Penggalan | 21

11 2 0
                                    

-----

Bagian: Arlanta

Aku percaya pada pilihanku. Arun yang berhasil membuatku mencintainya. Banyak sekali arti yang aku dapatkan darinya. Dan aku ingin terus bersamanya.

Semua ego aku lepaskan demi Arun bisa kembali. Nggak mau mencari tau siapa yang telah membuat Arun berubah karena jawaban terbaik adalah diri kita masing-masing.

Sebisa mungkin aku menutup rapat-rapat masalah ini dari siapapun. Termasuk dari keluarga kita. Sering kali aku berbohong pada Mbak Ingga maupun Mas Ganes, selaku orang yang kami tuakan dan hormati disini. Tiap kali mereka bertanya tentang kabarnya. Tentang kabar kita. Selalu ku jawab dengan jawaban yang menyenangkan hati mereka.

Aku pikir Arun hanya menutup akses ku darinya. Dia nggak pernah membalas pesan-pesanku baik di SMS, Line maupun WhatsApp. Mengangkat telepon dariku pun nggak. Ternyata baik Mas Ganes maupun Mbak Ingga pun juga demikian. Dan aku bisa menyimpulkan kalau memang disana Arun nggak bisa menemukan signal yang memadai.

Namun aku yakin Arun dapat pulang dengan sehat tanpa kurang suatu apapun. Terlebih bisa kembali kedalam dekapanku. Mengevaluasi dan memvalidasi semuanya. Kita hanya butuh bicara, mendengarkan dan memahami. Dengan demikian kita bisa menghadapi apapun diluar sana. Tanpa berasumsi dengan opini masing-masing, yang belum tentu benar.

Arsyan Dewangga, teman kuliah. Bagaikan peluru kedua yang aku punya. Arsyan mengabdikan dirinya di pulau kelahirannya, Maluku. Dia tau kalau dirinya jauh bisa bermanfaat disana. Berkelana dari sudut ke sudut. Hidup dengan sebutan nomaden. Lewat obrolan singkatnya denganku empat tahun lalu. Dia nggak mau delapan jam kerjanya hanya habiskan di balik meja. Menatap komputer dan memberikan tugas kepada para stafnya. Atau berkeliling ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk melakukan inspeksi yang terhitung jarang. Maka dengan penuh keyakinan dia meminta persetujuan kepada kepala Dinas Kesehatan Provinsi Maluku agar dirinya mendapat ijin untuk melakukan perjalanan ke seluruh pelosok pulau untuk meningkatkan kualitas kesehatan disana. Dengan niat dan gagasan baiknya, Arsyan mendapatkan angin segar. Proposalnya disetujui, dan dia bisa menjalankan misinya bersama tim bentukannya.

Aku meminta tolong kepada Arsyan. Untuk memberikan Arun kabar kalau keadaanku dan keluarga baik-baik aja dan selalu menanti kepulangannya. Memastikan Arun selalu sehat, menolong Arun tiap kesulitan yang ia hadapi. Bahkan aku tak segan memberinya pelajaran apabila permintaanku tadi diabaikan. Namun aku sengaja nggak mengungkapnya nama Arun. Aku hanya memberikan dia clue sebanyak mungkin agar nggak salah sasaran. Hal itu tentu mudah baginya karena Arun disana nggak sendirian melainkan bersama tim yang banyak. Sehingga aku benar-benar yakin Arsyan akan berhasil mendapatinya.

Benar aja, Arsyan memberiku kabar jika dia menemukan Arun. Arsyan menceritakan semuanya kepadaku. Arsyan berjanji akan mengawal Arun sampai Arun meninggalkan Maluku untuk kembali ke Jakarta. Dan tanpa disangka, Arsyan udah mengenal sosok Arun. Sejak lama, lewat karir Arun di dunia jurnalisme. Arsyan sampai heran melihatku yang begitu keras merahasiakan Arun. Bukannya bagaimana, aku hanya ingin menghargai Arun yang bisa bersikap dewasa, nggak pernah mengumbar tentang kisah ini. Padahal jika dilihat, Arun memiliki kesempatan besar melakukan itu, dia seorang public figure.

Bahkan ia menutup rapat masalah ini dari siapapun. Karena sampai detik ini, belum pernah ada seseorang yang datang menemuiku dan mempertanyakan ini semua. Teman dekatnya pun nggak. Lewat pribadinya yang seperti itu, mana mungkin aku bisa menghancurkan kepercayaannya padaku.

Jika peluru kedua adalah Arsyan maka peluru pertamanya adalah aku sendiri. Akulah yang memegang pertahanan utama saat ini. Aku menunggu Arun di arrival gate 1. Aku yakin Arun luluh, seyakin itu memang. Karena aku juga percaya, Arun akan menghargai tiap usaha seseorang. And i'm sure he knows someone who is really sincere.

Meraba RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang