Ken menjatuhkan tubuhnya ke sandaran kursi kerjanya untuk meregangkan otot-otot tulang belakangnya yang sudah mulai terasa pegal setelah hampir dua jam duduk terpekur di depan layar komputernya. Ia melihat segalanya mulai membaik, tentu saja bukan karena kedatangannya tiba-tiba semuanya berubah. Sama sekali bukan.
Paul mungkin benar, dia sebagai pimpinan tertinggi di kantor cabang ini beberapa bulan terakhir dihadapkan oleh masalah keluarga yang serius. Fokusnya terpecah, pikirannya terbelah, tenaganya terkuras sana-sini yang akhirnya berimbas ke pekerjaan. Sekarang semuanya sudah selesai, dia sudah berdamai dengan mantan istrinya, memutuskan untuk mengasuh buah hati semata wayangnya bersama dan tidak mempersoalkan hak asuh. Agak merepotkan memang, dua minggu tinggal bersama ibunya, lalu dua minggu tinggal bersama ayahnya sampai nantinya si anak bisa membuat keputusan sendiri dengan siapa dia akan tinggal. Tapi menurut Ken itu keputusan yang sangat bijak.
Ken selalu merasa senang saat mendengar hal-hal baik, saat melihat semuanya berjalan seperti seharusnya. Ia benar-benar sedang dalam suasana hati yang... pokoknya tidak bisa digambarkan dengan kata-kata. Ia benar-benar merasa plong dan semakin yakin untuk menetap di sini. Ya memang, awalnya ia sempat sedikit ragu karena beberapa hal. Beberapa hal yang ia sendiri sulit menjelaskan, namun belakangan keraguan itu tiba-tiba saja menguap entah kemana. Lagi-lagi ia sendiri tidak tahu bagaimana hal itu bisa terjadi. Tiba-tiba saja ia bangun pagi di hari pertamanya setelah kembali dari Singapura dengan perasaan yang begitu bahagia dan semangat yang meluap-luap, seperti anak SD yang pertama kali masuk sekolah setelah libur panjang dengan semuanya yang serba baru. Ia sebenarnya tidak ingin memikirkannya, namun ini semua pasti berawal dari hubungan dengan suaminya yang sudah kembali seperti semula. Ya, memangnya karena apalagi?
Ken memutar kursinya, sehingga pandangannya mengedar ke seluruh ruang kerjanya. Kantornya disini memang tidak besar jika dibanding dengan yang di Jakarta maupun kantor pusatnya di Yogyakarta, karyawannya juga tidak sebanyak disana, dan tentu saja beban kerjanya, untuk saat ini, tidak sebesar di dua tempat itu. Tapi ia suka disini, ia suka suasananya, ia merasa lebih ringan dan santai serta bisa bernapas dengan pelan, orang-orangnya ramah dan yang paling penting adalah banyak tempat menarik yang bisa dijadikan pelarian jika sedang penat, yang membuatnya merasa seperti turis yang sedang berlibur setiap hari. Dan juga...
Mendadak ia menegakkan punggungnya saat tiba-tiba teringat sesuatu. Sesuatu yang jika tidak dipastikan hari ini juga akan berpotensi menodai suasana hatinya yang sedang baik ini.
"Nanda, Paul belum balik?" tanyanya pada Nanda yang saat itu sedang duduk di balik meja kerjanya dengan tumpukan berkas di depannya. Ia mencari Paul karena tempo hari dia memberitahunya kalau ada sebuah rumah di ubud yang ingin dijual oleh pemiliknya. Paul mengatakan mungkin Ken tertarik untuk melihatnya dan berjanji untuk menemaninya kesana. Ia ingin memastikan kapan tepatnya ia bisa melihat rumah itu, karena jujur saja, meskipun vila yang ditempatinya sekarang sungguh nyaman, ia tidak bisa tinggal disana selamanya bukan? Meskipun ia berharap bisa memiliki uang sebanyak itu untuk merebutnya dari Surya, tapi ia yakin jikapun ia memilikinya, pastinya Surya tidak akan memberikannya dengan mudah.
"Belum mbak Ken," jawab Nanda. Ia lalu melihat ke arah jam tangannya. "Seharusnya sebentar lagi sampai si mbak,"
Ken baru akan membuka mulutnya saat terdengar suara agak berisik dari arah pintu masuk.
"Nah, panjang umur." Seru Nanda sambil menengok ke arah datangnya sumber suara.
Paul dan Mirna muncul di lantai dua semenit kemudian, dengan membawa kabar baik juga kabar buruk.
***
Paul dan Mirna baru saja pulang dari kantor Greenleaves setelah sebelumnya meninjau lokasi proyek pembangunan lima puluh bungalow di daerah Buleleng bersama-sama dengan pesaing bisnis mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
BEFORE WE FALL
RomantizmHidup Ken penuh berkat yang luar biasa. Memiliki keluarga yang sangat menyayangi dirinya, suami yang tidak hanya tampan tapi juga mapan dan amat pengertian, serta sahabat yang gila yang akan selalu berada di sisinya apapun yang terjadi. But nothing...