Jakarta, dua hari kemudian.
Mereka bilang We never know the value of the moment until it becomes a memory.
Ken tidak menyangka kalau rumah yang telah ditempati selama hampir lima tahun ini akan segera jadi memori. Ya, setelah berdiskusi cukup panjang dengan Handika tentang rencana masa depan mereka, akhirnya mereka memutuskan untuk menetap di Bali untuk selamanya dan menjual rumah ini.
Terlalu banyak kenangan yang terlalu indah untuk dilupakan di tempat ini. Ya, terlalu banyak kenangan indah kecuali satu. Kenangan yang sangat ingin Ken lupakan namun tidak pernah bisa. Hari itu, momen ketika Handika meninggalkannya saat ia sedang rapuh-rapuhnya.
***
"Kita harus bicara, Ken.." suara pelan Handika masih terdengar meskipun Ken sudah menutup kedua telinganya dengan bantal dan tubuhnya sempurna tertutup oleh selimut tebal.
"Kita harus bicara sebelum aku pergi,," katanya lagi berusaha membujuk istrinya yang sedang tidur memunggunginya supaya mau berbicara dengannya dari hati ke hati. Namun Ken tidak bergerak.
"Ken.."
Handika memanggilnya lagi pelan, kali ini ia berusaha membuka selimut yang menutup tubuh Ken dan merengkuh tubuhnya dari belakang. "Aku harus pergi Ken, aku nggak punya pilihan.." bisiknya di telinga istrinya itu.
"Wasn't I your choice?" Tanya Ken dengan isak tangis tanpa memalingkan wajahnya.
"Kita sudah membahas ini," Handika makin erat memeluk Ken. Sejujurnya iapun berat meninggalkan istrinya dalam keadaan seperti ini. Amat berat. "Kamu akan selalu jadi prioritas utamaku, kamu tahu itu. Tapi kali ini masalahnya jauh berbeda Ken. Kuharap kamu bisa mengerti ."
"I lost my daughter a week ago," suara Ken terdengar lirih dan serak. "And now I'm loosing you, give me a reason why would I understand that?"
Air mata yang sedari tadi sudah menggenang di pelupuk mata Handika, akhirnya tumpah juga. Handika semakin kuat memeluk tubuh Ken sementara Ken memberontak dengan berusaha melepaskan diri dari pelukan erat suaminya.
"I'm coming back, I promise.." Bisiknya lagi.
"When?"
Ken memutar tubuhnya menghadap Handika karena suaminya itu tidak langsung menjawab.
"Kamu nggak bisa jawab kan?"
Handika tidak menjawab, hanya menatap Ken dengan tatapan penuh penyesalan. Melihat itu membuat Ken semakin terisak dan kembali menarik selimutnya.
"I said stay, don't you hear me?!" isaknya. "Aku butuh kamu, Mas. Aku nggak bisa melewati semua ini tanpa kamu, nggak bisa."
"Ken, don't make me leave like this.."
Namun Ken tidak menghiraukan kata-katanya. Ia tetap menginginkan suaminya untuk tidak pergi.
"Hei," Handika kembali berbisik di telinga Ken. "I love you, you know that and I'm coming back I promise.."
Setelah mengecup lembut rambut Ken untuk yang terakhir kalinya, iapun beranjak dari tempat tidur.
"Selangkah lagi kamu melewati pintu itu, aku nggak mau bicara lagi sama kamu, Mas."
Handika menghentikan langkahnya. Memejamkan mata lalu berbalik. "Aku minta maaf, Ken."
***
Kenangan pahit itu hanya satu diantara ribuan kenangan indah di rumah ini. Namun ribuan kenangan indah itu tidak cukup untuk membuatnya melupakannya begitu saja. She wish she could, but she can't.
Sama seperti saat ini, ketika ia tidak bisa mencegah dirinya yang seolah melihat dirinya sendiri sedang terdiam di bawah permukaan air kolam yang tenang. Ia tidak salah lihat, itu memang dirinya, ia menjatuhkan dirinya ke kolam dengan harapan-
"Bu,"
Ken langsung tersentak saat mendengar suara itu. Ya Tuhan, apa yang sedang dipikirkannya?! Ia tidak sadar bahwa ia sudah berdiri tepat di bibir kolam. Dia hampir mengulang kejadian tujuh bulan yang lalu? Reflek kakinya bergerak menjauh dari sana dan menoleh ke arah sumber suara. Suara mbok Ijah, asisten rumah tangganya.
"Ya mbok?"
Suaranya terdengar bergetar.
"Tamunya sudah datang, bu.."
Ken mengerjap. "Oh, iya." jawabnya. "Suruh mereka tunggu di ruang tamu ya mbok, nanti aku kesana."
Mbok Ijah mengangguk. "Baik, bu.."
Setelah berhasil mengendalikan dirinya juga merapikan penampilannya, Ken segera berjalan menuju ruang tamu. Hari ini ia ada janji untuk bertemu dengan orang yang akan membeli rumahnya. Masih calon pembeli, Ken merasa perlu bertemu langsung dengan mereka karena ia tidak ingin rumah ini jatuh ke tangan orang yang salah. Ia sendiri yang akan menentukan siapa yang layak menjadi pemilik selanjutnya setelah dirinya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
BEFORE WE FALL
RomanceHidup Ken penuh berkat yang luar biasa. Memiliki keluarga yang sangat menyayangi dirinya, suami yang tidak hanya tampan tapi juga mapan dan amat pengertian, serta sahabat yang gila yang akan selalu berada di sisinya apapun yang terjadi. But nothing...