12. 'The Slytherin Princess', They Said

4.2K 510 0
                                    

Time Mark :
Fourth Year

•••

Pagi ini, kelas Defense against Dark Arts dimulai dengan kehadiran Profesor Alastor Moody, mantan auror yang terkenal. "Dalam menghadapi ilmu hitam, aku lebih memilih pendekatan praktis. Ada yang tahu, berapa jumlah kutukan tak termaafkan?" tanyanya dengan suara berat.

Para siswa Slytherin di kelas memandang Vanesha dengan penuh harapan, namun hari ini dia terlihat tak bersemangat, berbeda dari biasanya.

"Tiga, Sir," jawab Hermione Granger yang suaranya terdengar tegas.

"Mengapa disebut demikian?" tanya Moody.

"Karena tak terampuni. Siapa pun yang menggunakannya-" jawaban Hermione terpotong oleh Moody, "Langsung dikirim ke Azkaban, benar."

Moody melanjutkan penjelasan tentang pandangannya dalam mengajar. Seamus, yang tampak tidak peduli, sibuk menyelipkan permen karet bekas di bawah mejanya saat Moody tidak melihat.

"Kau harus menemukan tempat lain untuk membuang permen karetmu, Mr. Finnigan!" seru Moody tanpa memalingkan wajah.

Seamus menggerutu pelan, "Orang tua aneh ini bisa melihat dari belakang kepalanya."

Moody yang mendengarnya dengan jelas, melempar kapur ke arah Seamus, yang untungnya berhasil menghindar. Di antara keributan kecil itu, Vanesha tetap tampak tak terganggu, hanya menatap Seamus sekilas sebelum melihat wajah Draco yang terlihat terkejut.

"Jadi, kutukan mana yang ingin kita bahas pertama?" tanya Moody, matanya menyapu seluruh kelas. "Dan Miss Black! Apa ada hal yang lebih penting daripada memperhatikan pelajaranku?" serunya, menatap tajam ke arah Vanesha.

Seluruh siswa kini menoleh ke Vanesha. "Nothing, Sir," jawabnya dengan nada datar.

"Lalu kenapa kau tidak memperhatikanku sejak awal? Apa kau merasa cukup pintar di kelas ini?"

Vanesha menyesal, tapi hanya terdiam.

"Jawab pertanyaanku! Apa saja tiga kutukan itu?"

Kelas itu bergidik mendengar teriakan Moody yang menggema, membuat telinga mereka hampir terasa nyeri.

"Kutukan Pembunuh, Cruciatus, dan Imperius, Sir," jawab Vanesha dengan tenang.

Moody kemudian mengalihkan perhatiannya kepada seorang siswa berambut merah. "Weasley!"

Ron, tampak gugup, menjawab dengan suara bergetar, "Yes?"

"Berdiri," perintah Moody, dan Ron segera berdiri di hadapannya. "Berikan contoh kutukan."

Ron mengangguk ragu, "Ayahku pernah menceritakan tentang Imperius Curse."

Moody mengangguk, "Ayahmu pasti mengenalnya dengan baik. Kutukan ini sempat membuat Kementerian kesulitan beberapa tahun lalu. Mari kita peragakan."

Dengan cepat, Moody mengambil hewan kecil, lalu memperbesar ukurannya menggunakan mantra Engorgio, sebelum melemparkan kutukan Imperius. Hewan itu bergerak sesuai keinginan Moody, menari di atas kepala Ron.

Draco, yang awalnya tertawa melihat Ron, mendadak terdiam saat Moody mengarahkan hewan itu ke arahnya. Hampir seluruh kelas tertawa melihat Draco ketakutan-bahkan Vanesha pun tersenyum kecil.

Setelah itu, Moody menjelaskan, "Beberapa penyihir mengklaim bahwa mereka melakukan perintah You-Know-Who di bawah pengaruh kutukan Imperius. Tapi bagaimana kita bisa tahu jika mereka berbohong?"

Kali ini, seluruh kelas mengangkat tangan, kecuali Vanesha. Dia tahu jawabannya, namun entah kenapa merasa enggan berbicara.

"Yes, Miss Black," panggil Moody.

"But, Sir. I didn't raise my hand," bantah Vanesha, sedikit heran.

"Jawab," Moody memerintah, kali ini dengan nada tegas tanpa teriakan.

"Cruciatus Curse. Kutukan ini bisa membuat seseorang mengakui kebenaran karena rasa sakit yang tak tertahankan dari sang penyihir," jawab Vanesha dengan lancar.

"Benar!" Moody mengangguk, lalu memanggil Neville ke depan kelas untuk memperagakan kutukan tersebut. Hewan kecil itu menjerit kesakitan di bawah mantra Cruciatus, membuat beberapa siswa, termasuk Hermione, terlihat tak nyaman.

"Stop it! Can't you see it's suffering?" Hermione berseru penuh emosi.

Moody akhirnya menghentikan kutukan itu dan menatap Hermione. "Apa kutukan tak termaafkan yang ketiga, Miss Granger?"

Hermione hanya menggeleng, tidak tahu jawabannya. Moody kemudian mengalihkan pandangannya ke Vanesha lagi, "Miss Black?"

"It's Avada Kedavra, Sir," jawabnya tanpa keraguan.

Moody mengangguk, lalu melantunkan kutukan tersebut pada hewan itu. Hewan tersebut mati seketika, membuat kelas terdiam.

•••

"Well done, Black! Kau sangat lancar menjawab semua pertanyaan Profesor Moody!" puji beberapa siswa Slytherin yang satu kelas dengan Vanesha.

"Sudah kubilang, kita beruntung memiliki Vanesha di Slytherin!" tambah Draco.

Mereka bersama-sama menuruni tangga setelah keluar dari kelas Defense against Dark Arts tadi. Situasi ini terbilang langka.

"Malfoy! Kau kan Prince of Slytherin. Bagaimana kalau Black kita anggap sebagai Princess of Slytherin?" canda Crabbe.

Draco tampak mempertimbangkan ide itu. "Ide bagus!" jawabnya dengan senyum penuh arti.

Vanesha berhenti sejenak, lalu menatap Draco dengan tatapan tajam. "Ide bagus? Hentikan bicara yang aneh seperti itu!" serunya sambil berlalu mendahului mereka.

"Kenapa dia tiba-tiba seperti itu?" tanya Goyle bingung. Draco hanya mengangkat bahu, masih tersenyum.


•••

amortentia (ft. draco malfoy)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang