Menyebalkan

6K 1.3K 108
                                    

Berbulan-bulan hidup dalam kebohongan, Davina sudah terbiasa. Jika kakak atau ibunya menelpon, dia santai menjawab walau harus menyembunyikan banyak hal. Ia belajar menyetir dan pergi ke kampus sendiri. Divan mulai bisa penuh melakukan pekerjaannya. Lain dengan dulu, Davina kini mulai pintar bergaul. Ia sering nongkrong di waktu istirahat kuliah dengan teman-teman.

Musim semi yang indah di Cambridge saat dedaunan menghijau. Harvard memiliki pohon persik yang tengah berbunga. Hari ini sepulang kuliah, Davina memutuskan langsung pulang ke rumah. Setelah makan, perutnya merasa tak enak. Seperti terasa kembung. Berusaha ke kamar mandi dan memuntahkan kembali saja susah.

"Coba kamu ke dokter. Mungkin itu gejala mag. Kamu sih sering makan telat. Kalau ditelpon pasti bilangnya belum makan," omel Mama.

Davina nyengir kuda. Habis Divan kalau disuruh makan pasti jawab nanti dan nanti. Ujung-ujungnya Davina ikut menahan lapar. Akhirnya Davina konsultasi pada mertuanya. Dari mamanya Divan, Davina tahu kalau Divan makan harus dipaksa turun dengan ditarik ke meja makan.

"Iya, Ma. Ini mau ke dokter nanti sore. Aku nunggu temanku pulang biar ada yang antar."

Selesai menelpon, Davina hendak masuk ke dalam mobil. Belum sempat membuka pintu mobil, tangannya ditahan seseorang. Mata Davina melirik ke sisi kanan. Ia kaget menemukan seorang wanita yang Divan sering peringatkan untuk dijauhi.

Bola mata Davina terbuka lebar. Ia menunduk menunggu wanita itu menyatakan maksudnya.

"Kamu siapanya Divan Kenan?" tegur Ivy dengan intonasi tinggi.

"Aku teman dia dari TK saat masih di Heren. Kami memang dekat dari kecil," dusta Davina. Sengaja ia tatap Ivy dengan suara tegas. Dia harus bisa meyakinkan wanita itu kalau apa yang dikatakan benar.

Ivy mendengus. "Jangan bohong kamu. Kamu pikir aku ini bodoh? Tak seperti kamu yang tak jelas asal usulnya, aku ini anak seorang CEO di New York. Keluargaku dan Divan Kenan sepadan. Lain dengan kamu yang keluarganya berantakan." Telunjuk Ivy menekan-nekan bahu Davina.

Mendengar itu, mata Davina terbuka lebar. Ia mematung. Setelah lama, akhirnya kesadarannya kembali. "Maksud kamu apa? Siapapun kamu, tak baik kalau menghina keluarga orang lain."

Ivy berkacak pinggang. Salah satu sudut bibirnya terangkat. "Memang kenyataan, 'kan? Aku sudah selidiki semuanya tentang kamu. Mulai dari orang tua yang bercerai, Papamu tinggal tanpa status pernikahan. Ups, kamu juga dan Divan tinggal serumah. Wah, hebat! Kamu menuruni sifat Papamu." Tangan Ivy bertepuk beberapa kali.

"Tahu apa kamu? Bukannya menyelidiki hidup orang itu ilegal? Mau aku laporkan karena sudah melanggar HAM? Licik sekali kamu!" serang Davina dengan nada tinggi. Divan sering bilang, ia jangan bersikap lemah pada Ivy. Semakin lemah, wanita itu bersikap semakin tak berotak. Dia akan melakukan segala sesuatu semau jidatnya.

"Kamu jauh lebih licik. Untuk dapatkan Divan, kamu sampai rela jual tubuh. Dasar jalang!" umpat Ivy.

"Aku rekam ucapan kamu. Apa yang kamu katakan tadi aku bisa laporkan ke polisi atau bahkan viralkan. Biar semua orang tahu, Ivy itu selebgram yang mulutnya nggak bisa dijaga," ancam Davina sambil memperlihatkan layar ponsel dalam mode rekam. Diam-diam ia melakukan itu sejak tadi bertemu Ivy. Divan yang ajarkan.

Ivy sedikit mundur setelah Davina dorong tubuhnya. Barulah kini Davina masuk ke dalam mobil dan meninggalkan Ivy di sana. Walau ia yakin Ivy pasti tak akan tinggal diam. Bahkan sampai senekat itu membuntuti Divan.

Tiba di rumah, Davina melirik ke sisi kanan dan kiri. Ia berusaha meyakinkan diri tak ada yang mengikutinya. Lekas masuk ke dalam rumah dan menutup pintu.

Langkah Davina begitu cepat naik ke ruang kerja Divan. Syukur, suaminya masih ada di sana. "Divan, gawat!"

Divan membalikan kursi putarnya hingga ia menghadap ke arah Davina. "Kenapa kamu?" tanya Divan penasaran.

"Ivy ternyata diam-diam menyelidiki latar belakangku. Dia bahkan tahu kita tinggal serumah. Ini bagaimana? Kalau sampai dia ungkap ke publik, akan jadi masalah untukku. Bagaimana ini?" cerocos Davina ketakutan. Sampai pucat wajahnya akibat kejadian itu.

"Biar aku peringatkan dia nanti. Kamu nggak diapa-apain dia, 'kan? Aku khawatir sama kamu," ucap Divan sambil menarik pelan lengan istrinya. Ia tuntun Davina untuk duduk di pangkuan. Terasa dingin lengan Davina. Kelihatan sekali wanita itu ketakutan.

"Nggak, hanya dia tadi mengataiku yang bukan-bukan. Sampai sebut aku jalang. Aku sempat rekam ucapan dia tadi. Aku gunakan untuk mengancam. Hanya aku takut dia semakin menjadi. Bagaimana ini Divan?"

"Aku akan menelpon Papa. Biar Papa yang bicara dengan orang tua Ivy. Papanya Ivy baik, mamanya juga. Mereka hanya terlalu memanjakannya hingga seperti itu. Lagipula Papanya dan Papaku rekan bisnis. Pasti mereka tak akan berani saling merugikan."

Davina mengangguk. Ia peluk leher suaminya. "Aku harap dia berhenti. Aku takut ini sampai ke telinga orang tuaku. Padahal hubungan kami baru kembali membaik. Mama saja tadi menghubungiku duluan."

Tangan Divan mengusap rambut Davina. "Semua akan baik-baik saja, sayang. Aku janji. Apapun aku lakukan untuk melindungi kamu, istriku." Kecupan hangat mendarat di pipi Davina.

🌲🌲🌲

Jangan lupa baca juga novel author yang satu lagi ➡️➡️➡️ SEPASANG SEPATU

Jangan lupa baca juga novel author yang satu lagi ➡️➡️➡️ SEPASANG SEPATU

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Menikah Karena Sayang (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang