Penggalan | 6

74 3 0
                                    

-----

Bagian: Arlanta

“Permisi...”

Sengaja aku mengatakannya sebagai notice buat dokter lain yang mungkin udah duluan istirahat di ruangan ini. Membuka pintu pelan untuk mengurangi suara decitan.

Pemandangan setelahnya yaitu tiga single bed yang disediakan untuk kami baru terpakai satu. Sengaja aku nggak bersuara, takut mengganggu.

Beberapa menit aku mencoba memejamkan mata menunggu jadwal operasi selanjutnya. Tapi, terpaksa aku membuka mata kembali. Aku nggak merasa terganggu sih sebenarnya. Karena semenjak aku paham profesiku seperti apa, mengeluh hingga memaki seperti apapun. Hal semacam ini akan terus terjadi. Dan sia-sia. Bahkan waktu pribadiku yang bisa aku habiskan dirumah atau ditempat wisata pun bisa tiba-tiba kacau karena aku harus melayani pasien. But, no problem for that, itu udah jadi konsekusnsinya.

Dan itu udah jadi jalan hidupku, jadi pilihan ku.

Seseorang memanggilku dengan suara sedikit berat, khas bangun tidur.

“Iya...” Jawabku.

Dari penampilannya sih kalau nggak salah Mas Ganes. Dan benar aja sejurus kemudian dia berpaling kearahku.

“Masih tinggal di apartemen itu?”
Kini Mas Ganes udah beralih dalam posisi telentang.

“Masih Mas, kenapa nih?”

“Susah cari yag mau nempatin Lan. Tapi nggak niat buat dijual juga?”

“Lah? Saya pikir udah ditempati orang lain.”

“Nggak. Masih kosong malah. Susah nyari waktu buat bisa kesana. Niatnya biar diambil alih sama Arun. Tapi dianya masih ragu.”

Mendengar nama itu disebut. Pikiran ku langsunglari kemana-mana. Mengingat sosoknya.

“Bisa nih saya punya job sampingan sebagai penjaga apartemen Mas Ganes. Kalau senggang bisa saya bersihin. Atau ambil jasa cs nanti saya pantau gitu juga bisa.” Kekehku.

“Ya nggak begitu juga Lan.”

Aku mengangguk paham kerisauan Mas Ganes seperti apa. Kesibukannya membuat dia susah buat menelisip walau sebentar ke apartemen miliknya.

“Gitu juga nggak apa-apa kok Mas. Serius ini saya.”

“Nggak lah. Cuma kalau memang adik saya menolak. Saya sepertinya butuh bantuan mu buat nyari-nyari yang mau disana.”

“Boleh... Soalnya denger-denger ada yang nyari apart yang deket rumah sakit. Bisa lah kalau fix aku infokan ke mereka.”

Thanks ya Lan... Ada eksekusi jam berapa?” tanyanya sambil bangkit.

“Nanti setengah satu.”

“Oh kalau gitu aku kesana dulu.”

Aku tersenyum dan memejamkan mataku sebentar saat Mas Ganes sudah menghilang dibalik pintu.

Then, for more information guys, aku merasa wajar aja melihat Mas Ganes yang beneran sesibuk itu. Sampai-sampai nyuri waktu buat nengokin apartemennya aja sulit banget. You know what, dia yang seorang dokter konsultan udah pasti sibuk kesana-kemarilah.

Meraba RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang