32. Ruly

57.4K 6.7K 505
                                        

Senyum lebar otomatis terkembang di wajahku ketika hakim menyampaikan penolakan atas eksepsi yang diajukan oleh pihak Pandu. Itu artinya pembelaan diri yang disampaikan Pandu ditolak dan sidang ini akan terus berlanjut.

The real war finally begins.

Aku menoleh ke sosok Ruly yang duduk di sampingku. Sama sepertiku, dia juga tersenyum puas.

Ruly mengangkat sebelah tangannya, dengan telapak tangan menghadap ke arahku. Sambil menahan tawa agar tidak mengganggu jalannya sidang, aku membalas ajakan untuk high five itu.

Bukannya segera melepaskanku, Ruly malah mengaitkan jari-jarinya di jariku. Genggaman tangannya terasa erat.

Selama beberapa detik, aku hanya bisa terpana saat melihat tanganku yang berada di dalam genggaman Ruly.

"Ini memang baru permulaan, tapi gue punya firasat pihak mereka enggak bisa apa-apa lagi." Ruly berbisik ke telingaku.

"Hah?" Aku tersentak. Serta merta aku mengalihkan tatapanku dari genggaman tangan Ruly dan mencerna ucapan Ruly barusan. "Jangan sesumbar, Rul."

"I know, but don't kill my happiness, partner," bisik Ruly lagi.

Aku memalingkan wajah ke sembarang arah. Mengapa pipiku terasa memerah seperti ini?

Perlahan, aku menarik tanganku. Ruly terkesiap, dan sepertinya dia baru menyadari sejak tadi sudah menggenggam tanganku. Dia pun melepaskanku, meninggalkanku dengan perasaan yang jadi campur aduk.

Mengapa aku malah merasa kecewa saat dia melepaskanku?

Aku menggeleng. Di tengah persidangan penting seperti ini, bisa-bisanya aku memikirkan hal lain?

"So, what's next?"

Ruly memeriksa berkas yang dimilikinya. Jarinya menunjuk satu nama, Baskara. "Gue belum berhasil membuat dia mau buka mulut. Calista bilang si Baskara ini bisa jadi saksi penting."

"Dia saksi yang dihadirkan pihak Pandu bukan?"

Ruly mengangguk. Nama Baskara baru mencuat ketika pihak Pandu mengemukakan nama itu sebagai salah satu saksi. Calista butuh waktu untuk mengingat siapa sosok Baskara yang dimaksud. Baru beberapa hari yang lalu dia menghubungi Ruly dan memberi tahu bahwa Baskara merupakan anak magang di studio milik Pandu dan ada di lokasi kejadian sewaktu Pandu melecehkan Calista untuk pertama kalinya.

"Ada yang dia sembunyikan. Feeling gue kuat banget, Ra." Ruly melanjutkan.

"Mungkin dia diancam sama Pandu."

"Exactly. Itu kecurigaan gue." Ruly melirikku. "Mau ikut ketemu Baskara?"

"Kapan?"

"Habis ini. Gue mau ke IKJ, dia ada kuliah siang ini. Enggak ada janji, jadi kali aja kalau dicegat dia lebih terbuka."

Aku membuka tab untuk memeriksa jadwalku. Sayangnya, aku sudah terlanjur ada janji untuk menjadi narasumber bagi mahasiswa di almamaterku dulu untuk tugas kuliah mereka. Aku pernah berada di posisi mereka, bertahun-tahun lalu, dan aku yakin mereka pasti sudah mempersiapkan diri untuk bertemu denganku. Meskipun ini hanya tugas kuliah, bagi mereka ini sangat penting.

Ruly melirik isi tab yang ada di pangkuanku. "Wawancara mahasiswa?"

Aku mengangguk.

"It's okay. Gue bisa sendiri."

Ini memang bukan bagian dari job desk yang menjadi tanggung jawabku. Namun, aku merasa bertanggung jawab penuh karena sudah menyetujui janji wawancara ini.

Partner with BenefitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang