PADA AKHIRNYA

8 3 1
                                    

Alex sedang duduk di executive lounge di dalam terminal 3 Bandara Internasional Soekarno Hatta ketika seseorang datang menghampirinya. Alex mengalihkan pandangannya dari majalah yang sedang dibacanya ke arah seorang laki-laki berpakaian batik rapi di depannya.

"Sudah semua?" tanya Alex.

Laki-laki itu mengangguk mantap. "Beres." Lalu ia menyerahkan sejumlah boardingpass pada Alex. "Lo cek dulu siapa tahu ada yang salah."

Alex menurut.

Namanya Bramantya. Teman baik Alex semasa kuliah yang saat ini bekerja sebagai Supervisor di salah satu maskapai penerbangan internasional yang sebentar lagi akan membawa Alex dan beberapa anggota keluarganya terbang meninggalkan Indonesia menuju ke Paris. Dia yang bersikeras membantu Alex mengurusi semua keperluan Alex dan keluarganya dari check in sampai bagasi yang banyaknya bikin sakit kepala.

"Oke... aman Bram." Alex berdiri lalu memeluk Bramantya. "Thank you sudah mau gue repotin. Pusing banget ya ngurus bagasi sebanyak itu."

Bramantya terkekeh di pundak Alex lalu melepaskan pelukannya. "Santai, Lex. Sudah jadi kerjaan gue sehari-hari." Ujar Bramantya enteng. "By the way... gue mau ngucapin selamat akhirnya lo nikah juga sama Oline. Jodoh emang nggak kemana ya."

Alex mengangguk sambil tersenyum kecil. "Lo nggak lupa kan hari dan tanggalnya?" Alex bertanya mengingatkan.

"Ami sudah nelepon gue kok, kita berangkat bareng. Pokoknya hari H gue sudah di TKP." Bramantya lalu mengedarkan pandangannya. "Yang lain mana?"

"Masih di hotel, biasalah perempuan." Alex mengibaskan tangannya. Oline, Mitha dan ibunya masih bersiap-siap di hotel bandara tempat mereka singgah karena mereka sengaja menunggu di bandara dari pada terkena macet di jalan. Ayah mereka menyusul besok bersama rombongan lain karena ada tugas yang tidak mungkin ditinggalkan.

Tepat pada saat itu terdengar suara dari alat komunikasi radio yang dipegang oleh Bramantyo. "On my way." Ujar Bramantya sambil mengarahkan alat itu ke mulutnya.

"Gue harus pergi sekarang." Bramantya menjabat tangan Alex. "Safe flight."

Alex balas menjabat tangan Bramantya dan menepuk punggungnya beberapa kali sebelum Bramantya pergi.

Alex baru akan menyruput kopinya ketika tiba-tiba saja Oline menghampirinya dengan memasang wajah cemas. Tidak ada tas apapun yang dibawanya.

Alex otomatis berdiri. "Ada apa?"

Oline menyerahkan ponsel Alex yang dipegangnya. "Ada yang ingin bicara sama kamu,"

Alex menerima ponselnya dengan tatapan yang tak lepas dari wajah Oline yang terlihat cemas, khawatir bercampur takut.

"Nak Alex, ini saya."

Wajah Alex langsung berubah begitu mendengar suara dari ujung sana. Ayah Ken. Perasaan tidak enak langsung menyergapnya.

"Kami kehilangan kontak dengan Ken. Seharusnya dia ke Bangkok dengan Surya kemarin tapi dia membatalkan perjalanannya dan belum kembali ke rumah sampai sekarang." Suara di ujung sana terdengar tenang namun tetap saja membuat jantung Alex kehilangan ritmenya. Ken menghilang lagi?

"Terjadi sesuatu dengan Ken?" Alex bertanya cemas. Sejenak lupa bahwa Oline sedang berdiri di sampingnya.

"Saya belum tahu." Jawab Ayah Ken. "Nak Alex, saya ingin meminta bantuanmu untuk yang terakhir kali. Saya sedang dalam perjalanan ke Jakarta karena lokasi terakhir ponsel Ken disana tapi butuh waktu untuk sampai di Jakarta. Jadi bisakah kamu –sebentar saja- ke rumah Ken untuk memeriksa keadaannya sampai saya tiba? Saya tahu seharusnya saya tidak menghubungimu tapi saya tidak tahu harus menghubungi siapa, saya khawatir-"

BEFORE WE FALLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang