Sore ini, tugas ketiga dan terakhir dari Turnamen Triwizard dilaksanakan dengan penuh antusiasme. Hampir seluruh siswa hadir untuk menyaksikan, bahkan orang tua Cedric datang memberi dukungan, bersama Arthur Weasley.
Vanesha juga hadir, mengenakan pakaian serba hitam yang tampaknya sengaja dipilih untuk menyamai Draco.
Namun, ada perbedaan mencolok dalam tempat duduk mereka. Vanesha duduk sendirian, dengan penuh semangat menyemangati kedua juara sekolahnya. Sementara itu, Draco duduk bersama Goyle dan Crabbe, memilih untuk mendukung Viktor Krum.
Mereka tampak sangat menikmati pertandingan ini. Draco terlihat begitu puas mendukung Krum, sementara Crabbe dengan bangga menuliskan 'KRUM' di dahi sebagai bentuk dukungan.
Tugas kali ini sederhana: siapa yang berhasil membawa piala Triwizard keluar dari labirin, dialah yang keluar sebagai pemenang.
Dumbledore tengah memberikan arahan kepada keempat juara. Tiba-tiba, Draco mendekat dan duduk di samping Vanesha.
"Dimana Fawley?" tanya Draco dengan nada santai.
"Aku tidak tahu. Apa yang kau lakukan di sini?" jawab Vanesha, sedikit heran.
"Melihatmu duduk sendirian, kamu terlihat menyedihkan," jawab Draco, sambil sesekali berteriak memberi semangat kepada Krum.
"Apa yang terjadi denganmu? Kenapa malah mendukung Krum?" tanya Vanesha, masih merasa bingung.
"Karena dua juara sekolah kita sangat tidak mengesankan," jawab Draco cepat.
Vanesha hanya bisa memutar bola matanya. Bagaimana mungkin dia harus memiliki teman dekat seperti Draco Malfoy?
Tiba-tiba, suara meriam menggema, menandakan pertandingan dimulai. Harry dan Cedric yang pertama kali memasuki labirin.
"Seberapa rumit labirin itu ya?" gumam Draco.
"Yang jelas, tidak serumit jalan pikiranmu," jawab Vanesha dengan santai.
"Kau tahu apa yang lebih seru daripada pertandingan ini, Van?" tanya Draco dengan ekspresi penuh makna.
"Apa?"
"Melihat Potter sekarat atau bahkan mati. Itu akan jauh lebih seru," jawab Draco dengan senyum licik.
Vanesha menepuk lengan Draco dengan cepat. "Jangan bicara sembarangan!"
"Ouch! Kalau hanya bicara tentang Potter saja kau sudah memukul lenganku, bagaimana jika aku bicara tentang Digg—"
Belum selesai Draco berbicara, semua orang terdiam sejenak melihat percikan cahaya merah yang menyala di langit, menandakan bahwa salah satu juara berada dalam bahaya.
"Well, I hope it’s Potter," gumam Draco.
"Ugh, diamlah, Draco!" omel Vanesha, sementara Draco hanya menahan senyum sinis.
Ternyata, itu adalah Fleur Delacour yang keluar dari labirin dengan kondisi yang sangat memprihatinkan.
Tak lama setelah itu, Viktor Krum juga keluar dari labirin dengan ekspresi kosong yang membuat suasana semakin tegang.
"Ohhhh!" Draco mengeluh kecewa karena jagoannya mengundurkan diri.
"Tersisa Cedric dan Potter," ujar Vanesha dengan nada datar. "Menurutmu, siapa yang akan menang?"
Draco tersenyum sinis. "Hanya untuk kali ini, aku lebih suka melihat Diggory sebagai juara," ujarnya.
"Huh?! You really have some Potter issues," jawab Vanesha, tak percaya.
Waktu berlalu, dan mereka menunggu berjam-jam tanpa hasil. Harry dan Cedric belum juga keluar dari labirin meskipun langit sudah mulai gelap.
"Kemana mereka?" tanya Draco, sudah mulai bosan.
Tiba-tiba, mereka berdua muncul di tengah arena, tetapi bukannya berdiri dengan piala Triwizard, keduanya justru tersungkur, terbaring tak berdaya.
Semua orang bersorak, namun Draco sekali lagi mendengus kesal karena Harry terlihat masih baik-baik saja.
"AKKKKH!" teriakan Fleur membuat suasana semakin tegang. Beberapa orang mulai sadar bahwa keadaan Harry dan Cedric tidak baik-baik saja.
Kehebohan memuncak ketika Dumbledore berlari menghampiri dan berusaha melepaskan Harry dari Cedric, namun Harry memberontak.
"He's back. He's back!!" teriak Harry, dengan wajah yang penuh ketegangan. "Voldemort kembali! Cedric memintaku untuk membawa tubuhnya kembali. Aku tidak bisa meninggalkannya di sana!"
Semua orang terdiam, menyadari kenyataan yang baru saja terungkap. Vanesha merenung, mencoba memahami apa yang baru saja terjadi. Dia menarik tiga kesimpulan utama dari kejadian tersebut.
Pertama, Cedric Diggory telah meninggal.
Kedua, Voldemort kembali. Tapi, apakah ini benar?
Ketiga, ekspresi Draco terlihat lebih menunjukkan rasa takut daripada kebingungan saat mendengar Harry berkata bahwa Voldemort kembali.
Semua orang kebingungan, namun wajah Draco memancarkan ketakutan yang sangat jelas.
Belum lagi, Draco tiba-tiba bangkit dan meninggalkan Vanesha begitu saja.
"Draco, kau mau kemana??!!"
•••
Pagi itu, seluruh murid berkumpul di Great Hall, termasuk murid-murid dari Beauxbatons dan Durmstrang.
"Dengarkan dengan seksama," kata Dumbledore dengan suara yang menggema. "Cedric Diggory dibunuh oleh Lord Voldemort."
Vanesha memperhatikan wajah Draco yang tampak sedih, namun ada juga kekhawatiran yang mendalam. Ia sendiri merasa sangat terpukul karena kehilangan Cedric, teman dan kakak tingkat yang sangat baik.
Namun, lebih dari itu, ia merasa ada yang janggal ketika melihat Draco duduk bersebelahan dengan murid Beauxbatons.
Vanesha, jangan berpikir terlalu banyak! pikirnya dalam hati.
Tiba-tiba, seorang murid lelaki dari Gryffindor menghampirinya dan bertanya, "Hei, kamu baik-baik saja?"
Vanesha meliriknya sekilas, lalu menyadari bahwa itu adalah Oliver Wood yang bertanya.
"Kamu bisa bicara dengan aku kapan saja, jika kamu butuh bantuan. Aku siap membantu," ujar Oliver dengan nada tulus.
Vanesha tidak bisa mengabaikan tatapan tajam dari Draco, yang ekspresinya jelas menunjukkan rasa cemburu dan kebencian. Draco terlihat seolah-olah ingin menghancurkan Oliver saat itu juga.
Hati-hati, Draco.. Jealousy could kill.
•••
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.