Penggalan | 11

79 2 0
                                    

-----

Bagian: Arundaya

Sambil menemani Kala bermain air di halaman belakang aku mencoba bicara dengan Mbak Ingga.
“Mbak. Menjelang akhir masa sewa kostanku, aku mau coba deh tinggal di apart.”

Mbak Ingga langsung menyeringai. “Mbok ya dari dulu.”

Aku cukup tersenyum kambing masih dengan berlarian kesana-kemari mengambil tiap bola yang dengan sengaja dilemparkan Kala. Menurutinya, meski jujur kedua lutut mulai meringis.

“Masih ada waktu kurang sebulan sebelum aku perpanjang atau nggak, gitu. Kalau dirasa berat, termasuk nasib mobilisasi kerjaku, ya aku bakal cancel.”

“Oke.” Mbak Ingga tampak memahami argumenku. “Ini ada campur tangannya Arlan ya? Mbak curiga aja.”

Dengan sigap aku berdiri lalu melebarkan mata ku, bermaksud menolak argumennya. “Enak aja.”

Dan respon Mbak Ingga selanjutnya tertawa menyepelekan. Bersyukur setelahya Kala dengan entengnya melempar bundanya itu dengan bola mainannya. Sukses membuatku tertawa terbahak-bahak beserta Kala. Tak mengurangi rasa hormatku, aku meminta Kala untuk meminta maaf pada bundanya dengan mencium pipinya.

“Rencananya besok mau minta tolong Rio buat angkut beberapa barang.”

“Udahlah diakhiri aja tinggal di kostnya akhir bulan ini.”

“Iya kalau keadaannya mendukung. Aku coba dulu. Kalau jatuhnya menyiksa ya aku tetap tinggal di kost tercinta aja.”

“Paling jago berargumen emang kamu.”

Dan obrolan ini berakhir begitu saja tepat ketika Kala menunjukkan ciri-ciri mengantuk. Maklum sejak tadi Kala memeluk dunianya. Dengan riangnya, heboh sendiri.

Ditengah rewelnya Kala, Mbak Ingga langsung membawa Kala ke dalam kamar. Paham betul jika niatnya ingin menidurkan Kala. Tinggal aku sendiri dihalaman belakang, menikmati langit yang sekarang nampak ungu berkombinasi merah muda syarat juga dengan burung yang manari kesana kemari dalam perjalanan pulang ke rumahnya.

Sadar akan keheningan ini, ketika suara adzan bergema dan getaran pelan ponsel disaku celana. Aku merogoh malas, khawatir akan ada hal yang mengganggu waktu santaiku. Ternyata benar ada e-mail masuk, meminta kerjasama promosi produk sepatu. Berniat membalas nanti aku beralih menuju aplikasi chat. Pesan dari nomor baru masuk ditindih entah berapa pesan diatasnya. Bahkan aku lupa untuk memberi nama kontaknya Banyu.

_Arun. Maaf sebelumnya, kamu malam ini ada kerjaan? Saya punya rencana buat ajak kamu makan_

Dahi ku berkerut, mungkin sedikit kaget. Pesan masuk pukul 15.47 WIB, Banyu mungkin lama menunggu balasaan atau entah.
_Iya Banyu. Semoga nggak ada kerjaan dadakan sih. Rencana mau makan dimana? Saya siap-siap ya. Share loc aja, saya menuju kesana._

Menunggu langit benar-benar gelap aku membuka ransel yang masih berada di samping ku. Mencari apakah ada pakaian yang bisa aku kenakan. Dan sial, untuk sekarang aku sedang nggak membawa pakaian apapun. Mencoba tenang, bila ini adalah masalah sepele pada umumnya. Ini hanya makan malam, apa yang dipusingkan?

“Mandi sana! Keburu Mas Ganes pulang.” Mbak Ingga datang dibalik pintu pembatas. Seperti biasa mengungkapkan rasa sayang kepada adiknya- tapi dengan cara yang berlebihan. Galak maksudnya.

Meraba RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang