31. The Party Must Go On

64.1K 5.7K 260
                                    

"Kamu baik-baik aja, Ra?" Rayhan menunduk agar bisa menatap mataku.

Aku mengangguk sambil memalingkan wajah sehingga bisa menguap.

"Kayaknya sebentar lagi Mama selesai."

Aku mendengus. Tentu saja itu hanya harapan semata. Jika sudah bersama tanaman, Mama bisa lupa waktu.

Bukannya aku tidak suka menghabiskan waktu bersama Mama, tapi aku sangat capek. Beberapa hari terakhir berjalan dengan sangat cepat karena jadwal persidangan yang semakin dekat. Tadinya aku berencana akan beristirahat sepanjang siang sehingga nanti malam punya tenaga untuk datang ke pesta ulang tahun Maria. Namun, Mama sudah menyusun rencana lain.

Sepertinya Mama sudah tidak sabar dengan pergerakan hubunganku dan Rayhan yang berjalan lamban sehingga merasa wajib untuk ikut campur. Mama menyeretku ikut dalam perburuan tanaman ini. Rayhan sudah menunggu di mobilnya karena sebelumnya dia juga menjemput Mama yang menginap di rumah kakakku.

"Kamu mau yang mana, Ra?"

Aku terkesiap mendengar pertanyaan Mama. Yang benar saja Mama menyuruhku memilih tanaman? Paling tanaman itu hanya bertahan seminggu karena ketidakbecusanku.

"Kaktus aja," ujarku ala kadarnya. Aku pernah dengar kalau kaktus tidak membutuhkan perawatan yang rewel, sehingga cocok untukku.

"Ini kaktusnya lucu." Rayhan menunjuk pot berisi kaktus yang tidak begitu besar. He's right, kaktus itu lucu, bentuknya seperti batang yang bercabang. Aku sering melihatnya di film kartun berlatar gurun pasir.

"Ini kaktus saguaro, merawatnya enggak susah asalkan kena matahari yang cukup," ujar pemilik toko.

"Bisa ditaroh di meja kerjamu, kan dekat jendela, bisa kena matahari," ujar Rayhan lagi.

"Beli itu saja kalau begitu."

"Kan, yang mau beli tanaman itu Mama, kok jadi aku, sih?" protesku.

Mama mengambil pot yang disodorkan si penjual dan menyurukkannya ke tanganku. "Apartemenmu terlalu polos. Tanaman bagus untuk mempercantik tempat tinggal," ujarnya.

Aku teringat rumahku di Palembang yang setiap sudut di halaman dipenuhi oleh tanaman. Bahkan di dalam rumah juga ada. Sewaktu aku menikah dengan David, Mama memberikan hadiah berupa taman beserta tanaman untuk mengisinya. Baik aku atau David sama-sama tidak telaten sehingga taman kecil itu nasibnya sangat mengenaskan. Aku terpaksa membayar orang untuk mengurusnya karena Mama bisa ngamuk kalau melihat tanaman diperlakukan dengan tidak manusiawi.

"Sekalian beli buat di rumahmu juga, Rayhan," ujar Mama.

Rayhan tersenyum kecil. "Enggak usah, Ma," tolaknya.

Mama tentu tidak akan menerima penolakan. Dia langsung menunjuk satu pot berisi tanaman dedaunan hijau berukuran lebar. "Mau ini?"

"Gimana, Ra?" Bukannya menjawab pertanyaan Mama, Rayhan malah bertanya kepadaku.

Aku mengernyit. "Kenapa nanya aku? Kan, kamu bisa lihat sendiri tanaman itu cocok atau enggak?"

"Halamanmu seperti apa?" tanya Mama.

"Enggak begitu besar, Ma. Tapi ada bagian rooftop yang rencananya memang mau aku bikin jadi hanging garden," sahut Rayhan.

"Belum dibikin?"

"Belum ada waktu. Lagian, seleraku payah. Takutnya nanti malah bikin jelek." Rayhan tergelak.

Mama menepuk lenganku sambil tertawa. "Ajak Tyra aja. Sejak kecil Tyra sering bantuin Mama mengurus tanaman di rumah."

Partner with BenefitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang