"Gue akui, kemajuan lo sangat pesat!" Panji baru saja keluar dari mobil, langkahnya langsung dihadang Redo yang entah sejak kapan sudah berdiri di depan gerbang tempat tinggalnya.
"Dari mana bang Alfa tahu tempat tinggalku?" Tanyanya bingung.
"Tempat tinggal lo? Eh, benalu, ternyata otak lo licik juga ya. Nggak cukup manfaatin Shalika biar bisa keluar dari rumah sakit, sekarang manfaatin keluarganya juga biar bisa numpang hidup di rumah Arfan."
Panji menghela nafas lalu berjalan membuka kunci gerbangnya.
"Masuk bang, ngobrolnya di dalam aja, nggak enak kalo ada tetangga lewat." Laki-laki itu mempersilakan dengan sopan.
"Nggak perlu, gue nggak mau menginjakkan kaki di tempat tinggal laki-laki yang suka memanfaatkan orang lain!" Tuduh Redo, Panji masih berusaha sabar.
"Maaf bang, aku nggak numpang hidup di keluarga Shalika. Selama tinggal di sini, aku bayar sewa setiap bulannya." Sebenarnya, Panji tidak ingin menjelaskan hal ini pada sang kakak. Tapi tuduhan Redo cukup
"Alah! Kaya punya duit lo."
"Aku kerja bang."
"Kerja apaan baru beberapa bulan keluar rumah sakit jiwa udah bisa punya mobil dan sewa rumah mewah ini. Gue rasa lo lebih nggak mungkin kaya secepat itu."
"Sebenarnya, tujuan bang Alfa ke sini mau apa?"
"Kalo cuma mau hina aku, sebaiknya abang pulang. Aku masih banyak pekerjaan." Panji hampir berlalu saat Redo menarik kemejanya dengan kasar.
"Jangan mentang-mentang lo udah punya segalanya, lo berlagak kuat di depan gue. Inget Nji, sampai kapanpun lo itu hanya orang gila!"
"Makasih bang, tanpa bang Alfa mengucapkan itu berkali-kali, aku sudah sadar diri." Panji melepas tangan Redi di kemejanya.
"Huh, sombong banget lo sekarang! Baru dapat bekas gue aja udah belagu." Panji menghentikan langkahnya lalu menoleh ke arah Redo.
"Maksud bang Alfa apa?"
"Alah, sok-sokan nanya. Lo perlu tahu, gue sama Shalika itu udah lama menjalin hubungan! Kita bahkan merancang pernikahan, jadi bukan hal aneh lagi kalo gue dan dia udah sama-sama tahu luar dalamnya kaya apa!"
"Jadi jangan heran, kalo lo dapatin dia udah dalam kondisi nggak utuh!" Raut wajah Redo menyiratkan kemenangan saat berhasil membuat aura marah dalam diri Panji berkobar.
Laki-laki itu sontak mencengkeram kerah baju Redo dan melayangkan bogem mentah ke wajahnya.
Redo tersungkur sembari tertawa angkuh.
"Kenapa lo pukul gue? Kecewa karna Shalika nggak pernah bilang apa yang udah terjadi di antara gue dan dia."
"Dengar ya Nji, kalo dia nggak pernah jujur, itu artinya lo nggak perlu berharap lebih. Bisa jadi dia hanya setengah hati jalan sama lo."
"Bang Alfa boleh menghina aku dengan kata-kata apapun yang bisa membuat bang Alfa puas."
"Bahkan ketika bang Alfa merebut semua harta yang seharusnya menjadi hakku, aku nggak pernah mempermasalahkan."
"Tapi bang Alfa tidak bisa seenaknya merendahkan Shalika seperti itu di depanku."
"Apapun yang terjadi di masa lalu kalian tidak akan berpengaruh pada perasaanku terhadap Shalika."
"Dia berhak menyimpan aibnya rapat-rapat dari aku, toh bukan hakku juga untuk bertanya-tanya hal sepribadi itu padanya."
"Jangan sok suci lo!"
"Bang Alfa juga jangan sok tahu tentang hubungan kami!"
"Lo akan menyesal."
"Aku nggak akan biarin bang Alfa menyakiti Shalika." Redo langsung pergi dari depan tempat tinggal Panji, dada Panji bergemuruh menahan amarah yang berusaha dia tahan.
Munafik jika ucapan Redo tadi tidak mengusik benaknya. Tapi Panji tetap percaya, Shalika adalah perempuan yang baik. Apapun yang ada pada dirinya, Panji tetap mencinta perempuan itu dengan sepenuh hati.
_______________
KAMU SEDANG MEMBACA
Not a Crazy Love
Romanzi rosa / ChickLit[CERITA LENGKAP] "Besok, kalo udah mentok dan nggak ada laki-laki yang mau serius sama lo, cari gue!" "Hah.. Maksudnya?" Alih-alih menjelaskan apa maksud ucapannya, dia justru pergi begitu saja. ................................. Di da...