Time Mark :
Harry Potter and the Deathly Hallows Pt. 2•••
Keadaan di sekolah benar-benar kacau dan mengerikan. Sudah beberapa kali Carrow bersaudara menghukum murid Hogwarts dengan cara yang menyiksa. Snape tidak mengetahui hal ini.
Jam bebas untuk para murid agar terhindar dari Carrow hanyalah saat jam malam. Mereka aman, bila tetap di dalam asrama dan tidak pergi menyelinap keluar.
Vanesha masih terjaga, dia bangun dan mendapati Victoria yang sudah tertidur lelap. Dia memakluminya karena tadi pagi, Victoria pingsan karena Mandrake yang dicabut oleh adik kelas saat ia melewati rumah kaca.
Vanesha akhirnya memutuskan untuk keluar dari kamarnya. Entahlah, membaca buku di common room mungkin akan sedikit nyaman. Jadi dia mengambil satu buku bacaan favoritnya dari meja barulah ia keluar kamar.
Sebenarnya, alasan ia tidak bisa tidur adalah Draco. Lelaki pirang itu terus menghantui pikirannya, membuat Vanesha khawatir akan keadaannya. Ditambah, Vanesha rindu dengan suara dan kehadirannya disini.
Niat membaca Vanesha sepertinya gagal saat melihat Pansy yang termenung di depan perapian. Dia berjalan dan duduk di dekat Pansy, mengulurkan tangannya ke dekat perapian, menghangatkan dirinya.
"Kenapa kau belum tidur, Parkinson?" tanya Vanesha.
Pansy menatapnya sebentar lalu memandangi perapian lagi, "Hanya ada sedikit pikiran yang menganggu tidurku. Bagaimana denganmu?"
"Mimpi buruk."
Hening setelahnya. Suasana antar keduanya memang sudah menghangat, tidak sedingin seperti tahun-tahun sebelumnya. Vanesha juga tidak tau mengapa Pansy tiba-tiba bersikap baik padanya.
"Ini terdengar aneh, tapi aku merindukan masa-masa dimana kita bisa belajar dengan tenang tanpa takut terkena hukuman siksaan dari Carrow," ujar Pansy yang disetujui oleh Vanesha.
"Tapi, beberapa anak Slytherin, termasuk Crabbe dan Goyle malah senang menjadi murid favorit mereka," timpal Vanesha.
"Siapa guru Pertahanan terhadap Ilmu Hitam favoritmu, Van?" tanya Pansy yang juga memanggil Vanesha dengan nama depannya.
Vanesha tersenyum, "Professor Lupin kurasa. Kau?"
Pansy mengangguk sambil tertawa, "Aku juga. Meskipun dia adalah werewolf, cara mengajarnya cukup unik dan mudah dimengerti."
"Aku setuju," ujar Vanesha.
Pansy kemudian tertawa lagi, "Aku masih ingat saat kau dihukum dengan Draco oleh Umbridge. Juga Draco yang tiba-tiba berteriak, HAHAHAHA."
Vanesha ikut tertawa mengingat kejadian itu. Kejadian dimana ia menghabiskan waktunya bersama Draco berjam-jam untuk membersihkan kamar mandi prefek tanpa sihir. Dia rasa, kejadian itu dipakai Draco sebagai pengalih segala hal yang ia pikirkan.
"Pansy, mau mencari udara segar?" tanya Vanesha saat mereka selesai tertawa.
"Kau gila? Kita dalam bahaya kalau Carrow menemukan kita di lorong. Aku tidak mau terkena Cruciatus," ujar Pansy sambil menggeleng.
"Tenang saja, kita akan baik-baik saja. Ayo," ujar Vanesha sambil berdiri dan menatap Pansy.
Pansy berdiri, "Memangnya kau mau mengajakku kemana?"
"Menara Astronomi, Pansy."
Vanesha menarik tangan Pansy untuk keluar dari asrama. Dia menghela napasnya dan berharap mind controlnya akan bekerja bagi siapapun yang memergoki mereka meskipun tanpa tongkat.
Pansy berkali-kali meminta Vanesha untuk kembali saja daripada harus menyelinap keluar dengan waspada akan kedatangan Carrow. "Pansy, kalau kita ketahuan, aku minta kau terus menjawab apa yang mereka tanyakan," ujar Vanesha.
Tapi sepertinya, apa yang Pansy takutkan benar-benar terjadi. Amycus memergoki mereka saat berbelok ke lorong, "Well, well, apa yang dilakukan oleh dua gadis Slytherin disini?" tanyanya.
"Ehh.. Kami, mencari kalungku yang terjatuh di sekitar lorong, Professor," jawab Pansy sedikit gugup.
Sementara Vanesha terus menatap Amycus dan berusaha mengendalikan pikirannya untuk membiarkan mereka lewat.
"Apa tidak bisa kau cari esok saja? Kau memang mencari pengurangan poin ya?" tanya Amycus.
"Tidak, Professor, sungguh. Kami benar-benar mau mencari kalungku," jawab Pansy.
Amycus mengarahkan tongkatnya pada Pansy, "Kembalilah sebelum aku merapalkan mantra kepadamu,"
Pansy melotot dan berjalan mundur juga menarik tangan Vanesha, tapi gadis pirang itu tidak beranjak sama sekali, "Amycus Carrow, pergilah dan biarkan kami lewat," ujar Vanesha tiba-tiba.
Amycus menurunkan tongkatnya dan menyingkir, "Pergilah, jangan sampai ketahuan."
Vanesha tersenyum bangga dan menarik tangan Pansy untuk berjalan, "Usahakan agar kami tidak ketahuan," ujar Vanesha sebelum benar-benar pergi dari Amycus.
Sesampainya mereka di Menara Astronomi, Pansy langsung bertanya-tanya, "Demi Merlin, Van! Apa yang kau lakukan tadi???"
Vanesha tertawa, lesung pipinya terlihat, "Aku mencoba kemampuan mind controlku tanpa tongkat, dan itu berhasil!"
Pansy hampir berteriak, "APa?!! Kau bisa mengendalikan pikiran orang lain??? Tanpa tongkatmu????"
Vanesha mengangguk, "Tenang, Pansy. Aku sudah berlatih dari jauh-jauh hari sebelum aku kembali ke Hogwarts."
"Wah, kau memang Slytherin yang jenius," puji Pansy.
Otak Vanesha mengulang seluruh memori dan kenangan di tempat ini bersama Draco. Entah itu yang baik atau yang buruk. Mereka pertama kali akrab, berdansa, berpelukan, ciuman pertama, menangis, bahkan kematian Dumbledore pun ada disini.
"Van, kau baik-baik saja?" tanya Pansy yang melihat perubahan ekspresi Vanesha.
"Aku baik-baik saja. Bagaimana? Apa kau suka disini?" tanya Vanesha mencoba mengalihkan topik.
Pansy tau ada yang sedang Vanesha sembunyikan, "Sepertinya aku tau kenapa kau mengajakku kesini,"
"Apa?"
"Kau memang mengajakku mencari udara segar atau kau merindukan Draco?"
•••
KAMU SEDANG MEMBACA
amortentia (ft. draco malfoy)
FanfictionThey love each other even amortentia isn't needed. strawberlin, 2021