13. My Strong Mother

16.8K 2.6K 57
                                    

Lika sengaja bangun agak siang, tidak seperti biasanya yang bangun pukul empat saat hari kerja, minggu pagi ini, Lika baru bangun pukul enam.

Di tengah-tengah kesibukannya kerja di rumah sakit, Lika juga harus mengurus keperluan dan pekerjaan rumah.

Bardi melarang terlalu banyak orang asing di rumah mereka, itulah kenapa keluarga Shalika tidak mencari asisten rumah tangga.

Kecuali bik Lusi yang sengaja Lika minta untuk merawat Kartika, saat pagi hingga sore hari, selama perempuan itu bertugas di rumah sakit.

"Ibu?" Shalika mematung di anak tangga, sesaat setelah menemukan ibunya sedang berkutat di dapur.

Tidak seperti biasanya saat masuk ke dapur dengan suasana sepi, kini Shalika dibuat bingung dengan kegiatan yang kartika lakukan.

Semenjak sakit, wanita itu hampir tidak pernah keluar kamar jika tidak diajak. Tapi pagi ini, Kartika tampak segar dengan rambut rapi yang tentu membuat Lika semakin heran, padahal seingatnya, sang ibu akan mengamuk jika ada yang menyisiri rambutnya.

"Ibu?" Panggilnya pelan.

Kartika menoleh dengan raut wajah takut. Lika berjalan menepis jarak yang tercipta. Tangannya mengusap rambut sang ibu.

"Ibu ngapain di dapur sepagi ini?" Dengan jemari yang sedikit bergetar, Kartika menunjuk ke arah panci yang berisi air penuh.

"Itu apa Bu?"

"Ibu membuat bakso." Ujarnya pelan sambil memainkan sendok di tangannya.

Shalika tersenyum tipis, sejak dulu sang ibu memang sangat menyukai bakso. Bahkan Lika sampai menampung butiran bakso di rumah. Setiap hari dia akan memasak bakso khusus untuk Kartika.

"Lika kan bisa buatin untuk ibu.."

"Sebaiknya ibu istirahat, ini masih pagi." Ujarnya membuat Kartika menggeleng cepat.

"Ini bakso untuk Panji." Lika tertegun dengan jawaban wanita di hadapannya.

"Panji nggak ada di sini Bu." Kartika sontak melotot.

"Panji di-dimana?"

"Panji di rumahnya." Jawab Lika sabar.

"Tapi ibu mau masak untuk Panji." Wajahnya berubah sendu.

"Ya sudah, sini Lika bantu. Nanti biar Lika anterin bakso ini ke rumahnya." Kartika tampak bernafas lega.

"Kenapa ibu mau masak untuk Panji?" Tanya Lika di sela-sela kegiatannya. Sang ibu tampak bersemangat, bahkan meski bertahun-tahun tidak memasak, wanita itu masih hafal bumbu bakso yang diperlukan.

"Ibu mau kasih makanan untuk orang baik." Lika tertawa pelan. Jawaban yang terdengar aneh diucapkan oleh Kartika, yang nyatanya sedang tidak dalam kondisi baik. Tapi Lika bisa memastikan, ini adalah bentuk kemajuan sang ibu dan dia optimis Kartika akan sembuh.

Hampir satu jam keduanya berkutat di dapur. Lika senang, bertahun-tahun perempuan itu tidak merasakan moment ini bersama Kartika. Rasa rindunya seperti terbayar lunas, meski sang ibu belum pulih sepenuhnya.

"Ibu menyisir rambut?" Lika berkaca-kaca saat kembali mengusap pelan rambut Kartika.

"Ibu tidak cantik." Ujar Kartika sembari menatap Lika dengan tatapan sedih.

"Ibu cantik kok, siapa yang bilang tidak cantik biar Lika marahi orangnya." Kartika hampir menjawab, namun tatapannya tiba-tiba meredup. Tangannya digenggam kuat-kuat seperti ketakutan.

Lika mengikuti arah pandang sang ibu yang berhenti di ambang pintu dapur. Sang ayah berdiri di sana sembari memperhatikan kegiatan anak dan istrinya.

Not a Crazy LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang