Eight

293 44 0
                                    

"Halooo?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



"Halooo?." Jeongguk berseru dengan suara pelan agar ayahnya yang sedang berada diluar tidak mendengar. Posisinya yang berada di atas tempat tidur membuat dirinya merasa mengantuk. Tapi bagaimana? Ia ingin sekali mengobrol dengan Taehyung malam ini.

Di seberang, Taehyung tersenyum tipis saat mendengar suara Jeongguk. Lelaki itu berbisik-bisik seperti biasanya. Ia tahu sekali kalau Jeongguk memang selalu sembunyi-sembunyi jika mereka sedang menelfon. Pernah sekali ketahuan. Dan tahu apa imbasnya? Jeongguk benar-benar dihantam tongkat baseball oleh ayahnya. Maka sejak saat itu, Jeongguk memilih untuk mengunci dirinya dikamar dan berusaha untuk tidak bersuara sama sekali.

Begitulah hubungan mereka saat ini. Tidak ada harapan, tinggal menunggu tanggal berakhirnya saja. Namun, walaupun begitu, baik Taehyung maupun Jeongguk berjanji akan menghabiskan waktu bersama selama mereka bisa.

"Hai." Jawab Taehyung halus.

Jeongguk terkekeh kecil, membalikkan tubuhnya menjadi posisi tengkurap. "Udah sampai rumah?."

"Udah, barusan. Papa lo gimana?."

"Papa diluar gak tau ngapain." Raut wajah Jeongguk seketika menggelap, kembali mengingat ketika tangan besar itu menghantam pipinya hingga mati rasa.

"Maaf, ya." Sebuah hembusan napas terdengar ditelinga Jeongguk. Taehyung merasa berat dan begitu pula dirinya.

"Jangan minta maaf." Lirih Jeongguk, kepalanya semakin tenggelam ke dalam bantal yang ia gunakan. Yang ada dipikirannya hanya satu saat ini, berkat dirinya Taehyung juga ikut sedih. Jeongguk tidak mau Taehyung sedih. Apalagi jika lelaki itu sedih berkat penderitaannya. Biarkan Jeongguk sendiri yang menderita dan Taehyung tetap bisa tertawa lepas tanpa harus memikirkan hal yang menyakitkan.

Tapi Jeongguk tidak bisa. Mereka tidak bisa. Keduanya sudah menjadi sandaran bagi satu sama lain bagai sebuah kapal dan dermaga.

"Besok gue beliin makanan yang banyak, ya? Biar gak sedih lagi. Lo mau apa? Gue beliin."

"Apa aja mau. Yang penting makan bareng."

"Bareng sama siapa?." Taehyung iseng bertanya, mencoba memecahkan suasana sedih diantara mereka.

"Bareng lo, lah!." Jeongguk lalu segera menutup mulutnya akibat tidak sengaja berseru cukup kuat. Dirinya lantas menertawai kebodohannya sendiri.

"Kirain bareng yang lain." Ucap Taehyung jahil.

"Gak ada yang mau sama gue. Gue miskin soalnya."

"Heh, ini buktinya gue mau sama lo. Kita udah mau setahun, lo lupa?."

"Oh, iya, ya." Jeongguk hanya terkekeh malu. Bahkan pipinya sampai sedikit mengeluarkan rona merah yang lucu.

"Gue tutup, ya, Gguk?."

Dengan enggan, Jeongguk mengangguk. "Iya. Dadah..."

Dan panggilan berakhir. Senyuman dibibir Jeongguk sontak menghilang. Dunianya kembali hitam. Lagipula alasan dirinya untuk tersenyum hanya Taehyung seorang. Tidak ada yang membuatnya tersenyum disini, dirumahnya, ataupun diamana ayahnya berada. Hanya tekanan dan rasa sakit.

Menghela napas, Jeongguk akhirnya memilih untuk keluar dari kamar. Tenggorokannya terasa kering sekali sehabis berbicara lumayan lama dengan Taehyung. Kakinya melangkah menuju dapur, meraih gelas berisi air dan menegaknya hingga habis.

Saat Jeongguk akan kembali kekamar, tak sengaja ia bertatapan dengan ayahnya yang sedang duduk disofa ruang tengah. Secepat mungkin Jeongguk mengalihkan pandangannya karena takut. Namun, suara itu memanggilnya terlebih dahulu.

"Jeongguk." Berat dan dingin. Tubuh Jeongguk sontak berhenti ditempat. Mau tidak mau ia kembali menatap sang ayah.

"Ya, pa?."

"Kemari." Suara ayahnya kembali memerintah.

Tanpa berpikir lagi, Jeongguk melangkahkan kakinya menuju ruang tengah, berdiri tidak jauh dari ayahnya. Walaupun dengan kepala tertunduk, ia tahu sekali bahwa ayahnya sedang melayangkan tatapan tajam kearahnya.

"Saya mau pergi untuk beberapa hari." Pria itu meletakkan selembar surat yang semula dipegangnya di atas meja. "Besok pagi berangkat."

"Pergi kemana?."

"Tidak perlu tahu."

Jeongguk lalu mengangguk pelan, masih tidak mau menatap kedua manik gelap ayahnya.

"Kamu masih ada uang, kan?."

"Ha-

"Saya sudah tidak punya uang lagi."

"Masih ada." Bohong.

Terakhir kali ayahnya memberinya uang adalah satu minggu yang lalu. Itupun tidak banyak. Jeongguk harus melewati sarapan dan makan malam demi menghemat uang sakunya. Untung ada Taehyung yang dengan senang hati membelikannya makanan. Kalau tidak, Jeongguk mungkin sudah jatuh pingsan entah dimana.

"Kamu boleh tinggal dirumah temanmu dulu selama saya pergi."

"Ya."

"Ingat, jangan buat ulah, Jeongguk."

"Iya, pa."
















Happy valentines yall~

CAIM| kvTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang