19 | The Answer

170 32 5
                                    

-------------------4000+ Words-----------------

Please, jangan gumoh! Hehe

Je duduk di kursi meja belajarnya dengan tenang. Pandangannya terfokus pada lembaran sketsa desain yang sedang dibuatnya. Tangannya masih lincah bergerak, menggoreskan pensil membentuk gambar yang ada di kepalanya. Alunan musik dari vinyl player dengan volume rendah menemani Je menyelesaikan tugasnya. Sesekali ada senandung kecil yang keluar dari bibir Je, mengikuti musik yang dimainkan.

Je sudah melakukan kegiatan itu sejak satu jam yang lalu. Hari sudah beranjak malam tapi Je masih setia di kamarnya, laki-laki itu hanya keluar kamar untuk ke kamar mandi dan mengambil air minum di lantai bawah. Selebihnya Je hanya berdiam diri kamarnya sejak siang tadi. Tidak ada yang berusaha mengusiknya termasuk Rasya dan Ben yang biasanya usil. Sebab semua anak kontrakan memang disibukkan dengan ujian semesternya masing-masing termasuk Je.

Sekian lama duduk, akhirnya Je berdiri, melangkahkan kakiknya ke rak tempat dimana LP albumnya berjejer rapi dengan barang-barangnya yang lain. Je berniat mengganti lagunya, pandangannya terfokus meneliti album mana yang harus Je mainkan selanjutnya hingga tatapan matanya terkunci pada satu benda. Sebuah benda yang belum bergeser dari tempatnya sejak terakhir kali Je menempatkannya disana. Itu adalah kotak permainan catur yang beberapa waktu lalu dicari oleh Lea.

Je mematung ditempatnya selama beberapa saat sebelum meraih benda itu ditangannya. Ada senyum kecil yang tercetak kecil dibibir Je ketika satu ingatan masuk ke memori otaknya. Satu memori bersama Lea, itu hanya berlangsung sebentar tapi meninggalkan bekas yang cukup dalam baginya. Entah Je harus bersyukur atau tidak. Yang pasti malam itu Je telah kehilangan kontrol akan dirinya sendiri. Je melewati garis yang telah ditetapkan oleh dirinya sendiri.

He kissed her.

Selama ini, Je selalu bisa mengontrol dirinya untuk tidak melewati batas. Namun entah mengapa, malam itu Je seolah lupa akan segalanya. Detik dimana Je melihat kepedulian Lea pada dirinya dan bagaimana gadis itu meluapkan apa yang ada di kepala pada Je. Tatapan mata dan raut wajah khawatir itu membuat sesuatu dalam dada Je bergejolak. Perasaan yang ditekannya kembali muncul ke permukaan hingga pada akhirnya Je mengalah.

Dan bagaimana Lea menyetujui permintaannya, Je sudah tidak bisa memikirkan apapun kecuali merengkuh Lea dalam dekapannya, mempersempit jarak yang sudah lama terbentang diantara keduanya. Je kira Lea tidak akan membalasnya tapi kenyataannya gadis itu membalas perlakuannya. Memicu sensasi itu kembali menghampiri Je seolah-olah ada yang meledak dalam tubuhnya. Perasaan yang tidak pernah Je dapatkan pada gadis manapun kecuali Lea.

Je tahu hubungannya tidaklah baik dengan Lea, gadis itu membenci dirinya dan Je paham hal itu. Lea selalu bersikap dingin padanya setelah pertemuannya kembali dengan Lea. Je mengerti, Je juga tidak berharap Lea akan bersikap biasa saja setelah apa yang Je lakukan di masa lalu. Lea berhak melakukan itu makanya Je juga berusaha membuat sebuah batas yang tidak boleh dilewati oleh dirinya. Semata-mata untuk membuat Lea bahagia.

Namun malam itu Je berhasil memastikan satu hal.

She still loves him.

Kesadaran itu hampir membuat Je kehilangan kewarasannya. Beruntung Je masih bisa mengendalikan diri. Dan ketika Je melepas tautan bibirnya dengan Lea, Je menyunggingkan satu senyuman dan sebuah kata sebelum Lea meninggalkan Je terburu-buru. Seharusnya itu menjadi sebuah kesalahan bagi Je karena telah melewati batasnya. Tapi Je tidak bisa menampik bahwa ada rasa bahagia dan juga lega disaat bersamaan. Je merasa bebannya berkurang. Dilain sisi, Je tahu setelah itu hubungannya dengan Lea akan semakin rumit. Mau bagaimanapun Je tidak pantas untuk Lea.

Return ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang