Alex meletakkan ponsel ke atas nakas setelah membaca salah satu pesan dari seseorang dan berjalan ke arah jendela besar yang menghadap langsung ke arah bundaran HI yang semakin padat merayap dan berdiri disana. Kamarnya nyaris gelap, hanya cahaya remang-remang berasal dari lampu kamar mandi yang menyala dan cahaya dari luar yang masuk melalui kaca jendela yang tirainya terbuka lebar.
"You don't have to do this."
Satu suara terdengar. Seseorang tengah duduk di tepi tempat tidurnya, mengingatkan Alex, berulang kali. Selly.
Namun Alex tetap bergeming. Menatap ke bawah. Tidak berusaha menyembunyikan apapun yang tampak dari wajahnya atas segala hal yang sedang ia rasakan. Benar-benar ia rasakan.
"You know it's not fair for her."
Alex menoleh ke arah sumber suara dan berkata pelan. "And for me."
"Once she knows about this, she would be devastated!"
"Sel..."
"Lex," Selly menyela. "Do you even know exactly what you're getting yourself into?"
"We're engaged! Oline and I." kata Alex dengan nada yang sedikit lebih tinggi. "That's what I know."
"That's not my question. You're dying and you're gonna make Oline pay for it."
"I'll be fine. She'll be fine. We'll be fine."
Selly menggeleng-gelengkan kepalanya namun tidak berkomentar.
"Aku akan menikah dengan Oline di Paris bulan depan, lalu kami akan ke London dan menetap disana. Everything's gonna be fine. It's just a matter of time." Lanjut Alex.
Selly beranjak dari duduknya. "Are you sure about that?" tanyanya. "Lex, look at me!"
Alex memutar badannya sembilan puluh derajat setelah tiga puluh detik lalu mengangkat wajahnya.
Selly mengangguk seolah sudah pasrah, menerima apapun yang akan dilakukan adiknya meskipun raut wajah adiknya benar-benar tidak meyakinkan. Ia sebenarnya berharap Alex sedikit akting dengan wajahnya berusaha meyakinkan kakaknya bahwa ia benar-benar melakukan ini dengan tulus bukan karena hal lain. Tapi apa boleh buat, Selly hanya bisa berharap Alex segera pulih dari lukanya dan benar-benar bertanggung jawab atas apapun yang dia putuskan.
Tanpa mengatakan apa-apa lagi Selly berjalan ke arah pintu. Tepat pada saat itu bel berbunyi dan Ami sudah berdiri di depan pintu ketika pintu terbuka.
"Mas Alex sudah siap? Semua orang sudah menunggu termasuk para wartawan." Kata Ami memberitahu.
Selly menoleh kebelakang sejenak sebelum menjawab pertanyaan Ami. "Ya, sebentar lagi dia turun."
"Oke, aku akan ke kamar mbak Oline."
Selly mengangguk. Setelah Ami berbelok di ujung lorong, Selly kembali menoleh ke belakang dan berkata untuk yang terakhir kali.
"About the press, I hope there's no hiden agenda at all."
Alex memejamkan mata, teringat percakapan terakhirnya dengan Ken dua minggu yang lalu dan beberapa detik kemudian sebutir air mata keluar dari sana.
***
Hal pertama yang Ken lihat ketika membuka matanya ialah langit-langit kamarnya sendiri dan hal pertama yang ia sadari setelah itu ialah bahwa ia sudah bercerai dengan Han. Sebelum semuanya gelap, ia melihat sendiri panitera pengadilan agama menggunting buku nikahnya dan buku nikah milik mantan suaminya. Ia dan Han sebelumnya memang sudah berjanji bahwa ini adalah keputusan terbaik dan Ken terus mengatakan kepada dirinya sendiri bahwa ia akan menerima perceraian ini. Meskipun begitu tetap saja, ketika ia mendengar sendiri keputusan hakim: "Perceraian dikabulkan." dan tepat setelah palu diketok, Ken seolah merasakah seperti tiba-tiba terjadi gempa bumi, sekelilingnya perlahan berubah warna jadi abu-abu dan langit-langit ruang sidang seperti akan runtuh dan menimpanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BEFORE WE FALL
RomanceHidup Ken penuh berkat yang luar biasa. Memiliki keluarga yang sangat menyayangi dirinya, suami yang tidak hanya tampan tapi juga mapan dan amat pengertian, serta sahabat yang gila yang akan selalu berada di sisinya apapun yang terjadi. But nothing...