21. Pertarungan Batin

3.1K 501 172
                                        



Kesabaran Trana selama dua jam sejak kepulangannya dari kantor membuahkan hasil karena akhirnya Danish pulang. Begitu pintu dibuka, Danish langsung masuk dengan raut wajah masam yang Trana abaikan karena ada hal penting untuk dibicarakan. Seperti biasa, Danish ke dapur untuk mengambil segelas air dan kali ini Trana mengikutinya tanpa diperintah. Dari pengamatannya, Danish seperti sedang bad mood. Namun, dibandingkan memilih untuk memedulikan rusaknya mood Danish, Trana perlu bicara sekarang.

Trana membuka mulutnya untuk bicara, tetapi tertutup rapat begitu Danish berjalan melewatinya setelah meletakkan gelas di meja makan. Ini tidak seperti biasanya. Setiap kali tiba di rumah, Danish pasti akan mengganggu Trana, barulah ke kamar setelah puas. Sama seperti saat memahami mood Danish yang buruk, Trana memilih abai karena perlu mengajak pria ini bicara sekarang juga.

"Stop!" seru Trana yang berhasil membuat Danish menghentikan langkahnya tepat di depan pintu kamar. "Aku mau bilang sesuatu."

"Besok aja," jawab Danish dingin.

"Minta maaf sama orang-orang di kantor yang udah kamu sakitin."

"Kalau gue nggak mau?"

Lagi-lagi Danish menunjukkan perubahan dengan melupakan sapaan 'aku-kamu' seperti biasa. Baiklah, Trana juga akan ikut bersikap formal. "Kamu harus mau, Danish. Saya wawancara setiap karyawan yang jadi terduga bukan tanpa alasan. Saya udah yakin bukan mereka yang nyebarin, tapi pada akhirnya mereka tetap jadi terduga."

"Terus kenapa lo repot-repot wawancara mereka kalau ternyata salah satunya bukan pelaku?" tanya Danish tanpa mau berbalik sedikit pun.

"Saya mau bersihin nama kamu dari rumor dan perbaiki sikap kamu yang buruk sama staf dan karyawan di kantor. Percuma kalau nantinya nama kamu udah bersih, tapi sikap kamu belum berubah dan hal-hal yang terjadi dulu bisa jadi boomerang buat kamu nantinya. Minta maaf dengan tulus dan jangan berulah lagi, Danish. Kamu emang nggak bisa jadi manusia yang sesuai ekspektasi orang-orang, apalagi jadi orang yang sempurna. Tapi dengan permintaan maaf yang tulus, kamu bisaㅡ"

"Bisa apa?!" hardik Danish yang berhasil membuat Trana syok tatkala mendengarnya. Danish berbalik, lalu mendekati Trana yang bergeming di tempatnya. "Lo tahu apa soal gue, hah? Hanya karena lo nyuruh gue minta maaf, lo kira semuanya bakal berubah? Jangan sombong hanya karena lo merasa hebat di posisi lo sekarang, Trana. Lo cuma orang yang mau nyari untung dengan memanfaatkan orang lain yang nggak tahu apa-apa, khususnya di saat kayak gini. Seharusnya dari awal gue nggak setuju buat terlibat, karena selama ini gue pun nggak pernah dilibatin sama rencana lo. Gue cuma boneka yang sengaja lo manfaatin buat ngelakuin semua rencana. Gue kira lo bijak, tapi ternyata lo itu licik."

Trana dengan tenang menghadapi setiap kata-kata Danish yang tajam tanpa berniat untuk melawan. Meski dadanya berdenyut ngilut karena sakit hati, Trana tetap tidak berniat untuk membalas. Bahkan Trana biarkan dirinya disakiti oleh tatapan nyalang Danish yang menyeramkan, seakan dia siap untuk melahap Trana hidup-hidup dengan mata merahnya.

"Dari semua keterlibatan gue, yang paling disesalkan adalah saat gue harus suka sama lo, Trana." Ada getaran di suara Danish, pertanda bahwa dia sedang menahan tangis. "Seharusnya nggak ada perasaan yang terlibat dalam semua ini. Bahkan ketika gue mikir lo punya perasaan yang sama, gue ngerasa konyol banget."

Orang yang sedang marah biasanya akan mengatakan apa saja, termasuk hal paling jujur. Danish sekarang mengaku bahwa dia mengira kalau Trana menyukainya juga, membuat wanita ini nyaris tidak bisa mengendalikan dirinya yang sejak tadi berusaha tenang. Bukan karena Trana terkejut, melainkan karena dia khawatir bisa keceplosan dan benar-benar mengaku bahwa Trana juga menyukai Danish.

RumorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang