Sesuai dugaan Faenish, sekolah heboh dengan kasus kematian Nenek Magda. Baru saja ia melangkah ke area sekolah, Faenish sudah diserbu berbagai pertanyaan soal peristiwa itu. Untung saja ada Drina dan Ryn yang seakan menjadi pengawal pribadinya. Namun sikap kedua sahabatnya itu malah semakin aneh setelah kembali dari menemui seorang guru pada jam istirahat. Faenish tahu ada yang tidak beres, tetapi tidak ada satu pun yang mau menjelaskan ada apa.
"Faenish bisakah kau tunggu sebentar, ada yang ingin kami tunjukan padamu," seru Ryn dengan terlewat bersemangat begitu bel pulang berbunyi.
Faenish menatap bingung ke arah dua sahabatnya, tidak biasanya mereka menahan diri saat jam pulang sekolah. Biasanya justru mereka yang akan buru-buru menyeret Faenish pulang dan dengan buru-buru juga pergi untuk urusan masing-masing.
"Kau akan tahu nanti," seru Ryn sebelum Faenish sempat mengucapkan sesuatu. Ryn kemudian melirik dua orang teman sekelas mereka yang masih sibuk membereskan tas. Begitu kedua orang terakhir itu meninggalkan kelas, Ryn langsung memeluk Faenish dengan erat.
"Astaga Faenish, Akhirnya. Aku benar-benar senang."
Tak seperti biasanya, Drina pun ikut memeluk Faenish.
"Ada apa sebenarnya?" Faenish berusaha keras membebaskan dirinya dari kemungkinan mati kehabisan napas.
"Akan kami jelaskan nanti. Kita harus menunggu sedikit dan kami akan menunjukannya padamu." Drina akhirnya melepaskan pelukannya, disusul Ryn yang entah kenapa telah berubah ekspresi menjadi sedih.
"Kami benar-benar minta maaf Faenish, kami tidak bermaksud menyimpan rahasia darimu. Hanya saja kami tidak boleh mengatakannya, aku benar-benar minta maaf." Ryn nyaris terisak sekarang.
"Apa yang sebenarnya terjadi pada kalian?" Faenish semakin tidak mengerti.
"Oh, aku tidak bisa menahannya lebih lama lagi." Ryn berseru frustrasi sebelum mendekatkan diri dan berbisik kepada Faenish. "Kami adalah Kaum Berbakat dan sekarang kau juga."
"Kalian juga?" Seru Faenish tak percaya.
"Kau sudah tahu?" Kini giliran Drina yang bingung.
"Bisa dibilang begitu," jawab Faenish. "Nenek Magda mengajariku sedikit."
"Nenek Magda? Mengajarimu? Sejak kapan?" Ryn bertanya dengan kecepatan luar biasa, kata-katanya nyaris tak terdengar jelas.
"Kurasa sekitar kelas enam atau lima, aku tak begitu yakin."
"Kau belajar segel dan ramuan lebih lama dari kami," seru Ryn histeris.
"Itu melanggar aturan," tegur Drina. "Kau seharusnya tidak belajar tentang Kaum Berbakat sebelum kau dinyatakan sebagai salah satunya."
"Maaf."
"Faenish tentu saja tidak salah," bela Ryn. "Nenek aneh itu yang mengajarinya bukan?"
"Tetapi tetap saja ini tidak benar." Drina berkeras.
"Lalu? Kau mau menuntutnya? Nenek aneh itu juga sudah tidak ada sekarang." Ryn ikut ngotot. "Lagi pula, bukankah ini lebih baik? Faenish sudah tahu soal Kaum Berbakat, jadi tugas kita sebagai kakak asuhnya sedikit berkurang."
***
Nenek Magda memang sudah menceritakan tentang Akademi Pelatihan Bakat, tetapi Faenish tetap merasa gugup saat ia berjalan mengikuti Drina dan Ryn ke area ruang guru. Jantungnya berdetak semakin cepat saat Ryn menggerak-gerakan tangan untuk menggambar sebuah segel di permukaan dinding gudang tua.
"Kau tahu soal portal?" tanya Drina kepada Faenish.
"Ya."
"Kalau begitu kau duluan," seru Ryn sambil mendesak Faenish untuk mendekat ke arah dinding yang tadi digambarinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ATTACHED
FantasyBuku Kedua dari empat buku dalam seri T.A.C.T. (Fantasy - Romance) Apa yang akan kamu lakukan saat mencuri dengar seorang penyusup sedang menantang majikan tuamu untuk bertarung? Atau ketika seseorang yang kau ketahui bukan manusia normal sedang men...