Sembunyi

7K 1.5K 221
                                    

Komentar netizen semakin meresahkan batin. Untung Divan sudah dilatih sejak kecil melihat semua ini. Di Amerika orang-orang memang masih terbuka. Hanya warga Livetown lain. Mereka sudah bukan sekali bahkan lebih, mengirim chat mengatainya anak haram. Ada juga yang sering mengatai Mamanya wanita murahan yang bodoh dan Papanya pria kotor penjahat wanita. Makanan biasa yang lama-lama membuat Divan kebal.

Hanya Davina lain. Wanita itu melihat keluar jendela. Dari atas apartemen mobil yang lewat seperti mainan. Bahkan manusia terlihat seperti semut saking tingginya bangunan itu. Untuk bahan makanan, pembantu yang akan membeli keluar. Bersembunyi melelahkan. Hiburan hanya berupa layar televisi dan fasilitas apartemen.

"Keramnya sudah nggak terasa?" tanya Stephani, ia duduk berdampingan dengan putrinya. Dielus perut putrinya itu dengan lembut.

"Lumayan, Ma. Dokter bilang aku harus rileks. Hanya keadaan ini bagaimana bisa buat rileks? Rasanya kayak diisolasi dari dunia," ucap Davina. Meski senyum terkembang, terlihat raut wajah mendung.

"Anggap saja kamu belajar jadi artis. Sebelumnya di sekolah kamu sering dirundung. Kamu pasti bisa lalui ini."

Davina mengangguk. Setidaknya netizen hanya mendoakan ia mati, tidak sampai menyuruhnya merangkak ke bawah meja untuk mengambilkan benda jatuh, membersihkan sepatu dan menyakiti fisik.

Divan turun dari tangga, suara langkahnya terdengar oleh ibu dan anak itu. "Besok aku akan melakukan konferensi pers. Memang tak akan mereda seutuhnya, hanya saja sebagian bola panas akan berbalik pada mereka. Papa kemarin sudah meminta beberapa kepala sekolah Davina untuk memberi keterangan tentang biaya pendidikan. Seorang psikiater pun kuminta untuk mengungkap keadaan mental Davina selama tinggal di rumah itu. Papa Andrew termasuk yang akan bicara," jelas Divan.

"Aku sungguh tak mengerti apa yang ada dalam pikiran Rein. Bagaimana bisa ia berpikiran pendek? Justru keadaan ini membuat sulit dirinya sendiri."

Divan duduk menghadap mertuanya. "Dia dilindungi Ivy. Wanita itu selebgram terkenal dan ayahnya seorang CEO. Aku tak bisa menggertaknya, tapi Papaku bisa. Aku sedih, sih. Ini masalahku sendiri, tapi Papaku yang harus turun tangan. Kadang di sini aku ingin jadi CEO juga." Divan cengengesan. Dia hanya malas melakukan sesuatu yang bukan bakatnya.

Banyak orang memintanya jadi penyanyi saat mendengar Divan menyanyi dengan merdu. Ia menolak. Ia menyanyi kalau ingin saja. Ada juga yang minta ia main film romantis. Apalagi, Divan sadar diri ia tak semanis mulut Papanya.

Esok harinya Divan keluar rumah untuk pertama kali dengan pengawalan. Ia pergi ke salah satu stasiun televisi. Tadinya ia ingin bicara lewat instastory. Hanya saja tak semua orang menggunakan media sosial.

"Dengar, kalau di sana kamu grogi, atur napas. Kamu nggak boleh kalah bicara," nasihat Davina.

"Mama suruh aku lihat cermin dan bilang anak monyet. Itu lebih berguna," celetuk Divan membuat Davina nyengir kuda. Sampai ditepuk lengan suaminya. Akhirnya Divan mendengar Davina tertawa lagi.

Tiba di gedung stasiun televisi, Divan berpapasan dengan Ivy. Wanita itu sempat berpaling dan berusaha kabur. Hanya Divan langsung menyusul dan menghadangnya.

"Kamu menyulut api ini. Jangan salahkan aku ketika aku padamkan, kamu ikut tersiram," ancam Divan.

"Kamu tahu darimana aku terlibat?" Ivy berkilah.

Divan tertawa. "Buktinya kamu mengilah sesuatu yang tidak aku sebutkan. Kamu membuat rangkuman sendiri. Memang aku bilang kamu terlibat? Terlibat apa? Aku hanya bilang menyulut api. Tanpa sadar kamu akui sendiri!"

Divan berjalan melewati Ivy.

"Kamu nggak akan bisa narik perhatian publik. Mereka tahu kamu dan istrimu salah memanfaatkan wanita sakit," bentak Ivy.

Divan berbalik. "Memanfaatkan wanita sakit? Siapa? Aku atau kamu?" Divan balas menyerang. Ivy memalingkan pandangan. "Aku beri kesempatan, klarifikasi atau aku hancurkan karirmu? Kamu belum tahu saja aku bisa sejauh apa menyakiti orang yang menyakiti istriku!"

Tak takut dengan ancaman Divan, Ivy melenggang pergi begitu saja. Lekas Divan naik ke ballroom tempat konferensi press dilakukan. Sudah banyak wartawan yang datang. Divan kaget melihat Papanya menjadi salah satu tamu di sana. Papa melambai pada Divan yang berada di atas panggung.

"Saya Divan Adhlino Ravin Kenan. Isu belakangan ini yang mengundang polemik meresahkan banyak orang. Walau tak begitu terkenal, saya sadar kalau selama ini tingkah laku saya akan jadi contoh. Karena itu saya meminta maaf pada masyarakat.

Saya mengerti sebagai ayah, Tuan Rein tentu ingin membela putrinya. Sebagai suami saya pun ingin membela istri saya. Saya kenal dengan Davina Kenan sejak TK. Saya menjadi tempat ia mencurahkan hati. Seperti yang kalian lihat dalam riwayatnya, istri saya beberapa kali mendapat rujukan sekolah untuk ke psikiater. Tak sekali pun surat ini diindahkan Tuan Rein dan keluarganya. Apa tidak ingin kalian bertanya kenapa?"

Terlihat beberapa kali kilatan cahaya. Wartawan sibuk merekam dan mencatat poin yang diungkapkan Divan.

"Ini salah satu artikel yang sempat viral di Livetown akibat seorang anak berusia lima tahun ke rumah sakit sendiri dalam keadaan demam. Kasus ini sampai ditangani polisi dan komisi perlindungan anak. Coba baca inisial nama anak tersebut," tunjuk Divan ke layar.

🌲🌲🌲

🌲🌲🌲

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Menikah Karena Sayang (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang