"Saya sering mendengar kata-kata yang intinya seperti ini, di balik laki-laki sukses, ada perempuan hebat yang mendukungnya serta menemani dalam kondisi apapun." Ujar Panji menuju akhir sambutannya.
Semua orang tertegun dengan cara bicara laki-laki itu. Pelan, tenang, tapi tampak ingin menegaskan sesuatu di dalam dirinya.
"Kata-kata sederhana, yang mungkin mudah sekali diucapkan siapapun."
"Tapi untuk saya, kata-kata itu seperti mantra luar biasa. Yang benar-benar saya rasakan kebenarannya." Panji menjeda ucapannya sejenak. Lalu mengedarkan pandangan ke sudut ruangan.
"Di pojok ruangan sana, ada seseorang yang sedang tersenyum manis ke arah saya. Perempuan yang mampu merubah hidup saya. Hingga hari ini, saya bisa berdiri tegak di hadapan kalian semua." Shalika tersipu setelah berhasil menjadi pusat perhatian para tamu undangan.
"Perkenalkan, dia Shalika istri saya." Ujar Panji bangga.
Tepuk tangan riuh saling bersahutan memenuhi aula. Hari ini, Panji mengadakan syukuran sekaligus peresmian perusahaan yang laki-laki itu dirikan.
"Dalam hidup, saya tahu bahwa sukses, kaya raya dan punya banyak uang, itu adalah impian semua orang."
"Dulu, saya juga berfikir demikian."
"Tapi setelah pencapaian ini, saya sadar, uang yang saya dapat mungkin bisa dipakai untuk membeli bangunan mewah guna tempat tinggal. Tapi saya tidak bisa menggunakannya untuk membeli keluarga, tempat di mana saya bisa pulang dan hidup nyaman di dalamnya."
"Dan di kesempatan ini, saya merasa begitu berharga, saat keluarga istri saya dengan senang hati hadir di tengah-tengah kita."
"Keluarga yang sangat berarti, yang selalu memberikan semangat hingga saya bisa meraih semua ini."
"Terima kasih ibu, ayah."
"Terima kasih kak Arfan, kak Fitri, Bang Minda dan kak Ayu."
"Tanpa kalian, Panji tidak mungkin menjadi seperti sekarang." Keluarga itu tidak berhenti mengulas senyum, bahkan Bardi yang punya watak keras pun sampai berkaca-kaca melihat kemajuan sang menantu.
Laki-laki yang pernah hampir tidak dia terima, laki-laki yang pernah dia hina dan disepelekan. Nyatanya justru membuat kehidupan keluarganya berubah drastis.
Terkadang, Bardi merasa begitu malu jika mengingat masa-masa itu.
Tepat setelah setahun menikah dengan Shalika. Usaha Panji semakin berkembang, dengan rejeki itu pula, Panji berhasil mendirikan perusahaan sendiri.
Meski masih perusahaan kecil, serta belum mampu merekrut pekerja dalam jumlah banyak. Shalika sudah sangat bangga dengan pencapaian sang suami.
Panji selalu semangat bekerja, tidak pernah sekalipun Lika mendengar keluhan sang suami. Meski perempuan itu tahu, perjalanan Panji mendirikan perusahaan ini tidak selalu mulus.
"Setelah ini, semoga kita bisa bekerja sama dengan baik." Ujarnya di akhir kalimat, sembari turun dari podium.
"Selamat pak Panji, semoga perusahaan ini akan semakin maju."
"Terima kasih pak Wahyu," Beberapa kolega yang lain ikut memberi ucapan atas pencapaian laki-laki itu.
"Sekali lagi terima kasih, silahkan menikmati acaranya."
Shalika dengan wajah berseri, menyambut langkah kaki sang suami yang berjalan mendekat ke arahnya.
"Selamat ya mas," Panji tersenyum, lalu mencium lembut kening sang istri. Tangannya mengusap perut Shalika yang semakin membuncit.

KAMU SEDANG MEMBACA
Not a Crazy Love
Literatura Feminina[CERITA LENGKAP] "Besok, kalo udah mentok dan nggak ada laki-laki yang mau serius sama lo, cari gue!" "Hah.. Maksudnya?" Alih-alih menjelaskan apa maksud ucapannya, dia justru pergi begitu saja. ................................. Di da...