Alea meremas kuat bungkus sosis yang baru saja ia keluarkan isinya. Rasanya ingin meremas semua yang bisa diremas. Marah tidak terkendali akan mengakibatkan masalah baginya.Tidak, Alea tidak boleh lepas kontrol. Meski dia sedikit merasa lelah, tapi itu bukan apa-apa dibanding rasa kecewa yang kini lebih mendominasi.
Harusnya siang ini ada 3 menu untuk dimakan Alga dan dirinya. Tapi, baru juga 2 menu yang jadi, dia membuka ponsel dan membaca pesan dari Alga. Awalnya biasa saja dan bisa ia maklumi.
Tapi, saat melihat sebuah pesan berupa kiriman gambar dari seseorang membuatnya naik darah.
Alea meninggalkan dapur dalam keadaan masih berantakan. Bibi yang biasa membantu masih sibuk di belakang rumah sedang memotong rumput. Alea melempar bantal sofa sampai ke depan pintu masuk. Entah kekuatan dari mana dia bisa sekuat itu sampai bisa menendang sofa single yang cukup berat bagi Alea.
Dia duduk dan menahan kesalnya sekuat tenaga. Dia ingin meluapkan amarah di depan orangnya langsung.
Suara mobil terdengar. Alea tersenyum smrik, lalu melepas ikatan rambutnya, membiarkan rambutnya berantakan seperti orang kurang waras.
"Assalamualaikum.... Aku pul—astaghfirulloh...." Alga terkejut sampai mundur beberapa langkah, lalu menutup pintu. "Kamu kenapa yang?"
Alea menatap Alga dengan tatapan tajam sambil terduduk di sofa, sendirian. Alea sedikit mirip pemain film pengabdi setan kalau sedang seperti sekarang.
"Are you oke?" tanya Alga sambil mendekat.
"Ngapain pulang?!" teriak Alea.
"L—loh? Kok gitu? Aku selesai kerja ya pulang. Ada yang salah?" tanya Laga takut-takut.
"Ada!!!"
"Ya Allah, Ya..... Jangan teriak-teriak gitu. Sakit kuping aku."
"Sakit hati aku!!!"
"Kenapa lagi sih?" bahu Alga lemas dan pasrah kalau sudah seperti ini.
"Kamu batalin makan bareng aku, malah makan berdua sama perempuan lain di luar?! Apa-apann kamu!!!"
Alga menghela napas panjang, lalu mendekat dan mengambil ikat rambut Alea yang tergeletak di lantai.
"Aku bakal jelasin. Pertama-tama rapiin dulu rambut kamu sini. Seram kalau kayak gitu. Aku takut," kata Alga dan mengikat rambut Alea sebisanya. Dia bahkan tidak berani menatap Alea yang masih menatapnya tajam. Seperti mata istrinya itu mau lepas dari tempatnya.
"Aku udah masak susah-susah. Kamu pikir perut gede gini nggak berat apa?!"
"Dengar dulu."
"Apanya?! Apanya yang mau didengar dari foto itu?! Hah?! Emang foto bisa ngomong?!"
"Dari pada mikir gimana caranya tu foto jelasin apa yang sebenarnya terjadi, mending dengar orang yang ada di fotonya langsung, kan?"
"Kenapa kamu makan sama dia?!!! Kenapa?!"
"Jangan galak-galak, Ya..."
Alea melepas sandal jepitnya, lalu memukul Alga beberapa kali. Alga hanya bisa menghindar sebisanya saja. Yang penting tidak kena muka.
"Dia ngajak aku nikah."
"Hah?! Siapa?!"
"Itu, perempuan yang di foto. Dia salah sangka sama maksud kebaikan aku," jelas Alga.
"Ngapain kamu baik ke dia?"
"Itu lebih ke masalah pekerjaan. Tapi dia baper."
Alea menatap suaminya penuh selidik, memastikan kalau suaminya itu tidak berbohong.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Journey (Hiatus)
RomantizmMenikah. Hal yang sangat Alea nantikan setelah dirinya memantapkan hati untuk mengarungi bahtera rumah tangga dengan Alga. Expetasi Alea tentang kehidupan pernikahan begitu harmonis, apalagi suaminya adalah Alga. Laki-laki yang selama ini mengisi pe...