35. Fire Inside You

61.5K 6.3K 367
                                    

Aku meregangkan tubuh, membuat otot-ototku yang letih merasa lebih lega. Ini baru Senin, tapi rasanya seperti sudah melewatkan banyak hari saking melelahkannya. Bertemu Baskara dan mengetahui latar belakang tindakannya membuatku semakin ingin meledak saja.

He did it for money. Awalnya seperti itu. Dia memiliki bukti nyata tindakan Pandu, dan menjadi senjatanya untuk memeras Pandu.

Namun, setidaknya dia masih memiliki sedikit saja akal sehat. Ketika kasus Calista bergulir, Baskara mengaku dia jadi bimbang untuk maju dengan kesaksiannya atau tidak. Namun, dia kembali bungkam ketika pihak Pandu memaksanya menjadi saksi yang akan meringankan fotografer sialan itu. Tentu saja, bayarannya adalah uang. He need it, untuk menjamin kelangsungan biaya hidup seluruh keluarganya.

Baskara sudah berjanji kepada Pandu, sebelum Ruly menemukannya.

Namun, dia kembali tergelitik ketika sahabat baiknya mengaku sebagai korban, lengkap dengan bukti pendukung. He's in love with her. Cinta itu mengembalikan akal sehatnya, sehingga dia menemui Ruly.

Dan menyerahkan bukti perkosaan terhadap Dianis kepada Ruly.

Sahabat baiknya juga datang sore tadi, dan siap memberikan kesaksian untuk melawan Pandu.

Sementara Ruly memiliki ide lain. Dia tetap menyuruh Baskara berpihak kepada Pandu, dan mengungapkan semua kebenaran di persidangan. Dengan begitu, Pandu akan dikhianati oleh saksinya sendiri.

Kemenangan itu terasa semakin nyata. Namun, aku mengingatkan diri untuk tidak jumawa. Pengacara yang membela Pandu terkenal licik, dia pasti sudah punya banyak rencana cadangan jika rencana utamanya tidak berhasil. Termasuk, cara-cara licik yang tidak diduga.

"Urusan culas, itu bagian gue. I used to think like them, so I know how to handle their dirty jobs." Ruly memperingatkanku. Dia memang punya pengalaman yang jauh lebih banyak dariku, dan ayahnya juga pasti akan membantunya. Namun, aku tetap memperingatkan Ruly untuk tidak ikut memakai cara kotor.

Aku membawa dokumen yang selesai kucetak berisi pernyataan Baskara, juga strategi yang akan kubahas dengan Ruly. Namun, ruangan itu kosong. Dia memang ada urusan sore tadi, tapi sampai semalam ini dia tidak kembali ke kantor.

Aku membawa dokumen itu kepada Beth. Besok, aku ada jadwal ketemu klien di luar kantor sehingga baru akan kembali selepas makan siang. Beth akan bertemu Ruly di pengadilan besok pagi, jadi aku bisa menitipkan dokumen itu kepadanya.

Namun, Beth juga tidak ada di mejanya.

Sialnya, aku malah bertemu Lola. Entah apa yang dilakukannya bersama para junior, tapi tawa mereka terdengar lantang di tengah ruangan yang sunyi ini.

"La, lihat Beth enggak?"

Lola refleks memasang wajah masam saat melihatku. Dia mengangkat bahu acuh.

Aku meletakkan dokumen itu di atas meja Beth, lalu menuliskan pesan di atas post it agar dia tidak lupa menyerahkan dokumen itu kepada Ruly besok.

"La, nitip ya bilangin Beth soal dokumen ini. Thanks."

Sekali lagi, Lola hanya menatapku acuh.

Whatever. Aku sudah cukup dibuat pusing oleh kasus yang kutangani. Lagipula, aku teringat peringatan Ruly, aku harus 100% fokus dengan kasus ini sehingga urusan Lola yang cemburu seharusnya tidak perlu dipusingkan.

**

Ada puluhan panggilan tak terjawab ketika aku mengeluarkan ponsel setelah menyelesaikan janji temu dengan klienku. Panggilan dari Ruly. Juga puluhan pesan yang mempertanyakan di mana keberadaanku.

Partner with BenefitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang