Percaya Diri

9.8K 1.6K 123
                                    

Bangun tidur, langit terlihat gelap. Baik Divan dan Davina masih terbaring sambil memeluk ujung selimut yang menutupi tubuh hingga ke leher. Mereka terlalu semangat siang pertama - karena memang dimulai saat masih siang - hingga lupa belum makan.

"Ini belum terlambat makan malam, 'kan?" tanya Divan.

Davina melirik ke arah tembok. Masih pukul tujuh malam, belum terlalu larut. "Aku lapar, tapi malu." Kini ujung selimut ditarik semakin tinggi hingga hidung.

"Pakai topi saja," saran Divan yang sebenarnya tak terlalu membantu, bahkan tak berguna sama sekali.

Davina menggeleng. Lampu di kamar itu tak dinyalakan. Tentu gelap di dalam kamar. "Masa malam hari kita pakai topi? Nanti orang bilang aneh."

Apa yang Davina katakan tak terasa salah dalam pikiran Divan. Pria itu menurunkan selimut. Kemudian ia tarik handuk dari nakas. Satu per satu kaki Divan turunkan ke lantai. Ia pakai handuk dan bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri dari peluh yang menganak sungai.

Davina memperhatikan dari tempat tidur. Ia hanya ingat harus menyalakan lampu dan menutup gorden. Tak lama setelah Divan keluar dari kamar mandi, giliran ia yang berlari ke sana sambil membalut tubuh dengan handuk. Di bawah guyuran air shower, Davina kembali membersihkan diri.

Begitu keluar, ia tak menemukan Divan di kamar. Hanya terdengar suara dari ruang tamu. Lekas Davina berpakaian lalu menemui Divan di ruangan itu.

"Kamu cari apa?" tanya Davina akibat Divan tak hentinya memperhatikan setiap sudut ruangan.

Divan berbalik. Ia menatap Davina dengan raut wajah pucat. "Cincin pernikahanku hilang," akunya. Sudah mencoba mencari tetap saja gagal. Lebih baik ia mengaku sebelum Davina sadar.

Bahu Davina bersandar ke rangka pintu kamar. Ia melipat tangan di depan dada. "Ini, bukan?" tanya Davina sambil memperlihatkan bulatan cincin di telapak tangannya.

Seketika Divan terdiam. Padahal sudah ia cari hingga ke balkon dan seisi kamar, Divan tak juga menemukan benda kecil itu. Memang perempuan punya kekuatan penemu yang sangat kuat, pikirnya.

Davina berjalan mendekati suaminya. Ia pasangkan cincin itu ke jari manis Divan. "Ini ketinggalan di wastafel. Untung nggak jatuh ke lubang pembuangan."

"Padahal aku ingatnya pas pakai baju tadi, ini masih aku pakai. Ternyata sebelum mandi aku sudah lepas." Jemari Divan menggaruk rambut.

Tak tahan dengan perut yang sudah memanggil minta diisi, mereka berdua akhirnya keluar dari kamar. Tak lupa pintu, mereka kunci. Begitu dingin di luar akibat angin berembus dari laut. Sangat kontras dengan keadaan siang yang panas.

Syukur keduanya memakai jaket yang lumayan tebal. Berjalan saling berpegangan tangan, keduanya melintasi jembatan. Di depan mereka banyak juga pasangan yang tengah berjalan menuju pulau.

"Bintang!" tunjuk Davina ke atas. Divan mendongak. Langit begitu indah walau hanya beberapa bintang bertaburan di sana. Senyum Davina melengkung lagi hingga terlihat lesung pipit di pipinya.

Tak lama, Davina menatap Divan kembali. Senyumnya semakin mekar begitu sadar Divan memperhatikannya. "Kenapa lihat aku? 'Kan aku sedang menunjukan bintang." Suara Davina selalu terdengar lembut juga hangat.

"Bintang milik banyak orang, tapi kamu cuma milikku."

Bukan karena dingin. Ucapan Divan berhasil melukis rona di pipi keduanya. Tangan mereka tak lepas sama sekali. Divan masih menuntun Davina hingga ujung jembatan. Kaki mereka turun ke pasir pantai lalu naik ke jalan setapak dari kayu. Benturan sepatu dan jalan kayu membuat bunyi yang khas.

Kini Davina memeluk lengan Divan. Nuansa malam di tengah pulau terasa menyeramkan. Padahal mereka melewati banyak bungalow. Hanya Davina tetap merasa takut hingga merinding tubuhnya.

"Kita makan di sana. Dekat kolam renang. Aku sudah pesan tempat tadi sambil menunggu kamu mandi." Tunjuk Divan pada sebuah kolam berbentuk lingkaran yang kosong. Kolam itu berada di sisi pantai hingga meja tempat mereka makan memiliki dua pemandangan sekaligus, kolam dengan desain cantik di sisi kanan juga lautan yang berkilau akibat cahaya rembulan di sisi kiri.

"La spéciale est quoi?" tanya Divan. Mayoritas penduduk di Kaledonia Baru menggunakan Bahasa Prancis. Sebenarnya mereka bisa Bahasa Inggris juga, hanya Divan sedang sok cakep sekarang.

Benar saja. Mendengar Divan berdialog menggunakan Bahasa Prancis, Davina terlihat kagum sampai tak henti memandangi suaminya.

Divan menutup menu. Kemudian pelayan membawa catatan pesanan ke dapur. Tinggalah pasangan itu berdua di sana.

"Aku nggak memesan alkohol." Tangan Divan memegang lembut tangan Davina.

Lembut sekali sentuhan Divan di punggung tangan Davina. Keromantisan malam itu semakin terasa karena lilin yang dinyalakan di tengah meja. Cahaya lampu tak terlalu terang. Suara deburan ombak begitu halus menyentuh sisi pembatas kolam renang. Di temani pohon kelapa tak jauh dari meja keduanya.

"Kalau kamu mau minum alkohol, aku nggak masalah." Sebelah tangan Davina mengaitkan rambut ke belakang daun telinga. Kelopak matanya sedikit menurun.

"Aku tahu kamu takut dengan orang mabuk." Saling mengenal sejak kecil, hampir semua kekurangan Davina diketahui Divan. Termasuk peristiwa saat Papa Davina mabuk dan bertengkar dengan Stephani. Andrew marah-marah hingga tak sadar memukul Davina dengan alat pel. Peristiwa yang akhirnya membuat kedua orang tuanya bercerai dan menyimpan trauma pada diri Davina.

"Makasih, Divan. Kamu selalu mengerti aku," ucap Davina.

"Sama-sama, istriku. Bagus juga mengurangi minum alkohol. Lebih sehat."

"Bukannya sejak dulu kamu nggak minum dan nggak ngerokok?" Davina mengangkat sudut kiri bibirnya ke atas.

Di sana Divan langsung menggaruk kening. "Aku coba minum dengan teman sebelum kita menikah. Memang ketagihan, tapi nggak lagi. Janji!" Sebelah mata Divan berkedip sambil mengangkat telunjuk dan jari tengah membentuk huruf V.

🌲🌲🌲

Episode selanjutnya hari Rabu. Habis itu aku libur 💃💃💃💃

 Habis itu aku libur 💃💃💃💃

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Menikah Karena Sayang (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang