Kang Taksi

8.3K 1.7K 215
                                    

Jangan lupa klik bintang ya. Setiap orang diperkenankan komen lebih dari satu biar asyik saja 😁😁

Yg lupa klik bintang di chapter selanjutnya klik, ya? Gratis kok nggak bayar. Kecuali bayar kuota

🌲🌲🌲

"Aku antar langsung ke rumah, ya? Sampai depan gerbang saja. Aku janji nggak turun," tawar Divan. Ia sudah siap berada di depan kemudi.

Mobil sedan silver itu memiliki jok kulit dengan warna coklat tua. Musim semi begitu tercium di dalamnya dari pewangi, apalagi ketika kacanya tertutup.

"Kenapa kamu harus duduk di sana, sih?" tanya Divan merasa risi akibat Davina duduk di jok belakang.

Gadis yang berdua dengannya di mobil menatap Divan dengan mata bulatnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gadis yang berdua dengannya di mobil menatap Divan dengan mata bulatnya. "Aku masih nggak percaya kamu ada di sini." Suara Davina begitu sulit didengar akibat hanya berbisik.

"Tentu saja untuk kamu, sayang. Masa aku ke sini hanya untuk jualan kaos?"

Bibir merah Davina bergerak ke kanan dan kiri. Sekali ia menggigit bibirnya.

"Pindah ke depan," pinta Divan.

Dengan keras hati, Davina menggeleng. "Nanti kita ketahuan pacaran," tolak Davina.

Memang harus banyak sabar dalam menjalani hubungan diam-diam seperti ini. Apalagi tadi, demi menyembunyikan fakta, Divan harus memberi klarifikasi kalau mereka sahabat karib. Cukup sesak di dada Davina saat teman satu kampusnya percaya penjelasan Divan. Alasannya, Davina tak cukup cantik menjadi pacar Divan.

Davina cukup sadar diri. Ia tak selangsing model di majalah fashion, pipinya bulat dan hidungnya juga tak semancung puncak gunung. Tetap saja Divan memilih jadi pacarnya. Hanya mereka tak perlu tahu.

"Aku sudah jelaskan kita bersahabat dan mereka juga percaya."

Davina tetap saja menggeleng. "Di sini saja. Jadi ketika aku turun dari mobil, kakakku tak akan banyak bertanya."

"Kamu mau alasan menjadikanku sopir taksi online?"

Setelah berpikir sejenak, Davina mengangguk. Divan menunduk dengan menyandarkan kening di kemudi mobil. Tak lama ia berbalik dan memperlihatkan wajah memelas. "Haruskah pacarmu ini bernasib demikian?"

Sungguh ekspresi Divan memancing tawa Davina. Benar kata orang, ketika cinta ada di sisi dan saling berbalas ... rasanya seluruh kebahagiaan berkumpul di tempat yang sama.

"Maafkan aku Divan, tapi aku tak bisa memberitahu kakakku."

Divan bisa mengerti hal itu. Andai jika Dio sakit parah, tentu dia juga akan melakukan hal yang sama. "Sini!" seru Divan. Davina mendekatkan kepalanya. Saat itu tangan Divan mengusap rambut Davina. "Kamu melakukan semuanya dengan baik. Kamu hebat," puji Divan.

Mata Davina berkaca-kaca. Ini pertama kalinya ia mendapat pujian seperti itu. "Divan juga. Maaf aku merepotkan. Pasti orang tuamu marah karena kamu nggak kuliah."

Divan menggeleng. "Aku sudah S2, fokusku pada penelitian. Malah lebih banyak kuliah di lapangan."

"Soal Raya ... apa benar papanya tak akan memecat papaku?"

Seketika Divan tertawa. "Apa kamu lupa apa nama belakangku?"

Davina mengedipkan mata. Ia memang gadis paling polos yang pernah Divan temui. Masih ingat saat SMA dulu Davina menanyakan IG Divan. Gadis itu juga terbelalak melihat jumlah follower Divan dan polosnya bertanya, "Kamu beli follower?"

"Kenan ... Kenan Grouph ... Black Tower," Divan mencoba memberi petunjuk. Sayangnya, Davina masih berpikir keras.

"Tak penting itu, tak perlu dipikirkan. Pokoknya kamu tahu pacar kamu itu tampan dan terkenal. Soal papamu, sebelum papa wanita galak itu memecatnya. Ia sudah lebih dulu didepak dari posisinya. Pasti sekarang ia sedang kalang kabut menutupi skandal putrinya."

Baru Divan berkata itu, telpon Davina berdering. Saat memeriksa layar, Davina cukup terkejut. Mamanya menelpon. Terpaksa Davina angkat meski takut.

"Pulang sekarang! Papa menunggu di rumah. Atasannya ingin bertemu kamu untuk meminta maaf," ungkap Stephani.

"Iya, ini Davina mau pulang." Mata Davina melirik Divan. Ia langsung mematikan telpon. "Katanya papanya Raya menungguku di rumah untuk meminta maaf."

Davina merasa ini sebuah keajaiban. Padahal kejadiannya baru terjadi dua jam lalu, tapi sudah menyebar hingga orang tua Raya harus turun tangan.

Divan tersenyum puas. Ia menyalakan mesin mobilnya hanya dengan sekali menekam tombol. "Ayo ke rumahmu, biar aku yang selesaikan," ajak Divan.

Mobil itu melaju dijalan aspal Kota Heren dengan pemandangan gedungnya yang modern. Di balik gedung itu ada pantai dengan pasir putih juga kanal-kalal besar dan hutan mangrove untuk menahan abrasi.

Komplek perumahan tempat tinggal Davina memiliki jalan yang menanjak. Rumah-rumah berbaris rapi dengan model yang sama. Hanya tanaman di halamannya saja yang berbeda pun dengan hiasan di pagar.

Tiba di carport rumah itu, Divan mematikan mesin mobilnya. Lekas Davina melepas sabuk pengaman lalu membuka pintu mobil. "Makasih, Divan. Aku pulang dulu!" pamit Davina.

Lirikan tajam Divan memantul di spion depan. Pria itu ikut turun dari mobil. Ia mengikuti Davina dari belakang. Kebetulan, pintu rumah Davina sengaja dibuka hingga Divan bisa ikut masuk ke dalamnya.

Davina yang tak menyadari diikuti kekasihnya, masuk ke dalam rumah dengan tergesa-gesa. Ia melihat keluarganya ada di ruang tamu dengan dua orang pria memakai jas hitam.

"Selamat sore, saya Davina." Gadis itu memperkenalkan diri lalu menunduk hormat.

"Lalu siapa teman kamu itu?" tanya Rhein menunjuk ke belakang tubuh Davina.

Heran dengan pertanyaan papanya, Davina berbalik. Ia menemukan Divan berdiri tegak di belakangnya sambil nyengir kuda lalu memberi huruf V dengan telunjuk dan jari tengah.

🌲🌲🌲

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🌲🌲🌲

🌲🌲🌲

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Menikah Karena Sayang (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang