TIDAK ADA YANG KEBETULAN

60 8 0
                                    

Rumah satu lantai yang didominasi oleh material kayu ini begitu asri dengan dikelilingi oleh kebun yang cukup luas. Pintu masuk ke halaman rumah ini juga didesain tidak lebar mungkin supaya mobil tidak bisa masuk. Paul memarkir mobilnya di area parkir umum tak jauh dari area perumahan yang sepertinya disediakan oleh pemerintah desa supaya rumah-rumah disini terjaga keasriannya. Tanaman-tanaman bunga yang menghiasi halaman serta pohon-pohon besar disekeliling rumah membuatnya terlihat sangat teduh dan terasa nyaman untuk ditinggali. Rumah yang Ken impi-impikan sejak dulu.

"Hai," Seorang perempuan paruh baya dengan kerudung berwarna hijau tua menutupi kepalanya langsung menyambut kedatangan Ken dengan senyumnya yang ramah saat pintu terbuka. Paul tertinggal di belakang karena dia bertemu dengan seseorang dan terlihat asik mengobrol saat sedang jalan tadi, jadi Ken memutuskan untuk meninggalkan Paul lebih dulu karena tidak ingin mengganggu, bisa saja yang mereka obrolkan bersifat pribadi.

"Hai," Ken membalas sapaan perempuan yang mengingatkan dirinya pada ibunya yang sudah tiada. "Saya datang dengan-" Ken memutar tubuhnya ke belakang mencari sosok temannya yang menginisiasi pertemuan ini. Tapi temannya belum kelihatan batang hidungnya. "-teman saya, tapi sepertinya dia-"

"Ya, silakan masuk." Seolah paham dengan yang ingin dijelaskan oleh Ken, perempuan itu pun mengangguk dan langsung mempersilakan Ken untuk masuk.

Ken berjalan mengikutinya menuju ruang duduk.

"Markus sudah memberitahu ibu kalau kalian akan datang." Katanya memberitahu.

Ken menautkan kedua alisnya. "Markus?"

"Teman yang datang bersamamu, Markus bukan?"

Sebelum Ken menjawab, satu pekikan mengagetkan mereka berdua.

"Mami!" Suara teriakan Paul. Ia langsung menghampiri orang yang dipangginya mami itu, mencium tangannya lalu pipinya. Dari cara Paul memanggilnya mami sepertinya hubungan mereka sangat akrab. Ken jelas tahu di depannya ini bukan orang tua Paul, karena kedua orang tuanya sudah tiada sejak lama.

"Kalian sudah berkenalan?"

Paul bertanya sambil menatap dua orang di hadapannya secara bergantian.

Ken mengerjap. "Oh, maaf. Saya Ken." Katanya sambil mengulurkan tangan. Perempuan yang Paul panggil mami itu menyambut uluran tangan Ken. "Widya." Kata perempuan bernama Widya itu. "Nak Ken boleh memanggil saya Ibu atau Mami seperti yang Markus lakukan."

Kepala Ken seketika menoleh ke arah Paul. "Markus?"

Seolah paham dengan kebingungan Ken, Paul lantas menjelaskan.

"Markus nama kecil gue. Umur tujuh tahun gue ganti nama karena sakit-sakitan."

Mulut ken membentuk huruf O mendengar penjelasan Paul.

"Yasudah silakan duduk dulu, biar ibu panggilkan Alex di dalam."

Kedua alis Ken bertaut lagi. "Alex?"

Apakah Alex yang dimaksud sama dengan Alex yang tak sengaja ditemuinya beberapa hari yang lalu?

Lantas kepalanya mengedar ke sekeliling ruangan dan mendapati foto besar yang terpampang di dinding. Foto keluarga dimana Alex, si artis itu ada di dalamnya.

***

Selama ini Alex hidup dengan ketidakpercayaan pada yang namanya kebetulan. Menurutnya tidak ada yang kebetulan di dunia ini. Jika ia tidak salah memahami, istilah kebetulan mengacu pada sesuatu yang tidak direncanakan atau tidak dikehendaki atau tidak disengaja. Ia selalu percaya setiap yang terjadi di dunia ini sudah direncanakan, dikehendaki. Daun tidak akan jatuh dari pohonnya jika tidak ada yang menghendakinya jatuh. Jika mengatakan 'kebetulan daun itu jatuh' bukankah itu termasuk perkataan menghina Tuhan?

BEFORE WE FALLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang