38. My Tyra

77.1K 6.7K 621
                                    

Ruly mendorong tubuhku hingga terjajar ke dinding kaca apartemennya. Rasa dingin dari kaca itu membuatku berjengit. Sementara Ruly dengan lahap melumat bibirku, sedikitpun tidak memberi waktu kepadaku untuk bernapas.

Aroma tubuhnya mengacaukan penciumanku, membuatku tidak bisa memikirkan apa-apa selain menikmati cumbuannya. Juga sentuhannya di tubuhku.

Ruly mengarahkan tangannya untuk membuka kancing kemeja yang kupakai. Napasnya memburu seiring dengan nafsu yang kian menguasainya. Kancing itu cukup menyusahkan sehingga Ruly menariknya hingga kancing itu terlepas dan berterbangan.

Aku terkesiap, tapi tidak menyuarakan protes.

Ruly melepaskan bibirku sebelum beralih ke leherku. Gerakan tangannya yang membelai tubuhku terasa terburu-buru. Membuat kontrol diriku semakin melemah, dan aku pun sama terburu-burunya seperti Ruly.

Tanpa melepaskan cumbuannya di leherku, Ruly menarik paksa tali bra yang kupakai hingga payudaraku terbebas. Ruly merengkuhnya, dengan remasan yang terasa sedikit perih, tapi juga membangunkan seluruh sistem sarafku.

Mendadak, Ruly memutar tubuhku hingga membelakanginya. Dia mendesakku hingga menempel ke dinding kaca itu, sementara tubuhnya terasa begitu menguasaiku saat mendekapku dari belakang. Aku menelengkan wajah, memaparkan leherku di hadapannya dan langsung disambut Ruly oleh cumbuannya yang memabukkan itu.

I let out a soft moan when Ruly touched my bare skin with his warm hand.

Ruly beralih ke celana yang kupakai dan membukanya. Dia masih tergesa-gesa, seakan pakaian yang menempel di tubuhku adalah penghalang yang harus segera disingkirkan. Bunyi desir kain saat beradu dengan lantai menyadarkanku bahwa saat ini aku sudah menyerah sepenuhnya di hadapan Ruly.

"Fuck, Ruly!" jeritku, saat merasakan tepukan ringan di bokongku, diikutu dengan remasan yang membuat jantungku nyaris melompat keluar.

Di belakangku, Ruly hanya terkekeh. Suaranya terdengar serak, membuat naluriku jadi semakin menggila.

Ruly mengalihkan ciumannya ke punggungku. Dia menyusuri garis punggungku dengan bibirnya, memberikan getaran ke seluruh tubuhku seakan ada listrik ribuan watt yang tengah menyentrumku saat ini.

Aku bertumpu ke dinding kaca untuk menahan tubuh, karena kakiku tak ubahnya seperti jelly saat ini, tidak sanggup menopang tubuhku sendiri.

Ciuman Ruly terus turun hingga ke bokongku. Dia mencecapnya, memberikan rasa baru yang belum pernah kurasakan sebelumnya. Sementara jari-jarinya membelai kewanitaanku. Membuatku benar-benar kehilangan akal sehat.

Ruly kembali menyentakku ketika dia bangkit berdiri dan mendesakku hingga tidak ada jarak tersisa antara aku dan kaca ini. Dia merenggangkan kakiku, membuat kejantanannya yang sudah membengkak terasa membelaiku. Aku mengulurkan tangan dan menyentuh bagian depan celananya. Ruly mengerang ketika aku meremas kejantanannya, meski masih terhalang celana yang dipakainya.

Ruly melepaskan sentuhannya di tubuhku. Samar, aku mendengar bunyi ritsleting dibuka. Aku menahan napas saat Ruly meraih tanganku dan mengarahkannya ke kejantanannya.

"Ini, kan, yang lo minta?" tanyanya.

Aku mengangguk pelan. "Yes, Rul."

"Apa lagi yang lo minta?" bisik Ruly di telingaku, dengan suaranya yang serak dan berat itu.

Dengan kejantanannya yang berada di tanganku, hanya satu hal ini yang aku minta.

"Gue mau malam ini jadi salah satu momen yang enggak bisa gue lupain. Fuck me as hard as you can." Aku tidak peduli jika ucapanku barusan terdengar sangat mengiba.

Partner with BenefitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang