3. Shitty Things

78.1K 7.2K 305
                                    

"Saya bayar mahal-mahal bukan untuk dibela oleh pengacara enggak becus seperti kamu."

Aku hanya bisa tersenyum tipis sambil menunduk dan menerima semua caci maki itu. Walaupun sebenarnya darahku mendidih.

Dari sudut mata, aku melihat sosok David yang sedang tertawa mengejek. Ada raut kemenangan di wajahnya, membuatku semakin gondok saja.

"Saya mau bertemu Pak Tobing. Bisa-bisanya dia memberikan pengacara bodoh seperti kamu."

Wajahku refleks terangkat saat mendengar nama Bang Tobing. Itu tidak boleh terjadi. Dia tidak boleh melaporkanku kepada atasanku itu.

Bagi Bang Tobing, klien adalah segalanya. Termasuk klien kelas kakap seperti Abimana Hedrawan dan keluarganya, orang kaya yang hartanya tidak akan pernah habis tapi sangat sering terlibat masalah. Namun bagi kantorku mereka adalah anugrah besar. Semakin sering mereka membuat masalah, maka mereka akan selalu membutuhkan bantuan kami untuk mengeluarkan mereka dari masalah tersebut.

Walaupun aku bisa membela diri, tetap saja pembelaan diri itu tidak cukup kuat melawan kata-kata Hendrawan.

"Mas Abi tenang aja, ini baru sidang pertama. Mereka pun masih meraba-raba, jadi kesempatan kita masih terbuka lebar." Aku berusaha menenangkannya.

Abimana memasang kacamata hitamnya, membuat wajahnya yang sudah dingin itu tampak semakin angkuh.

"Saya tidak peduli caranya gimana, yang penting saya tidak akan mengeluarkan uang untuk perempuan jalang itu."

Aku mengangguk, hanya agar dia berhenti bicara.

"Dasar enggak becus," dengusnya, dan melenggang meninggalkanku.

Sepeninggal Abimana, aku terduduk di kursi. Ruang sidang ini sudah kosong. Seharusnya aku segera angkat kaki, sebelum petugas cleaning service mengusirku. Namun, aku ingin bertahan sedikit lebih lama lagi di sini.

Masih jelas bagaimana ekspresi meremehkan di wajah David saat melihatku. Dia langsung sesumbar, menganggap aku tidak berada di level yang sama dengannya. Dia sangat yakin akan memenangkan kasus ini.

Bukan hanya Abimana, aku pun ingin memenangkan kasus ini. Semata karena tidak ingin kalah dari David. Namun, untuk memenangkan kasus ini bukan hal mudah. Di atas kertas, Liberta memiliki kans lebih besar.

"Mbak, udah mau balik?"

Aku melirik Via, contract attorney yang bekerja denganku. Dia juga sama tidak bersemangatnya denganku. Kami menyiapkan pembelaan bersama, terlepas dari Abimana yang menyulitkan dan sama sekali tidak membantu. Via juga mempertaruhkan banyak hal di sini. Dia bisa saja kehilangan pekerjaan kalau Abimana sampai melapor ke Bang Tobing, padahal sebentar lagi dia bisa diangkat jadi junior attorney.

Aku mengumpulkan berkas yang kupunya dan bangkit berdiri, membuat Via mengikutiku.

"We need to think another way. Jangan sampai dia ngomong yang enggak-enggak ke Bang Tobing," ujarku.

"Aku dan Ilham akan cari data dan bukti baru. Untuk saksi, kayaknya kita enggak bisa ngelakuin apa-apa lagi, deh, Mbak."

Aku menarik napas panjang. Hanya orang gila yang mau bersaksi membela Abimana.

Terutama, orang gila yang mau dibayar untuk membuat kesaksian palsu.

Aku menggeleng. Itu cara terakhir dan aku sudah bersumpah untuk tidak akan mengambil cara itu.

Sepertinya nasib buruk masih berpihak padaku karena di parkiran, aku malah bertemu David. Dia melihatku lebih dulu, sengaja mengurungkan niat masuk ke mobilnya dan menungguku. Aku pun membiarkan Via pergi lebih dulu dan dengan berat hati menghampiri David.

Partner with BenefitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang