CALON PEMBELI

54 7 2
                                    

Saat Ken tiba di ruang tamu, ia melihat seorang laki-laki tengah berdiri menatap foto dirinya dengan Handika yang dipajang cukup besar di salah satu sisi dinding di ruangan itu. Bukan foto pernikahan, melainkan foto candid saat mereka pertama kali menyambut kelahiran anak pertama mereka di rumah sakit. Handika dengan air mata yang keluar deras sedang mengumandangkan adzan di telinga anaknya yang berada di pelukan Ken. Anaknya yang lima menit kemudian langsung dipanggil oleh Yang Maha Kuasa.

"Halo," Sapa Ken pelan.

Laki-laki itu serta merta membalikkan badannya dan Ken tertegun untuk beberapa saat. Ken tertegun karena laki-laki itu memiliki mata yang sangat indah. Ken tidak tahu berapa lama ia terhipnotis oleh keindahan sepasang mata biru itu sampai kemudian ia melihat tangan yang terulur di hadapannya yang membuatnya seketika tersadar.

"Halo, aku Chris,"

Sapa laki-laki bernama Chris itu sambil terseyum lebar dengan mata biru yang berkilat-kilat senang. "Kamu pasti Mrs. Purboasmoro?"

Ken mengerjapkan matanya secara tidak mencolok lalu balas tersenyum sembari menjabat tangan calon pembeli rumahnya itu. "Ken, panggil saja Ken." Jawabnya.

"Senang sekali akhirnya bisa bertemu denganmu, Ken." Sahut Chris ringan. "Oh iya, sebenarnya aku datang dengan istriku, tapi dia sedang di toilet. Maaf seharusnya kami meminta izin padamu terlebih dahulu tapi karena dia sepertinya sudah tidak tahan lagi jadi-"

"Nggak apa-apa, Chris..." Ken memotong seraya tersenyum melihat laki-laki di depannya ini dengan perasaan tidak enaknya namun gerak-geriknya terlihat lucu. "Silakan duduk,"

Chris mengangguk lalu menuruti permintaan Ken, ia duduk di sofa diikuti Ken di belakangnya. Dua detik kemudian, seorang perempuan berjilbab merah muncul dari arah toilet. Wajah cantiknya agak terkejut saat melihat Ken sudah duduk di sofa dengan suaminya. Namun ia segera menghampiri Ken dan memperkenalkan diri.

"Hai, kamu pasti..."

"Ken," Ken menyahut cepat. "Panggil aku Ken saja."

Perempuan yang perutnya terlihat sedikit membuncit itu tersenyum lebar dan berkata. "Hai Ken, aku Diana. Senang akhirnya kita bisa ketemu."

***

"Rumahmu bagus banget, Ken..." gumam Diana seraya menyapukan pandangannya ke sekeliling. Saat itu ia dan Ken sedang duduk berdua di kursi malas yang terletak di dekat kolam renang yang berukuran sedang, setelah puas berkeliling selama satu jam. "Kenapa kamu mau menjualnya?"

Ken meletakkan gelas jusnya lalu menoleh ke arah Diana dan menjawab. "Starting a new life,"

Diana mengangguk pelan. Namun tidak berani bertanya kenapa Ken perlu memulai hidup baru. Menurutnya hal itu terlalu pribadi, apalagi ia dan Ken baru bertemu untuk yang pertama kalinya satu jam yang lalu. Sangat tidak elok rasanya jika ia menanyakan hal-hal yang bersifat pribadi.

"I kind of was just looking for a change,"

Diana menoleh saat Ken tiba-tiba melanjutkan kalimatnya dengan nada merenung. Tatapannya menerawang jauh. Dari luar Ken memang terlihat seperti perempuan mandiri yang tangguh dan berani. Namun entah kenapa Diana bisa melihat bahwa perempuan yang saat ini tengah duduk di sebelahnya itu sedang berada di persimpangan. Sebuah titik yang pernah dilewatinya juga. Bahkan ia pernah berada disana untuk waktu yang tidak sebentar.

"I always wanted to live in a small vilage, running small business and ..."

Ken menggantungkan kalimatnya lalu mendesah pelan, memikirkan angan-angannya tentang sebuah keluarga dengan kebahagiaan yang sempurna. "I'm sorry to talk nonsense, I think I got carried away..." Katanya kemudian saat akhirnya menyadari bahwa ia telah berbicara terlalu jauh.

BEFORE WE FALLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang