ADA YANG KEMBALI

24 4 0
                                    

Ami mengerjap-erjapkan matanya pada dokumen yang baru saja diserahkan kepadanya seolah tidak percaya dengan apa yang tengah dilihatnya. Ia lantas menatap Alex yang saat itu sedang mengobrol dengan seseorang di ruang ganti dan bertanya-tanya bagaimana ia harus mengatakan semua ini padanya.

Di dokumen yang sedang ia pegang tertulis nama Coraline Maya Joseph sebagai rekan kerjanya dalam proyek iklan yang pengambilan gambarnya akan mulai dikerjakan minggu depan. Ami sepenuhnya mengetahui siapa Raline dan apa pengaruhnya terhadap Alex. Ia mengetahui sejarah itu bukan dari Alex secara langsung tentu saja, melainkan dari manajer sebelumnya. Ia diperingatkan untuk tidak menyebut nama perempuan itu dalam hal apapun dan ia berhasil melakukannya selama ini. Namun sekarang ia malah, dengan cerobohnya, mengantarkan Alex pada perempuan yang namanya saja tidak boleh disebut itu.

Tapi sebenarnya ini sama sekali bukan kesalahannya. Sebelum penandatangan kontrak ia sudah membaca semuanya dengan cermat dan sama sekali tidak disebutkan nama Raline disana. Namun ia tidak pernah berpikir bahwa ada dokumen kontrak lain yang memang tidak perlu diketahui olehnya, dokumen kontrak dengan pihak agensi yang menaungi Raline tentu saja. Yang membuat ia merasa ceroboh adalah ia tidak bertanya apakah di proyek ini Alex dipasangkan dengan artis lain atau tidak. seandainya ia mengetahui hal ini dari awal, ia sudah pasti akan menolak tawaran kerjasama ini. Yang menjadi masalah, ia sudah tidak bisa memutuskan kontrak secara sepihak begitu saja tanpa ada alasan yang jelas dan masuk akal. Ya ampun... kenapa ada-ada saja masalah belakangan ini?

***

"Ada apa, Mi?" tanya Alex tiba-tiba membuat Ami yang memang sedang melamun langsung mengerjap kaget. Ia membuka mulut untuk mengatakan sesuatu namun tidak jadi. Ia benar-benar tidak tahu bagaimana memberitahunya.

Melihat wajah Ami yang pucat, Alex menyipitkan kedua matanya lalu tangannya terangkat dan ditempelkan pada kening manajernya itu.

"Nggak panas," Gumamnya. "Lo kenapa?" Tanyanya sekali lagi.

"Anu itu mas," Ami menelan ludahnya mendapati ia belum menemukan kata-kata yang tepat di pikirannya. "Sebelumnya gue minta maaf, gue bener-bener nggak tahu bagaimana ini bisa terjadi. Gue baru baca kalau-" Ami menghentikan kalimatnya. Mulutnya benar-benar kelu.

"Apa?"

Ami baru saja mendapatkan keberanian penuh untuk mengatakan yang sebenarnya pada Alex saat tiba-tiba seseorang berseru dari arah belakangnya.

"Bro, lo masih ingat Raline?"

Ami langsung terpaku di tempat mendengar suara bernada ringan itu. Ia tidak sadar menahan napas saat melihat reaksi Alex yang langsung berubah seratus delapan puluh derajat. Ia tidak melihat gerak gerik yang berlebihan, hanya wajah tegang nan dingin yang bisa membuat sekitarnya langsung membeku. Beberapa orang yang tadinya sibuk dengan urusannya masing-masing otomatis menghentikan kesibukannya dan langsung menatap sang pemilik suara dengan ekspresi kaget sekaligus terkejut. Ruangan ini sudah menjadi ruangan pribadi Alex selama bertahun-tahun, jadi hampir semua orang yang sehari-hari menghabiskan waktu di sini sudah tahu sejarah kelam itu dan aturan tersirat yang berlaku sejak dulu.

"Kenapa kalian menatap gue seperti itu?" tanya laki-laki itu saat melihat mata-mata yang menatapnya dengan tatapan seolah dia telah melakukan kesalahan besar. Seseorang yang sedang berdiri di dekat meja rias menggelengkan kepalanya ke arah si laki-laki dengan gerakan lemah berusaha menyampaikan bahwa dia telah melakukan sesuatu yang terlarang.

"Kalian semua kenapa?"

Namun rupanya dia tidak menangkap maksud yang berusaha disampaikan.

"Ya, Coraline. Tentu saja gue masih ingat," Alex menjawab dengan wajah yang menatap Ami tajam sebelum akhirnya memutar tubuhnya ke arah si laki-laki dan bertanya dengan nada yang dibuat senormal mungkin, "Kenapa?"

BEFORE WE FALLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang