PROLOG

218 10 6
                                    

Sama seperti malam-malam sebelumnya, malam ini sungguh sepi. Teramat sepi. Semakin sepi. 

Langit gelap, entah apakah sama gelapnya disana. 

Selama berjam-jam ia hanya berdiri di tepi kolam memandangi air yang tenang seperti cermin gelap dengan pantulan cahaya lampu yang seolah menari-nari. Sudah seminggu ini Jakarta selalu diguyur hujan setiap malam. Hujan yang selalu akan turun dimulai pukul 01.00 sampai setidaknya dua jam kemudian. Ia tahu, karena ia tidak pernah melewatkannya satu malam pun. Meskipun hanya satu detik. 

Namun ia berdiri mematung bukan ingin menunggu hujan. Tidak. Ini adalah pertama kalinya ia keluar setelah satu minggu terakhir ia hanya berdiam diri di kamar. Bukan tidur. Ia sangat ingin tidur, tapi tidak bisa. Entah sudah berapa puluh pil tidur ia telan tapi tidak cukup untuk membuat tubuhnya merasakan kantuk. Ia sangat ingin tidur dan berharap bisa melupakan sejenak semua rasa sakitnya. 

Selain rasa sakit yang teramat menyayat-nyatat, ia sebenarnya sudah tidak bisa merasakan apa-apa lagi. Kantuk, lapar, haus, panas, dingin semuanya kecuali rasa sakit di hatinya. Benarkah Tuhan tidak akan memberi ujian kepada hambanya diluar batas kemampuannya? Jika benar, bagaimana dengan orang-orang yang akhirnya menyerah karena tidak sanggup menahan segala macam cobaan yang mendera mereka? Ia sudah berkali-kali bertahan namun ujian itu terus datang, kali ini bahkan tanpa ampun. Apakah kali ini ia akan mampu melewati semuanya? Apakah sudah saatnya ia menyerah? Haruskah ia menyerah? 

Ia memandang ke bawah, ia hanya perlu merasakan sakit sedikit lagi di dalam sana, setelah itu ia tidak akan merasakan apa-apa lagi termasuk rasa sakitnya. Tidak akan pernah. 

BEFORE WE FALLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang