Negatif

6.4K 1.3K 114
                                    

"Aku nggak enak tidur," keluh Davina sambil bangun dari posisi rebahan di tempat tidur. Ia mengusap perut yang masih merasa tak enakan. Bangun dari tempat tidur, Davina pergi ke dapur untuk mengambil air hangat. Ia pikir dengan minum air hangat akan sedikit membantu pencernaannya dan memberi rasa nyaman. Begah terasa perutnya.

Kembali naik ke kamar, Davina kaget karena Divan terlihat keluar dari kamar. Matanya masih terlihat sipit akibat mengantuk. Sampai tertawa Davina melihat suaminya. "Kalau mengantuk, kamu tidur saja, Divan. Kenapa harus bangun? Aku hanya ambil air hangat ke dapur, kok. Sampai bela-belain bangun kamu. Sudah sana tidur lagi!"

Dengan yakin Divan menggeleng. "Kamu nggak mau diam, pasti nggak bisa tidur, 'kan? Kenapa?" tegur Divan sambil mengucek matanya. Dia lalu berkacak pinggang dan berusaha melotot melihat Davina walau nyatanya tetap saja matanya terlihat sipit. Pemandangan yang lebih lucu dan lagi-lagi memancing Davina untuk tertawa. "Kamu ini kenapa, sih?"

"Wajah kamu lucu!" ledek Davina sambil memegang perutnya.

Divan manyun mendengar itu. "Padahal aku lagi khawatir sama kamu, loh. Kamu malah tertawa begitu."

"Aku cuma nggak enak perut saja. Begah rasanya. Mungkin karena sering telat makan karena nungguin kamu. Dari tadi tidur nggak nyaman. Sudah geser kanan dan kiri." Davina mengusap perutnya.

"Besok ke dokter saja. Biar bisa tidur, main dulu sama aku mau? Kalau lelah pasti tidur," ide Divan. Kapan sih suami ngasih ide benar. Ujung-ujungnya pasti ke arah situ lagi. Ditepuk lengan Divan oleh Davina. Pria itu malah cekikikan. "Lha, aku serius. Kalau habis gitu pasti capek kepaksa tidur, 'kan?"

"Nggak begitu juga konsepnya, sayang! Orang lagi sakit malah diajakin yang bukan-bukan. Tahu, lah!" Kesal juga Davina. Ia dorong tubuh Divan menjauh dari pintu kamar agar ia bisa masuk ke dalam. Divan mengikuti dari belakang sambil dipeluk tubuh Davina. "Divan, lepasin apa! Aku beneran nggak enak perut ini."

Saking kesalnya, Davina sampai duduk saja di kursi tempat ia belajar. Wanita itu tak mau naik ke atas tempat tidur. Masih sangat kesal ia akan sikap suaminya. "Tidur sana, aku mau bergadang saja!" omel Davina.

"Cie ... Kamu ngambeknya cantik ya. Apalagi ngamuk, lebih cantik lagi," ledek Divan. Sengaja ia mencolek lengan Davina. Kali ini bukannya kesal, Davina berhasil dipancing tawanya. "Kalau senyum gitu, bukan hanya cantik. Kamu sudah melebihin batas kecantikan wajar seorang wanita. Aku nyerah, sayang! Nggak kuat liat wajah kamu!" Sengaja Divan meraih bantal dan menutup wajahnya dengan benda itu. Davina memukuli bantal di wajah Divan.

"Kamu tuh, lagi bikin kesal, bisa saja bikin geli!"

Divan menyimpan bantal di atas tempat tidur. Ia rentangkan kedua tangannya. Kini Davina berdiri dan duduk di pangkuan Divan. Tangan Divan mengusap rambut istrinya.

"Yang sakit perut, tahu!" keluh Davina yang langsung diiyakan Divan. Kini tangan Divan mengusap perut Davina dengan lembut.

Dengan manja, Davina sandarkan kepala di bahu Divan. Hubungan mereka selalu romantis dengan caranya sendiri. Berbulan-bulan menikah, mereka punya jadwal sendiri untuk istirahat dan berhubungan. Itu saran dari Mama Divan agar lebih sehat untuk rahim. Sebenarnya mereka berdua belum punya rencana tentang anak, tetapi tak menahan untuk punya anak. Kalau sudah waktunya mereka bersyukur. Kalau belum tak apa. Pikiran yang membuat rumah tangga menjadi santai.

Pagi itu sebelum ke dokter, Divan sempat bercerita tentang keadaan Davina pada Mamanya. "Sebelum ke dokter lebih baik beli test pack. Terus ingat-ingat sudah datang bulan atau belum. Kalian sudah hampir mau setahun nikah, kemungkinan karena hamil," nasehat Mama.

Akhirnya pasangan itu pergi ke apotek untuk membeli testpack. Berhenti di sana, mereka saling tuduh perihal siapa yang akan membeli benda itu. Pasalnya sifat malu keduanya tak bisa tertahan kalau sudah urusan seperti ini.

"Kamu 'kan yang paling rajin buat, jadi harus paling rajin tanggung jawab," serang Davina.

"Di sini yang merasakan kamu. Kalau nanti di dalam ditanya-tanya, aku jawab apa?" timpal Divan tak mau kalah.

"Aku nanti malam tidur di kamar sebelah!" ancaman yang satu ini cukup berhasil. Divan langsung membuka safety belt dan membuka pintu mobil. Mana tahan dia kalau istrinya tidur terpisah, kelemahan laki-laki.

Akhirnya Divan yang masuk ke apotek untuk menanyakan benda yang diberi nama testpack itu. Begini, masalah seksual sudah diajarkan orang tuanya sejak Divan masih anak-anak. Hanya saja kalau urusan praktek lain lagi. Dia sudah tidak heran dengan masalah bulanan wanita. Hanya testpack, sepertinya itu bagian yang dilupakan orang tuanya.

Rupanya membeli alat itu tidak sulit. Syukur Divan masuk memakai masker dan topi. Ia tak dikenali. "Ada cara pakainya. Katanya celupin ke air pipis kalau pagi-pagi. Sudah kelewat, besok saja," saran Divan.

"Kedokternya kapan?" tanya Davina bingung karena rasa tak nyaman akan perutnya masih terasa. Masa ia harus menunggu besok?

"Hari ini saja," jawab Divan.

Andai testpack bisa bicara, ia akan bilang. Untuk apa aku dibeli kalau kalian mau ke dokter?

🌲🌲🌲

🌲🌲🌲

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Menikah Karena Sayang (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang