18. Penawar Racun

9.3K 1.1K 22
                                    

Jika orang lain berusaha menghindarkan kepala mereka dari pikiran-pikiran yang tidak penting, Faenish justru harus mengisi pikirannya dengan berbagai hal yang memusingkan agar ia bisa mendapat mimpi. Menurut pengalaman, ia akan bermimpi setiap kali terlalu banyak pikiran.

Sayangnya, sejak mimpi absurdnya, Faenish tidak pernah bermimpi apa pun lagi. Mungkin alam bawah sadarnya masih trauma dengan mimpi terakhirnya itu. Faenish juga tidak bisa langsung mengabari dan meminta petunjuk dari Pak Raizer karena ia tidak bisa melewati portal. Kepala Akademi itu juga belum melakukan kunjungan dadakan lainnya.

Tak sampai di situ saja, akhir-akhir ini Faenish juga kesulitan mencari waktu untuk membaca buku harian Nenek Magda. Salah satu efek samping dari kesibukkan Drina sebagai asisten Pak Razor adalah makin seringnya sosok Ryn muncul di rumah Nenek Magda. Apalagi dengan keberadaan Evert, Jovan, dan Rael di rumah itu, Ryn semakin betah berlama-lama.

"Oh lihat postur badannya," gumam Ryn yang menatap tanpa berkedip ke arah kedua pemuda di halaman belakang. "Tato elang di punggungnya benar-benar karya yang mengagumkan."

Faenish melirik sekilas gambar elang yang merentangkan kedua sayapnya hingga memenuhi sebagian besar kulit punggung Rael. Namun karena saat ini Faenish dan Ryn berada di teras belakang yang berjarak beberapa meter dari tempat Rael dan Jovan latihan, Faenish tidak bisa melihat detail gambar itu dengan jelas.

"Bukannya kau tidak menyukai tato?" tanya Faenish.

"Ya, tetapi itu sebelum aku melihat ini."

Faenish hanya menggeleng dan kembali menekuni buku di pangkuannya. Itu bukan buku harian Nenek Magda. Sifat Ryn yang suka berlebihan membuat Faenish berpikir dua kali untuk membaca buku-buku itu saat Ryn berada di sekitarnya.

"Jovan juga terlihat seperti lelaki sejati kalau begini, akan hebat jika dia bisa terlihat seperti ini terus." Ryn kembali mengoceh. "Apa kau masih ingat perkataanku tentang ketiga pemuda tampan yang akan memperebutkanmu? Kurasa itu menjadi kenyataan sekarang."

"Kenyataan?"

"Evert jelas sudah menunjukan tanda-tanda ketertarikan, daaaannn kalau kau memperhatikan, Rael juga sering mencuri pandang ke arahmu."

"Atau ia bisa saja sedang mencuri pandang padamu," ujar Faenish.

"Benar," seru Ryn. "Baiklah. Kalau kau tidak mau mengakui bahwa Rael sedang melirik ke arahmu, akan kuanggap Rael sedang melirikku."

Faenish tersenyum melihat Ryn yang sudah kembali menatap ke arah Rael dengan pandangan kagum. Pola pikir sahabatnya yang satu ini memang sedikit unik, bahkan Faenish yang sudah lama mengenal Ryn masih tidak habis pikir dengan sikapnya.

"Dia ke sini." Ryn berseru histeris saat melihat Rael memakai kausnya dan meninggalkan Jovan berlatih sendirian.

Ryn berusaha memperbaiki penampilan sebisanya dan memasang senyum lebar begitu Rael melangkah semakin dekat.

"Maaf, apa Drina akan datang ke sini?" tanya Rael.

"DRINA?" Ryn tidak bisa mencegah dirinya untuk tidak melotot heran. "Tidak, kurasa dia tidak akan datang, kenapa kau mencarinya?"

"Ada seseorang yang datang ke toko kemarin dan menitipkan sebuah surat untuk Drina."

"Surat cinta?" Ryn berseru bersemangat, tatapan herannya sudah sirna dalam sekejap begitu ia mengerti maksud Rael mencari Drina.

"Entahlah. Aku tidak berani membukanya."

"Siapa yang memberikannya?" tuntut Ryn.

"Seorang pemuda yang tidak kukenal. Dia hanya bilang surat ini tentang obat untuk sahabat Drina."

ATTACHEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang