-----
Bagian: Arlanta
Berhubung program operasi hari ini lumayan sedikit, aku tetap bisa memberikan pelayanan tanpa mencari dokter pengganti. Tapi aku tetap harus mengajukan untuk memajukan waktu transfer pasien ke instalasi kamar bedah lebih awal kepada ketua tim perawat tiap pasien yang diprogramkan menjalani operasi. Pada pukul enam pagi. Lebih awal dari biasanya yang biasa dimulai pukul tujuh lebih tiga puluh menit atau pukul delapan pagi.
Semua itu aku lakukan bukan tanpa alasan, dan alasan tersebut bukan semata-mata karena aku ingin pulang lebih awal di hari sabtu. Nggak sesempit itu.
Semua itu karena tepat hari ini, tanggal 15 Februari merupakan hari kanker anak sedunia. Oh mungkin sebagian orang sedikit ter-notice akan hal ini, karen masih tersihir akan euforia hari valentine di hari sebelumnya ‘kan?
Tapi nggak dengan ‘ku yang sangat menanti-nantikan hari ini. Karena apa? Karena mereka yang mampu berkali-kali lipat menyihir ku dengan energi positif ketika berbagi keceriaan bersama.
Tahun ini kami yang tergabung dalam panitia acara dalam rangka memperingati hari kanker anak sedunia sepakat mengangkat tema “Tarian Sorai: Tiupan Harapan”.
Filosofi dariku sih dengan kita terkhususnya anak-anak penderita kanker masih dapat menerima kebahagiaannya yang di ekspresikan dengan tarian kegembiraan. Dikelilingi dengan sorak-sorai jika keadaan mereka bukan menjadi suatu tanda berakhirnya harapan. Menjadi seorang yang bijak dengan cara mensyukuri segala yang terjadi dalam hidup, jika masih ada harapan dengan doa-doa yang selalu kita panjatkan kepada Tuhan kita.
Pukul sepuluh- lebih aku mempercepat mobilitas. Berganti pakaian lalu buru-buru menuju tempat parkir. Mengendarai mobil sedikit kesetanan sembari mengkalkulasi waktu kedatanganku.
Melihat agenda, acara akan dimulai pukul sebelas. Dengan alasan, acara bisa rampung sebelum sore. Supaya anak-anak nggak terpotong jam tidurnya.
Dalam usaha juga ada kepasrahan. Bila pun pada akhirnya aku nggak bisa berdiri dipanggung untuk memberikan sambutan acara sebagai ketua panitia. Aku nggak akan kecewa bila diwakilkan oleh sekretaris jika benar-benar aku terlambat. Karena semuanya nggak harus sesuai dengan rencana. Berlangsungnya acara yang lebih utama.
Benar saja acara udah dimulai dua puluh menit yang lalu, kata Putri sebagai sie acara. Aku yang udah sampai di parkiran penuh ini sedikit berlari kecil menuju pintu utama.
Mengabaikan kerumuman orang-orang di luar gedung. Putri melambai setelah menemukan aku mengitari lautan anak-anak dengan pakaian warna-warninya. Aku segera menuju kearahnya di sisi kanan panggung yang didekorasi tak kalah meriahnya.
“Habis ini kamu naik ya Lan.”
“Oke. Untuk sambutan?”
“Iya. Sengaja tadi kami rubah rundown sedikit.” Aku mendengar penjelasannya bersamaan dengan datangnya suara pembawa acara memanggil namaku. “Eh buruan naik!”
Aku dengan persiapan seadanya. Jujur aja aku belum sempat mempersiapkan kata-kata sambutan seperti apa yang akan aku sampaikan di depan mereka. Tapi seketika aku melupakan itu semua. Pembawa acara lebih pandai. Mampu menghipnotis anak-anak buat larut dalam kemeriahan merambat juga dengan cepat sampai ke tulang-tulangku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Meraba Rasa
RomanceMaka, diperhentian kedua. Meletakkan tiap rasa yang kemarin sempat membiru. Meragukan hati yang meminta kembali. Atas dasar arah buntu, karena memang telah sampai pada ujungnya. Meraba tiap jengkal gelap, justru menemukan terang. Hingga menyerah...