Malam ini Yogyakarta diguyur hujan deras. Tetes-tetes air hujan terus jatuh berkejaran seolah tiada henti. Awan mendung yang pekat menghiasi langit malam ini menjadi penanda bahwa hujan akan bertahan dalam waktu yang lama. Intensitas hujan semakin meningkat seiring malam beranjak membawa serta angin yang cukup kencang. Dari luar terdengar suara ranting-ranting pohon bergemerisik diterpa angin. Kilatan petir bergantian muncul menimbulkan suara gemuruh cukup keras untuk menggetarkan kusen jendela.
Dalam balutan selimut yang asing, Lea melihat ke luar jendela, memperhatikan tetes-tetes air hujan yang mengalir deras menuruni kaca jendela. Cengkeramannya pada selimut semakin kuat ketika suara petir kembali terdengar. Kalau berada di kosan-nya, Lea sudah pasti melarikan dirinya ke kamar Mara. Sayang sekali, malam ini Lea tidak berada di kos melainkan di kontrakan Jo. Seharusnya Lea bisa segera pulang andaikan saja dirinya lebih cepat menghabiskan satu bungkus gado-gado yang dibawa Je. Bodohnya, Lea malah sibuk merutuki dirinya sendiri karna kelepasan memindahkan potongan timun miliknya di makanan Je. Satu kebiasaan yang dulu Lea lakukan. Lea bahkan tidak mengerti kenapa dirinya melakukan hal itu di hadapan Jo lagi. Padahal kebiasaan itu sudah berhenti sejak lama tapi tiba-tiba saja kembali hanya dengan makan di meja yang sama. Beruntung, Jo tidak curiga dan Je cukup pintar mencari alasan.
Lea tidak berniat menginap di kontrakan, membayangkannya saja tidak pernah. Namun, kebodohonnya yang lambat dalam menghabiskan satu bungkus gado-gado membuatnya terjebak disini. Hujan turun dengan derasnya begitu Lea menyuapkan satu suapan terakhir gado-gadonya. Setengah jam menunggu, hujan tidak kunjung menunjukkan tanda-tanda berhenti malah semakin deras diikuti angin. Daftar kesialannya di hari Senin bertambah lagi ketika Je dengan santainya mengusulkan pada Lea untuk menginap yang disetujui oleh Jo. Lea jelas menolak, seumur-umur Lea tidak pernah menginap di rumah yang hanya diisi oleh sekumpulan cowok (meski hanya ada Jo, Je dan Dhikta saja karna Ben dan Rasya sepertinya tidak pulang malam ini).
Lea tidak bodoh, dirinya cukup mengerti bisa terjadi yang tidak-tidak kalau salah satu diantara penghuni kontrakan khilaf. Jelas Lea tidak mau, bisa-bisa Mama memenggal kepalanya kalau itu terjadi. Disisi lain, Lea juga tidak punya pilihan lain. Hujan tidak mereda, mau memaksakan juga akan membahayakan dirinya, cuaca sedang tidak sebaik itu. Memesan ojek online pun juga percuma, tidak akan ada driver yang mau mengambil pesanannya. Jadi Lea mengalah, malam ini menginap di kontrakan. Untuk upaya preventif, Dhikta meminta Lea untuk mengunci pintu kamar. Dan untuk membuat Lea nyaman, penghuni kontrakan masuk ke kamar masing-masing kecuali Jo yang malam ini tidur di kamar Ben sebab kamarnya digunakan oleh Lea.
Satu gerakan, Lea membawa selimut Jo menutupi seluruh tubuhnya. Di bawah naungan selimut, Lea berkomat-kamit memohon pada Tuhan agar hujan segera mereda. Sudah pernah Lea bilang bukan bahwa malam, hujan deras dan petir yang bergemuruh bukanlah kombinasi yang Lea sukai. Sebab jika keadaan sudah seperti ini selalu ada kemungkinan-kemungkinan buruk yang bisa terjadi. Pemadaman listrik misalnya. Entah itu pemadaman yang dilakukan secara sengaja untuk menghindari peristiwa buruk selama hujan deras atau pemadaman listrik tidak sengaja yang disebabkan oleh gangguan jaringan. Dan demi apapun, Lea sangat membenci hal itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Return ✔
أدب الهواةKenapa Lea harus dihadapkan dengan masa lalu ketika ia bahkan ingin memulai lembaran baru? Nyatanya, takdir memang suka sebercanda itu.