Jahat

6.8K 1.4K 223
                                    

Selalu ada yang memanfaatkan saat orang lain kesulitan. Hari itu, Ivy sudah sadar ada yang aneh dalam peristiwa yang ia lihat di depan rumah Divan. Mendengar pertengkaran keluarga itu, Ivy tahu bagaimana cara mengganggu keluar Divan dan Davina. Ia tak bisa begitu saja melepaskan Divan. Rasa cintanya teramat dalam hingga tak kuasa jika tak memiliki.

Tepat setelah Divan dan Davina pergi, Rein langsung memaki Stephani. Dia menumpahkan amarah pada istrinya itu. Leo sempat melerai, hanya saja ia tak bisa berbuat banyak.

"Menyesal aku menikahimu dulu! Sudah harus mengurus anakmu, sekarang membuat putriku begini! Dasar wanita sial!" umpat Rein. Meski Stephani berlutut di depannya, tetap saja Rein mendorong tubuh Stephani dengan kasar.

"Aku tak akan memaafkanmu dan putrimu! Pergi dari hidupku!" usir Rein. Stephani masih berusaha memegang kaki suaminya, tetap saja Rein menarik lengannya dan terus menyeretnya keluar. Bahkan Rein meminta petugas keamanan mengusir Stephani dari sana.

"Pa, jangan gitu, Pa! Dia ibuku. Aku anak Papa, bukan hanya Kak Silvina!" bentak Leo mencoba menahan Papanya.

Leo menunduk dan memeluk ibunya.

"Kamu pilih, mau ikut dia atau aku? Kalau kamu mau ikut dia, jangan harap hidup kamu bisa Papa tunjang!" ancam Rein.

Leo berdiri. Ia tatap mata Papanya. "Kenapa Papa selalu egois? Coba pikirkan baik-baik, jangan selalu memandang dari sisi Kak Silvi. Selama ini Kak Davina mencoba menyembunyikan itu pasti untuk menjaga hati Kak Silvi. Dia sudah banyak berkorban, kenapa Papa hanya mementingkan diri sendiri? Bahkan selama ini Papa selalu tak menganggap dia ada!" bentak Leo dengan suara keras hingga membuat orang-orang yang melihat mereka langsung saling berbisik.

"Kamu itu berani melawan Papa?"

"Kenapa aku harus takut kalau memang Papa salah? Coba renungkan apa yang dikatakan dokter dulu? Papa harus melatihnya sedikit demi sedikit untuk menerima hal buruk. Hidupnya nggak akan selalu seperti yang ia inginkan. Sejak kecil Papa bahkan selalu membelanya, tak tahu yang dia lakukan benar apa tidak. Hanya dengan alasan kalau mentalnya yang jatuh membuat kondisi fisiknya ikut lemah. Fisiknya memang lemah, Pa. Hanya kalau Papa percaya dia bisa, aku yakin mental Kak Silvi akan kuat!" nasihat Leo.

"Kamu tahu apa? Papa yang besarkan dia sejak bayi. Papa susah payah menjaganya saat istri Papa meninggal ketika melahirkan Silvi. Dia sudah kehilangan ibu dan sekarang dia tak didukung oleh saudara kandungnya sendiri!"

"Papa sudah kehilangan istri dan sekarang Papa ingin kehilangan lagi? Apa orang yang sudah tiada lebih berarti untuk Papa dibandingkan istri yang masih hidup dan menjaga kalian? Leo bahkan lihat sendiri Kak Davina sakit merawat dirinya sendiri sementara Mama harus merawat Kak Silvi. Apa Papa nggak malu?"

Tamparan keras mendarat di pipi Leo. Terdiam remaja itu sebentar. Ia tarik lengan Mamanya untuk berdiri. "Ayo pergi!" ajak Leo.

"Nggak Leo, kamu harus dengan Papa. Kalau kamu ikut Mama, hidup kamu bisa menderita," tolak Stephani.

Leo menggeleng. "Kita bahkan nggak lebih berharga daripada orang yang sudah tiada. Biar Papa sibuk mengurus putrinya yang sakit dan kehilangan putranya. Dia bisa mengurus dirinya sendiri bahkan saat tua kelak!" sindir Leo.

Ia terus menarik Mamanya pergi dari rumah sakit itu. Stephani terus meronta meminta Leo kembali pada Rein. Hanya Leo lebih realistis. 

"Leo, bagaimana dengan masa depan kamu?" tanya Stephani sambil menangis sesegukan.

"Dengar, Leo akan lebih bahagia kalau Mama bahagia. Apa yang Mama takutkan? Ditinggal lelaki lagi? Pernikahan hancur lagi? Ma, suami yang baik akan menyayangi Mama apa adanya, bukan karena Mama bisa jadi pengasuh anaknya. Itu yang Leo lihat selama ini. Mama terus mengikuti kemauan Papa hingga Mama lupa kebahagiaan Mama sendiri. Bahkan Mama lupa dengan Kak Davina. Leo kasihan padanya. Dia mengambil jalan itu pasti karena dia sangat terluka, hanya saja dia tak berani bilang karena Leo yakin dia takut menyakiti hati Mama."

Seketika itu Stephani terduduk lemas di lantai pintu keluar rumah sakit. Ia tepuk-tepuk dadanya yang sesak. Masih teringat Davina yang mengejarnya sampai telapak kaki anak itu terluka akibat takut ditinggalkan ibunya. Stephani ingat ucapan Davina kemarin, "Aku juga tak minta dilahirkan."

Benar, Stephani selalu saja menyalahkan Davina yang hadir dalam hidupnya dan ia anggap benalu. Tanpa ia pikir bagaimana dulu ia menginginkan seorang anak hadir dalam pernikahannya dengan Andrew.

Leo memeluk ibunya dengan erat. Sementara di dalam, Rein duduk sambil memegangi kepala. Ia masih memikirkan keadaan Silvina. Ivy mendekatinya.

"Anda pasti kesal, 'kan? Apa anda tak ingin balas dendam?" tawar Ivy.

Rein mendongak dan melihat ke arah gadis itu. "Apa maksudmu?" tanya Rein.

"Aku bisa membantumu menghancurkan putri tirimu itu hingga ia kehilangan segalanya. Aku hanya butuh pernyataanmu pada publik. Aku akan ungkap keburukan putri tirimu pada dunia dan putri malangmu itu akan mendapat keadilan." Mulut Ivy tercipta untuk memberikan racun. Dan racun itu telah masuk ke dalam aliran darah Rein.

🌲🌲🌲

🌲🌲🌲

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Menikah Karena Sayang (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang