dari cela pintu, Ezra membuang tubuhnya di atas kasur merasakan aroma seprai, tak ada aroma yang spesial mengingat Dela tak suka memakai wangi-wangian. Ezra hanya mencium aroma deterjen yang ibu Dela gunakan dan sedikit pewangi ruangan aroma jeruk yang tertempel di kipas angin kamar Dela yang kini berputar ke arahnya.
Selang beberapa menit lukisan Dela selesai dan langsung ia potret dan kirim ke grub pengumpulan tugas, jaga-jaga jika ia tidak bisa membawanya besok ke sekolah. Di liriknya Ezra yang terlelap di kamarnya.
Dela mengusap rambut Ezra yang tetap lembut meski sering gonta ganti warna. Semakin lama ia menatap wajah lelah pria itu semakin cepat kenangan diantara mereka terulang di pikiran Dela. Cara Ezra memperlakukan dirinya selama ini
Senyum yang selalu ia pancarkan pada siapa saja, pria pertama yang menyelesaikan semua masalahnya akan mengungkap hubungan ini, semakin lama memikirkannya Dela semakin tak rela melepas pria ini pergi.
Tiba-tiba ia merasa amat lemah dan tak ingin melepaskan Ezra rasa takut berkecamuk membuat Dela menitihkan air yang tak ia duga mendarat di pipi Ezra.
Ezra terkejut melihat Dela yang menangis di sampingnya, ia refleks memeluk Dela mengusap punggungnya berusaha membuat Dela nyaman."Tak apa, aku ada disini semuanya akan baik-baik saja," ucapnya dengan lembut membuat Dela memeluk Ezra dengan erat tak ingin pria yang mengenalkannya kembali dengan cinta pergi jauh darinya.
Ezra tak tahu apa yang membuat Dela tiba-tiba menangis tapi, apapun alasannya ia hanya ingin menjadi satu-satunya laki-laki yang menjadi tempatnya berteduh memberikannya secercar cahaya di tengah gelabnya kehidupan.
"Sekarang jelaskan ada apa?" Tanya Ezra dengan lembut setelah air mata Dela reda.
"Aku baik-baik saja, hanya sedikit mengingat masa lalu," Dela tak ingin membuat Ezra ragu untuk mengejar kariernya.
Ezra berdiri. Berpindah, tepat di depan Dela mengangkat dagu gadisnya untuk menatap matanya. "Katakan," ucapnya singkat tapi, meninggalkan bekas. Di dudukannya Dela di atas kasur memberikan posisi senyaman mungkin bagi gadisnya.
"Tidak, hanya saja aku tidak tahu jika kita akan se-akrab ini. Aku bahkan tidak menyangka jika aku amat mencintai kakak padahal awalnya aku hanya ingin belajar dan sekarang malah-"
Ezra membungkam Dela dengan sebuah kecupan hangat di dahi membuat air mata Dela muncul kembali. Dela menarik jaket coklat Ezra lalu memeluk pria itu amat erat.
"Mengapa aku tiba-tiba amat emosional???" Gumam Dela di tengah tangisnya membuat Ezra tersenyum lalu membalas pelukan Dela lebih erat.
Ia tahu jika saat ini Dela sedang di hadapkan dengan pilihan yang sangat sulit, Dela sebenarnya belum siap berpisah sama dengannya akan tetapi, Dela tak ingin menjadi alasan tertundanya impian Sang kekasih.
Berjam-jam mereka habiskan untuk meluapkan emosi tanpa harus berbicara membiarkan hati mereka yang berbicara dan saling menenangkan hingga waktu berlalu amat cepat yang membuat mereka tak sadar jika tidur sambil saling berpelukan, hingga senja tiba.
"Dela, bangun!" Tegur ibu Dela membuat Dela terperanjat dari tempat tidur.
"Apa yang terjadi?!" Ucap Dela asal.
"Sudah jam 17:20 makan, gih!"
"Kak Ezra udah pulang?!"
"Belum, dia ada, tuh di bawah lagi makan sama bapak!"
"Yaudah, ibu turun ajah, Dela nanti nyusul mau mandi dulu," ucap Dela berjalan ke kamar mandi.
Saat tiba di bawah Dela langsung bergabung makan bersama keluarga kecilnya. Rasanya seolah-olah ia dan Ezra telah menikah bagaimana tidak, Ezra selalu menghabiskan waktunya di rumah kecil ini yang membuat kedua orangtuanya amat senang akan kehadiran satu-satunya lelaki yang mendapat kepercayaan dari orang tua Dela akan tapi, hal itu tak akan bertahan lama mengingat Ezra akan segera pergi. Tak ada lagi suara canda tawa Ezra yang menggema di ruangan ini selama lima tahun. Apakah ia dan keluarganya siap? Memikirkannya saja membuat hatinya pilu.
"Aku pulang dulu, ngomong-ngomong seminggu lagi aku bakal pergi jadi, kamu mau-kan jalan-jalan sama aku?!" Ajak Ezra di ambang pagar rumah Dela.
"Tentunya dia mau nak, asal ada izin!" Sahut Ayah Dela yang sudah tahu tentang karier Ezra.
"Ayah dan ibu udah tahu?"
"Iya, sengaja aku kasih tahu biar kamu enggak ada beban pikiran. Mau enggak mau, aku harus pergi,kan?! Jangan siksa diri kamu Del, ini semua bukan salah kamu apapun keputusan aku, aku akan tetap jadi milik kamu di kehidupan ini atau nanti!" Ucap Ezra mengusap rambut Dela lembut lalu masuk ke dalam mobilnya.
Perkataan Ezra benar-benar membekas di hatinya. Yang orang katakan benar, bahwa cinta dapat mengubah segalanya. Sekarang Dela merasakannya bukan sebatas di dalam cerita novel yang ia baca dan buat kini, ia merasakan betul bagaimana rasanya dimensi ruang dan waktunya berubah secara perlahan sejak pria yang membawa cinta itu datang dalam hidupnya.
Tak terasa hari demi hari menipis membawa Ezra di depan bandara bersama keluarganya dan sosok Dela yang selama ini menjadi penyemangat tersendiri dalam hidupnya. Lambaian tangan Dela mengiringi langkah Ezra, mengirim pria itu ke tempat yang tepat untuk membangun kariernya yang tak boleh di halangi oleh cintanya.
Beberapa bulan berlalu Dela masih sering berhubungan dengan Ezra lewat dunia maya yang menjadi alasan menipisnya jarak rindu antara mereka tapi, siapa duga beberapa tahun kemudian hubungan mereka mulai di beri jarak oleh sang pencipta. Kesibukan masing-masing menjadi alasan utama mereka jarang saling menghubungi. Mereka sama-sama fokus untuk mengejar karier agar dapat saling bahu membahu di masa depan.
"Tiara, kabar kak Ezra gimana sekarang? Akhir-akhir ini chat gua enggak di bales. Dia enggak sakit, kan?!" Tanya Dela lepas mengirim pesan singkat kepada Ezra selama seminggu dan belum juga di balas.
"Ah, itu jadwal Ezra padat banget jadi dia enggak bisa kabarin Lo untuk saat ini!" Ucap Tiara buru-buru pergi menyusul Laras yang pergi.
Hari ini adalah bertepatan dengan 4 tahun 6 bulan Ezra pergi meninggalkannya dan hari ini pula reuni Dela dan teman-temannya setelah tiga tahu kelulusan mereka.
Berpisah bukan berarti menjadi alasan mereka tak dapat bertemu, hubungan persahabatan yang membawa mereka bertemu tiap saatnya. Dela dan Alea memilih jurusan dan di terima di universitas yang berbeda.
Alea masih sering datang ke rumah begitu pula sebaliknya. Akan tetapi akhir-akhir ini Dela sibuk mengurus dokumen beasiswa luar negeri terutama Korea. Tempat Ezra berada. Ia juga merencanakan hal ini bersama Alea meski, mereka akan terpisah jurusan setidaknya mereka berada di satu universitas yang sama.
Harapan Dela masih cukup besar untuk Ezra, ia masih berharap bertemu atas nama rindu yang mengoyak jiwanya secara perlahan-lahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Goresan tinta TAMAT✓
General FictionCinta pertama telah meninggal dirinya Lika liku hidup yang penuh kejutan ujian silih berganti datang menjabat tangannya yang dingin di saat semakin tingginya panas global. Menemukan cinta setelah sekian lama berharap pada satu janji yang pada akhirn...