"Faenish."
Seorang gadis dengan rambut keriting sebahu tiba-tiba berlari menghampiri saat Faenish didorong masuk ke ruang perawatannya. Gadis itu lalu memaksakan sebuah pelukan, meski harus dalam posisi aneh karena Faenish berada di kursi roda.
Luka-luka bakar Faenish masih perih jika disentuh, apalagi jika ia mendapat pelukan yang seperti meremas tubuhnya. Namun Faenish berusaha keras agar tidak meringis kesakitan dan balas menyapa orang yang memeluknya. "Ryn?"
"Tampaknya aku sudah bisa meninggalkanmu sekarang. Kalau begitu aku permisi." Rico pamit dan langsung melangkah pergi.
"Kupikir aku tidak akan bisa melihatmu lagi—AW." Ryn terpaksa melepas pelukannya karena seorang gadis berambut sangat pendek menarik bagian belakang kerah bajunya. "Apa yang kau lakukan Drina?"
"Tidakkah kau lihat Faenish kesakitan? Kau bisa membuat Faenish mati kehabisan napas," jawab Drina datar.
"Dia tidak akan mati semudah itu, lagi pula aku hanya ingin mengekspresikan rasa kangenku." Ryn mengajukan protes.
"Kalian benar-benar berisik." Rexel bangkit berdiri dari tempat duduknya, wajahnya tampak kesal. "Mama pulang untuk mengambil bajumu, dan aku ingin keluar sebentar." Tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel yang ia mainkan, Rexel melangkah keluar ruangan.
"Faenish." Ryn berseru cukup keras agar perhatian kedua sahabatnya kembali. "Kau benar-benar membuatku khawatir. Kau pingsan seharian. Kemarin kau bagai artis yang sulit sekali ditemui, dan sekarang kau tampak seperti mumi."
"Aku juga merindukanmu Ryn." Faenish menampilkan senyuman sebelum balas bertanya, "Bagaimana sekolah?"
"Tidak ada yang menarik," jawab Ryn. Namun ia menarik Faenish mendekat untuk menceritakan beberapa hal dan butuh waktu berjam-jam hingga ceritanya selesai.
***
Saat Faenish akhirnya tinggal berdua dengan sesosok pria transparan di kamar itu, ia tahu pembicaraan mereka tidak terelakkan. Pemuda itu kembali menuntut penjelasan yang sama.
"Baiklah. Kita anggap segel yang kubuat berhasil," ujar Faenish cukup frustrasi. "Masalahnya adalah aku tidak tahu segel apa itu. Aku hanya melihat gambar segelnya di buku Nenek Magda."
Sosok itu tetap menunjukan ekspresi tidak percaya dan menatap Faenish dengan tatapan menusuk.
"Aku benar-benar tidak tahu. Aku hanya membaca penjelasan awal atau lebih tepatnya dua kata awal dalam penjelasan segel. Bisakah untuk saat ini kau percaya kalau aku tidak tahu apa pun soal segel yang mengikatmu sekarang, dan aku juga akan bersikap seakan aku percaya kalau kau bukan pembunuh? Kita perlu memikirkan bagaimana caranya menyelesaikan semua kekacauan ini karena fakta bahwa kau tidak bisa pergi lebih dari lima meter dariku jelas tidak nyaman bagi kita berdua."
Pemuda itu tidak merespons.
Faenish menarik napas panjang dan meyakinkan diri sebelum akhirnya berkata, "kita buat kesepakatan. Kau tidak akan mengintipku saat aku ada di dalam kamar mandi atau berganti baju dan aku akan membantumu mencari cara untuk terlepas dari segel ini."
"Bukankah kau bilang kau tidak tahu apa-apa tentang segel ini?" ujar si pemuda berjubah, terdengar sinis.
"Ya, tetapi aku masih sedikit mengingat gambar segelnya, jadi kita bisa mencari di buku-buku tua lain. Mengingat kau bahkan tidak bisa menyentuh buku, kau tentu tidak bisa mencarinya sendiri."
Faenish merasa bersalah karena ia sekarang menawarkan bantuan kepada pembunuh Nenek Magda, tetapi mau bagaimana lagi. Membayangkan pemuda itu menghantui sisa hidupnya benar-benar mengerikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ATTACHED
FantasyBuku Kedua dari empat buku dalam seri T.A.C.T. (Fantasy - Romance) Apa yang akan kamu lakukan saat mencuri dengar seorang penyusup sedang menantang majikan tuamu untuk bertarung? Atau ketika seseorang yang kau ketahui bukan manusia normal sedang men...