"Handika akan menceraikan Ken?" Dev bertanya kaget namun berusaha mengeluarkan suara sepelan mungkin supaya Ken di kamarnya tidak mendengar. Ia lantas berjalan ke arah beranda samping agar bisa lebih leluasa berbicara dengan ayahnya.
"Ayah yang menyuruhnya," jelas ayahnya di ujung sana.
Dev mendesah berat. Ia tahu kemungkinan ini sangat besar terjadi tapi tetap saja mendengar kata perceraian membuatnya gusar. "Apa ini jalan keluar yang terbaik?"
"Ayah rasa begitu."
"Apa tidak sebaiknya kita bicarakan dulu dengan Ken, yah?" usul Dev.
"Kita semua tahu bagaimana Ken. Dia tidak akan bisa memutuskan hal-hal seperti ini. Masalah ini harus segera diselesaikan, Dev. Ayah tidak mau Ken larut dalam penderitaan. Dia sudah cukup menderita selama ini."
Dev tidak langsung menanggapi. Ayahnya benar. Ken memang payah kalau urusan perasaan. Dari luarnya saja kelihatan garang akan tetapi jika ia sudah dihadapkan dengan masalah hati, ia akan lebih baik diam dan menghindar dan berharap semuanya akan membaik dengan sendirinya. Dev sadar masalah ini tidak akan membaik dengan sendirinya.
"Apa menurut ayah Ken akan menerimanya?"
"Ken harus menerimanya, mau tidak mau."
"Bagaimana kita memberitahu Ken? Pasti dia akan semakin hancur Yah,"
Dev mendengar ayahnya menghela napas berat di ujung sana. "Ayah tahu," gumam ayahnya. "Tapi mau bagaimana lagi? Ken akan semakin hancur kalau pernikahahan ini diteruskan karena keluarga Handika tidak akan pernah menghargainya lagi. Menurutmu Ken akan bahagia?"
Dev menggeleng. Tidak. Perpisahan sepertinya memang jalan keluar yang terbaik. Gagasan itu tiba-tiba membuat bulu kuduknya merinding.
"Kapan ayah pulang dari Singapura?"
"Rencananya siang ini. Setelah itu ayah akan langsung menemui keluarga Handika dan membicarakan semuanya. Kamu jaga Ken disana, Shinta biar ayah dan Lin yang jaga. Istrimu pasti akan mengerti situasimu."
Dev mengangguk mengiyakan perkataan ayahnya meskipun ayahnya tentu tidak melihat itu. "Pasti yah," katanya. "Ayah hati-hati."
Setelah memutus sambungan telepon, Dev melamun sejenak. Seandainya dulu ia tidak memberikan adik iparnya itu kesempatan, tentu semua ini tidak akan terjadi. Tapi itu sudah berlalu dan semua ini sudah terjadi. Yang sekarang ia harus pikirkan adalah bagaiman ia mengatakan semua ini pada Ken? Dev menekan-nekan pelipisnya dan membalikkan badannya hendak masuk ke dalam, saat itu ia melihat Ken sudah berdiri di ambang pintu.
Dev baru akan membuka mulut untuk mengatakan sesuatu ketika tiba-tiba Ken menyunggingkan senyum dan bertanya, "Mau aku bikinin sarapan mas? Aku lapaaaar..."
***
Dev tidak mengiyakan tawaran Ken yang mau membuatkan sarapan untuknya. Ia malah curiga dengan perubahan sikap adiknya yang drastis seolah tidak ada yang terjadi. Tentu saja ia senang melihat adiknya yang sudah bisa tersenyum pagi ini dengan penampilan sebagaimana Ken biasanya. Hanya sedikit ada lingkaran hitam di sekitar matanya namun itu sama sekali tidak meninggalkan kesan bahwa dia sedang depresi berat dan hampir saja melakukan percobaan bunuh diri. Namun ia juga merasa khawatir. Bagaimana Ken bisa berubah drastis dalam semalam?
Dev mengikuti Ken yang berjalan ke arah dapur.
"Ken, ada yang mau aku bicarakan," kata Dev hati-hati sambil duduk di kursi yang mengitari meja makan. Sementara Ken sedang sibuk membuka tiga bungkus mie instan sambil bersenandung pelan. Ya, Dev tidak salah dengar. Ken memang menyanyi meskipun tidak jelas lagu apa yang sedang dia nyanyikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
BEFORE WE FALL
RomanceHidup Ken penuh berkat yang luar biasa. Memiliki keluarga yang sangat menyayangi dirinya, suami yang tidak hanya tampan tapi juga mapan dan amat pengertian, serta sahabat yang gila yang akan selalu berada di sisinya apapun yang terjadi. But nothing...