"Shal," Panggil Panji sesaat setelah pintu rumah megah itu terbuka. Lika keluar dengan wajah pucat dan tampak lemas.
"Panji, kamu di sini? Bukannya hari ini ada meeting sama Riza?" Lika benar, Panji dan Riza memang sedang ada proyek bersama. Laki-laki itu membuatkan desain untuk pembangunan gedung baru kantor Riza.
"Aku udah meeting tadi pagi,"
"Mata kamu bengkak." Ujar Panji cepat setelah menjawab pertanyaan perempuan di hadapannya.
"Duduk dulu Nji, aku buatin kopi ya." Sela Lika seperti ingin mengabaikan ucapan laki-laki itu. Lika tampak memalingkan wajah, berusaha menghindari tatapan Panji.
Panji menurut lalu duduk di sofa ruang tamu, baru saja Lika ingin beranjak ke dapur, tangannya sengaja ditarik Panji dengan lembut.
Laki-laki itu membawa Lika duduk di sampingnya.
"Aku mau bikin minum dulu." Ujarnya.
"Semalam aku nggak bisa tidur saat kamu telfon sambil nangis, tapi nggak menjelaskan apa-apa. Kamu tahu, bahkan aku sampai datang ke rumahmu, hampir satu jam aku berdiri di depan pagar. Setelah memastikan semuanya baik-baik saja, aku baru pulang pukul tiga pagi tadi." Shalika terbelalak.
"Ka-kamu datang ke sini?" Panji mengangguk cepat.
"Kamu kenapa?" Pertanyaan itu diucapkan dengan sangat pelan, membuat Shalika kembali menangis.
Tangan laki-laki itu refleks mengusap bahu perempuan di sampingnya.
"Kalau kamu nggak mau cerita nggak pa-pa, tapi jangan buat diri kamu tersiksa dengan permasalahan yang kamu pendam."
"Kamu tahu Nji, semalam aku hampir saja membuat syukuran karna ayah mau mengunjungi ibu di ruangannya."
Lika berjalan cepat ke kamar sang ibu. Sudah menjadi kebiasaannya, saat tiba pukul sebelas dia akan memeriksa kondisi Kartika di kamarnya. Membuka gembok, dan membiarkan pintu besi itu terbuka.
Pasalnya, sejak kondisi Kartika semakin tidak terkendali, Bardi memilih memasang gembok di ruangan khusus itu, untuk menghindari sang istri dari tragedi kabur-kaburan.
Namun, Lika merasa apa yang ayahnya lakukan sangat kurang manusiawi. Sehingga, dia memilih membuka gembok yang terpasang saat Bardi sudah tidur atau saat sedang pergi.
Setelah sampai di depan pintu, Shalika terpaku saat melihat Bardi memeluk Kartika di pojok ruangan.
Sang ibu menangis tersedu-sedu setelah Bardi mengucapkan kata maaf. Bahkan, Kartika tampak dengan waras mengeluarkan beban yang selama ini ia tahan.
Shalika hampir teriak kegirangan saat Bardi membawa Tika ke tempat tidur.
Wanita itu tidak melawan, tidak ada raut ketakutan di sana. Keduanya mulai tenang bahkan tampak berbincang ringan.
Hal yang selalu Shalika utarakan di setiap doa dalam sholatnya, dan akhirnya semua terkabul.
"Aku bahagia, setelah sekian lama ayah tidak berkomunikasi dengan ibu, semalam benar-benar membuat perasaanku lega. Bahkan aku sampai mengabadikan moment itu dengan kamera." Ujar Lika sembari tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not a Crazy Love
ChickLit[CERITA LENGKAP] "Besok, kalo udah mentok dan nggak ada laki-laki yang mau serius sama lo, cari gue!" "Hah.. Maksudnya?" Alih-alih menjelaskan apa maksud ucapannya, dia justru pergi begitu saja. ................................. Di da...