Faenish membuka mata dan mendapati kamar tidurnya temaram. Butuh sekian detik agar ia bisa membaca jam dinding yang menunjukan pukul 02:14 malam. Tiga kali sudah Faenish terbangun dan matahari belum juga keluar.
Ini sudah malam kelima sejak demam mengganggu tidur Faenish. Padahal suhu tubuhnya sekarang sudah mendekati normal, tetapi tetap saja tidurnya tak nyenyak.
Berulang kali Faenish membalik-balik badan, mencari posisi yang nyaman. Namun kali ini kantuknya sudah benar-benar hilang. Walaupun ia mencoba menutup mata dan menghitung domba di benaknya, Faenish tetap saja terjaga penuh.
Dengan enggan, Faenish pun bangkit berdiri. Ia merogoh serencengan kunci dari nakas lalu melangkah keluar kamar. Sepertinya Faenish membutuhkan sedikit bacaan untuk mengembalikan rasa kantuknya.
Faenish melangkah dengan santai dalam kegelapan. Koridor-koridor rumah ini bersih dari perabotan, jadi bukan masalah bagi siapa pun untuk melewatinya tanpa penerangan. Yang perlu dilakukan hanya menjaga langkah kaki agar lantai kayu yang dipijak tidak menimbulkan bunyi berderak, karena satu suara kecil saja bisa menggema ke seluruh penjuru rumah.
Walaupun membuat suara sekarang hanya akan membagunkan satu-satunya penghuni lain di rumah itu yaitu Nenek Magda, sang tuan rumah, tetapi itu sama saja dengan membangunkan macan. Jadi Faenish tak mau mengambil risiko membangunkan majikannya itu.
BRUK.
Faenish terpaku. Ia tak menginjak papan dengan keras dan bukan dia yang menimbulkan bunyi barusan. Suara itu justru terdengar dari arah kamar Nenek Magda.
Perasaan Faenish jadi tak enak.
Nenek Magda memang sudah cukup tua untuk disarankan dokter agar tidak memaksa mata tuanya dalam membaca. Namun di luar itu, Nenek Magda tak seperti orang tua pada umumnya. Beliau sanggup berjalan ratusan meter mengelilingi perkebunan setiap pagi. Reflek dan keseimbangan Nenek Magda juga masih bisa dibilang baik. Faenish tak pernah melihat Nenek Magda jatuh atau menjatuhkan sesuatu.
Karena itu, malam ini Faenish yakin kalau Nenek Magda tidak menjatuhkan apa pun. Pasti terjadi sesuatu.
Faenish memutar langkah ke arah kamar Nenek Magda. Ia tetap menjaga kakinya agar tak menimbulkan suara seraya menajamkan telinga. Perlahan mulai terdengar suara bisikan pelan.
Semakin mendekati kamar Nenek Magda, bisikan itu berubah menjadi percakapan.
"...di sini. Pergilah!" Nenek Magda membentak kasar.
"Saya tidak datang untuk mengambil buku itu, setidaknya belum untuk sekarang." Terdengar suara pria menjawab.
"Sekarang atau nanti sama saja, aku tahu kau ke sini hanya untuk benda itu. Kau tak akan mendapatkannya. Menjauh dari rumahku."
"Anda yang memanggil saya masuk ke rumah." Suara sang pria kembali terdengar. Kontras dengan suara Nenek Magda yang semakin menggelegar, pria itu justru terdengar tenang.
"Itu karena kau terus berkeliaran di sekitar rumahku. Kupikir kau adalah...." Nenek Magda berkata lebih kepada dirinya sendiri, suaranya melembut tak lagi dipenuhi nada kesal. "Betapa bodohnya aku. Dia pasti sudah renta dan mati bertahun-tahun lalu."
"Anda sedang menunggu seseorang?"
"Bukan urusanmu." Nenek Magda kembali membentak. "Kita selesaikan sekarang juga. Kau tak boleh kembali ke rumah ini."
"Anda mengajak saya duel?"
Duel Nenek Magda dengan seorang pria jelas terdengar tidak baik. Buru-buru Faenish memutar langkah kembali ke perpustakaan, satu-satunya ruangan di rumah ini yang memiliki telepon. Dengan panik, Faenish membuka setiap gembok di pintu perpustakaan. Ia harus mencari bantuan dan segera kembali ke kamar Nenek Magda untuk mencegah sesuatu yang buruk terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
ATTACHED
FantasyBuku Kedua dari empat buku dalam seri T.A.C.T. (Fantasy - Romance) Apa yang akan kamu lakukan saat mencuri dengar seorang penyusup sedang menantang majikan tuamu untuk bertarung? Atau ketika seseorang yang kau ketahui bukan manusia normal sedang men...