Alasan

29.6K 2K 320
                                    

DIVAN ADHLINO RAVIN KENANUSIA 21 TAHUNMAHASISWA S2 UNIVERSITAS HARVARDHOBI MENGEJAR CINTA DAVINA DAN NYARI UANGPEKERJAAN OWNER BRAND D-ZONE

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

DIVAN ADHLINO RAVIN KENAN
USIA 21 TAHUN
MAHASISWA S2 UNIVERSITAS HARVARD
HOBI MENGEJAR CINTA DAVINA DAN NYARI UANG
PEKERJAAN OWNER BRAND D-ZONE

🌲🌲🌲

"Davina Luna Hofer, maukah engkau menjadi istriku. Maukah kau mencintaiku apa adanya, mendampingiku sehidup semati, dalam suka dan duka?" tanya Divan tepat di altar pernikahan.

"Aku bersedia." Davina menjawab dengan suara tegas tanpa beban. "Divan Adhlino Ravin Kenan, maukah kau jadi suamiku? Maukahkau menjagaku, dalam suka dan duka, sehidup semati?"

"Aku bersedia," tegas Divan.

Hari itu mereka resmi menjadi sepasang suami-istri. Cincin emas putih melingkar di jari manis kanan keduanya terukir kata istriku dan suamiku.

Menuju ikrar ini tentu tak semudah membuka pintu tak terkunci. Perjuangan antara rasa sakit, kesabaran, keraguan juga keputusasaan. Mereka mencari jalan terbaik, tanpa harus menggoreskan luka dihati orang lain juga hati mereka sendiri.

Jauh sebelum hari pernikahan itu terjadi, Davina masih memeluk Divan dengan erat diantara para pengunjung bandara Heren sore itu.

"Kamu boleh rindu, dengan syarat. Kalau kamu rindu aku, video call. Kalau kangen, telpon. Kalau ingat, kirim pesan," nasehat Divan sambil mengusap lembut rambut Davina.

Seminggu bertemu di kota besar Livetown masih belum cukup bagi mereka berdua untuk membasuh rindu akibat bertahun-tahun lamanya tak bertemu.

"Kapan Divan akan ke sini lagi?" Davina mengaitkan rambutnya ke belakang daun telinga.

Manik mata Divan terangkat ke atas, kemudian kembali menatap Davina dengan lekat. "Aku selesaikan kuliahku dulu di sana. Setelah itu aku ke sini lagi untuk nikah sama kamu. Hah, aku harap kakakmu lekas lupa padaku dan menemukan tambatan hati baru." Doa Divan selalu tak pernah berubah sejak ia dan Davina menjalin kasih.

Dari atap kaca bandara, matahari menyorot masuk. Meski begitu, sama sekali tak silau. Dinding putih dan lantai putih menambah kecerahan. Jika malam, lampu kristal akan bercahaya. Nuansa megah dan modern bandara ini menunjukkan jika Heren memang kota besar.

Lengan Divan semakin erat memeluk kekasihnya. Tak tanggung, ia kecup pipi Davina kanan dan kiri bergantian. "Sudah, donk," protes Davina.

"Gak apa, tabungan untuk beberapa bulan ke depan," alasannya sungguh tak masuk akal.

Divan mulai melepas kedua lengannya dan berjalan mundur. Baru berjarak lima meter, ia kembali lagi memeluk Davina. "Segini saja aku sudah rindu lagi, apalagi sampai ribuan kilometer!"

Wajah Davina berlindung hangat dalam dada bidang Divan yang dibalut sweater abu-abu dan jaket army. "Kalau gak biasa nanti gak pergi-pergi. Kemarin dan sebelumnya juga kita sudah pisah di sini dan kamu malah batalin penerbangan lalu tahu-tahu ada di depan kampusku menjemput."

Bia dan Dira sudah pulang ke New York lebih dulu. Sedang Divan sudah tiga kali membatalkan penerbangan akibat tak ingin berpisah dengan Davina.

Cubitan gemas Davina melayang di pipi Divan. "Menikah sekarang saja, yuk! Kita berdua sudah saling sayang begini," pinta Divan. Gemas sudah ia ingin membawa Davina pergi bersamanya.

"Kamu sudah janji sama Oom Dira kalau tesis kamu lulus, baru menikah! Lupa?"

Hanya anggukan kecil yang bisa Divan berikan. Ia berkali-kali mengumpulkan ketabahan dengan menarik napas. "Sabar Divan, semester depan harus sudah lulus," tekadnya.

Disela keramaian, Davina memberikan Divan tepukan tangan. "Beberapa bulan lagi siapian diri. Aku mau bawa kamu ke Manhattan. Jangan kabur sama pria lain, aku pasti bakalan laporin kamu ke FBI. Satu lagi, aku gak terima permintaan putus," tegas Divan.

Dialog itu akan semakin panjang jika saja Davina tidak mendorong Divan terus masuk ke dalam pintu keberangkatan. Rengekan Divan masih tetap terdengar sambil sesekali berbalik dan memeluk Davina lagi.

"Kapan mau selesai tesis kalau kamu masih ada di sini? Cepat pulang dan balik lagi buat jemput aku!" Memang ia harus mengomel dulu baru Divan akhirnya mau memberikan tiket juga paspor pada petugas pemeriksaan.

Davina melambaikan tangan. Kali ini sepertinya Divan benar-benar akan pergi. "Davina! Hey, pacarku!" panggilnya.

Davina melongo. "Kamu harus rindu aku setiap hari biar kita bisa video call. Ingat! Semester depan aku pulang!" teriaknya hingga terdengar oleh para penumpang yang akan masuk ke dalam ruang tunggu.

Tak merasa malu Davina. Justru ia bangga pada prianya yang bisa begitu lantang menyatakan cinta. Meski karena itu, Divan sampai ditertawakan penumpang lain dan dipelototi petugas bandara.

"Davina! I love you!" teriaknya lagi lalu berlari menuju ruang tunggu keberangkatan.

"I love you too," ucap Davina sambil berbisik.

🌲🌲🌲

Hai aku Elara! Aku harap kalian akan suka dengan alur novel ini. Novelnya tak memiliki banyak chapter agar mudah untuk dicetak. Terima kasih 🙏.

Jadwal update ada di profil penulis, ya. Bisa kalian cek agar tak menunggu tanpa kepastian.

 Bisa kalian cek agar tak menunggu tanpa kepastian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Menikah Karena Sayang (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang