Keesokan paginya, Faenish terbangun dengan suara berisik di kamar perawatannya.
"...jadi, berhentilah berputar-putar seperti itu."
Faenish bisa mengenali suara Rexel yang menggerutu, disusul suara Sarashalom. "Shhh. Pelankan suaramu, kau bisa membangunkan kakakmu."
"Oh bukankah itu lebih baik?" balas Rexel. "Jadi mama tak perlu mondar-mandir seperti orang tolol."
"Rex—Faenish kau sudah bangun?" Teguran Sarashalom terhenti saat ia mendapati Faenish telah membuka mata.
"Ada apa?" tanya Faenish bingung.
"Apa kau tahu tentang pemuda di Kamar Terlarang?" tanya Sarashalom.
"Kamar Terlarang? Ada yang masuk ke sana?" Faenish mencoba berdiri, nyeri di punggungnya tidak separah kemarin sehingga kali ini ia bisa memaksa diri untuk duduk bersandar.
"Semalam polisi menemukan seorang pemuda di sana."
"Siapa?" tanya Faenish.
"Entahlah, mama juga tidak tahu. Pemuda itu sepertinya pingsan dan sampai saat ini ia belum sadar."
"Apa mungkin dia komplotan orang yang menyerang Nenek Magda?" tebak Faenish.
"Mama rasa tidak, pemuda itu begitu mirip dengan si Tampan."
Rexel mendengus dan tertawa mengejek, tetapi tidak berkomentar lebih dan terus memainkan ponselnya. Jadi Faenish mengabaikan adiknya itu.
"Si Tampan?" Faenish tak begitu paham.
"Kau tidak ingat dengan lukisan pria yang kau juluki Si Tampan di Kamar Terlarang?" Sarashalom balas bertanya.
Faenish tidak mungkin lupa. Hari di mana ia melihat lukisan itu adalah hari yang sama saat ia melihat sosok Magda yang murka. Nenek Magda memang tidak terkenal ramah, bahkan setelah beberapa tahun tinggal bersamanya pun Faenish tak pernah benar-benar dekat dengan Nenek Magda. Namun hari itu Nenek Magda benar-benar emosi, bahkan sampai mengeluarkan kemampuannya dalam mengendalikan elemen.
Saat itu Faenish masih duduk di bangku sekolah dasar, ia masih begitu kecil. Ia sering mendengar cerita seram tentang rumah tempat ibunya bekerja, serta tentang penghuninya yang hampir menyerupai nenek sihir. Semakin hari Faenish semakin terpengaruh dengan cerita teman-temannya. Ia mulai curiga dengan majikan ibunya, terutama dengan keberadaan berbagai ruangan yang tidak boleh dimasuki siapa pun. Faenish kecil takut Nenek Magda menyembunyikan sesuatu dan mungkin akan membunuh Sarashalom, seperti kata teman-temannya. Jadi ia memutuskan untuk menyelinap masuk ke kamar yang berada di paling ujung kanan bangunan, tempat yang paling terlarang di rumah itu.
Saat mendengar Magda akan melakukan perjalanan jauh, Faenish mencuri kunci dari kamar Nenek Magda dan masuk ke ruangan yang sering disebut Kamar Terlarang oleh para pelayan lainnya.
Faenish yakin ia akan menemukan ruangan berdebu penuh benda aneh, tetapi ia malah menemukan sebuah kamar tidur yang rapi. Seluruh perabotan di tempat itu terlihat sangat tua, tetapi tidak ada debu di sana. Hal yang paling diingat Faenish dari tempat itu adalah sebuah lukisan yang digantung dekat tempat tidur. Itu adalah lukisan seorang pria yang paling tampan yang pernah dilihat Faenish. Sayangnya ia tidak lagi mengingat detail wajah pria itu sekarang.
Saat itu, Faenish belum satu menit berada di kamar terlarang ketika tiba-tiba saja pintu terbuka dan Nenek Magda melangkah masuk dengan tatapan ingin menelannya hidup-hidup. Embusan angin kencang tiba-tiba muncul dan berputar-putar di kamar sehingga membuat berbagai benda bergoncang serta beterbangan dalam pusaraan yang seperti puting beliung.
Bukannya takut, Faenish justru memandang kagum ke arah sekelilingnya. Ia tidak pernah melihat hal seperti itu terjadi. "Apa Anda yang melakukan ini Nyonya Nenek? Keren."
KAMU SEDANG MEMBACA
ATTACHED
FantasyBuku Kedua dari empat buku dalam seri T.A.C.T. (Fantasy - Romance) Apa yang akan kamu lakukan saat mencuri dengar seorang penyusup sedang menantang majikan tuamu untuk bertarung? Atau ketika seseorang yang kau ketahui bukan manusia normal sedang men...