11 | Take it or leave it

248 33 41
                                    

"Are you okay?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Are you okay?"

"Of course, I am."

"Someone said, it's okay to not to be okay. Semua orang pernah dalam keadaan gak baik-baik aja, gak ada yang salah dengan itu. Jadi, jangan maksain baik-baik aja kalau kenyataannya enggak."

Jo mengamati Lea yang hanya diam, tidak menanggapi kalimat yang baru saja Jo ucapkan. Jo tahu Lea tidak baik-baik saja sejak Rasya mengajukan pertanyaan di permainan truth or dare. Wajah Lea berubah sendu, tidak banyak bicara dari sebelumnya meski Lea masih tersenyum. Lea sangat terampil menyembunyikan perasaannya sampai orang lain tidak menyadari perubahannya.

Jo ingat kata-kata Je beberapa waktu lalu saat Jo datang ke kamarnya. Je bilang kalau Lea adalah seseorang yang kuat dengan caranya sendiri. Hal itu ada benarnya, Lea punya cara sendiri untuk menenangkan segala emosi yang bergejolak pada dirinya. Salah satunya dengan cara menjauh sebentar dari orang-orang, mengambil waktu bagi dirinya sendiri. Setelah emosinya mereda, barulah Lea kembali dengan sikap seperti biasanya. Malam ini pun, Lea juga melakukan hal yang sama. Lea pamit ke toilet hanya dijadikan alibi semata agar gadis itu bisa memiliki waktunya sendiri.

Jo tidak tahu apa yang terjadi dengan Lea dan masa lalunya. Tetapi melihat bagaimana perubahan Lea, Jo tahu ada luka yang masih tersimpan. Jo ingin sekali memukul siapapun itu orang di masa lalu yang berani melukai Lea begitu melihatnya menelungkupkan kepala di meja makan dengan bahu bergetar. Lea menangis tanpa suara. Sesuatu yang membuat dada Jo diremas seolah bisa merasakan rasa sakit yang Lea dera. Jo tidak setega itu melihat orang yang disayanginya menangis sendirian tanpa ada seorang pun yang bisa dijadikan sandaran. Jo ingin berada disamping Lea menjadi sandaran ketika gadis itu bersedih. Namun, sepertinya Lea bukan jenis orang yang mau berbagi pada orang lain terlebih lagi pada Jo.

Kalau boleh jujur, Jo ingin sekali Lea bisa menceritakan masa lalunya pada Jo terutama pada bagian mantan Lea. Setidaknya, Jo ingin tahu alasan orang itu menyakiti hati Lea. Tapi Jo tidak memaksa, walau mulutnya ingin sekali memberikan beberapa pertanyaan untuk Lea. Sepanjang perjalanan dari kontrakan ke kos-an Lea, Jo memilih diam. Membiarkan angin malam yang berpadu dengan suara kendaraan mengisi sepi. Padahal biasanya ada aja yang Jo bicarakan pada Lea ketika berkendara. Hanya saja malam ini sedikit berbeda, Lea tidak sedang baik-baik saja.

"Gue emang lagi gak baik-baik aja. Tapi gue bisa ngatasin hal itu kok, Kak Jo gak perlu khawatir," Lea tersenyum kecil seraya menatap tepat di manik mata Jo yang berdiri dihadapannya. Berusaha meyakinkan Jo bahwa semua akan baik-baik saja meski Lea tahu Jo cukup peka dengan keadaannya saat ini.

Jo menghembuskan nafasnya, "Oke, tapi kalau lo udah gak bisa ngatasin itu sendirian, lo bisa dateng ke gue kapanpun itu. Gue siap bantuin lo."

"Makasih, Kak Jo."

"Need a hug?" Tawar Jo kemudian. Kalau Lea memang tidak mau bercerita padanya, setidaknya Jo ingin menawarkan hal lain. Sebuah pelukan mungkin? Sebab kata orang, pelukan adalah obat paling manjur untuk melupakan kesedihan. Kalimat itu tidak sepenuhnya benar, hanya saja pelukan bisa jadi salah satu support system bagi orang lain. Seolah-olah mengatakan jika dia tidak pernah sendirian. Dan Jo ingin mengatakan itu pada Lea.

Return ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang